Ring : 30

2.1K 216 82
                                    

“Kalo ini gimana Kak? Bagus nih, Raka, artinya teguh atau bijaksana gitu.. umm, Randy juga bagus sih, pelindung keluarga. Bagus kan? Kayak nanti anak kalian tuh yang jadi pelindung kalian.”

Pandu mengernyit, memandnagi Bella di kasur sedang berguling dengan pandangan yang fokus ke layar handphone, mencari nama yang bagus untuk anak Pandu an Wildan.

“Vincent? Milo? Ih masa ada Milo loh Kak, artinya pejuang yang penuh pengampunan. Lucu banget masa.”

“Kita kan belum tau anaknya laki-laki apa perempuan Bel.”

“Belum keliatan ya?”

Pandu menggeleng, “Kata dokternya bayinya kecil, jadi ya belum bisa tau laki-laki atau perempuan.”

“Gitu ya.” Suara Bella berubah lemas, “Berarti sekarang udah berapa bulan Kak?”

“Empat, bulan ini belum ke dokter lagi sih. Masih nunggu Wildan ngurusin kuliahnya dulu.” Tuturnya, lalu bangkit untuk menyimpan buku bacaannya dan melenggang ke luar kamar. “Malem mau makan apa Bel?”

“Aku udah bilang Yudha buat bawa makanan Kak, dia nanti mau kesini juga katanya, bawain makanan Mama.”

“Ooh, oke.”

Malam dimana Pandu dan Wildan dapat dua garis di alat tes kehamilan, esoknya mereka langsung mengunjungi dokter di Rumah Sakit. Dokter membenarkan Pandu sudah mengandung, masih sekitar satu bulan, amat-sangat kecil. Disana keduanya benar-benar tidak menyangka kalau usaha mereka ternyata membuahkan hasil. Dan mulai dari sana keduanya rajin memeriksakan kondisi kandungan Pandu minimal sebulan sekali.

Sean menyediakan asisten rumah tangga di rumah Wildan dan Pandu, tiap hari akan datang dari pagi sebelum Wildan berangkat kuliah sampai sore setelah Wildan pulang kerja, selalu seperti itu dalam tiga bulan terakhir, malah si asisten rumah tangga yang bernama Emma ini jadi teman dekat Pandu. Ya, mereka jadi akrab, walau Emma jauh lebih tua dari Pandu dan Wildan.

Sesekali Bella datang menginap, kadang sendiri kadang berdua dengan Yudha, atau kadang Liani yang datang berkunjung, acara kumpul di rumah Sean juga masih sering dilakukan. Biasanya selalu sepulang dari Rumah Sakit setelah Pandu memeriksakan kandungan. Sejauh ini kandungan Pandu terbilang sehat, begitu juga dengan Pandunya sendiri. Seluruh anggota keluarga berharap kehamilan Pandu sehat selalu dan tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan.

Bulan ini belum ke Rumah Sakit karena Wildan juga sedang disibukan dengan kuliah, mengejar kelulusan. Sean sampai menyuruh Wildan berhenti bekerja di Rumah Sakit dulu agar waktunya tidak berantakan. Wildan masih harus mengurus Pandu, jadi menjalani tiga kewajiban sekaligus dalam sehari pasti amat sulit, terlebih semuanya berbeda tempat.

Jadi Wildan dapat cuti untuk menyelesaikan kuliahnya dulu sampai ia benar-benar dinyatakan lulus dan Wisuda, lalu lanjut lagi bekerja di Rumah Sakit. Wildan merasa ia dispesialkan karena ia anak dari Sean, tapi ternyata memang Wildan butuh yang seperti itu, ia tidak bisa menhandle kulish, kerja, dan Pandu sekaligus. Meski Pandu selalu mengatakan ia baik-baik saja di rumah.

“Terus mau ke Rumah Sakitnya kapan?”

“Minggu depan deh, Rabu atau Kamis gitu, ya? Maaf banget, dear.. aku gak bisa ninggalin ini.”

“Aku gak masalahin itu Wil, silakan aja, mau ke Rumah Sakitnya nanti lagi ya gak papa, mau aku cuma sama Bu Liani juga gak papa, tapi kan pasti kamu gak mau, maunya kamu ikut kan?”

“Iyaa..” Sahutan Wildan berubah lemas, ia merangkak naik ke kasur, lekas memeluk Pandu dan merebahkan dagunya di paha Pandu. “Tapi nanti aku usahain Rabu atau Kamis, sekalian aku buat janji juga ke Rumah Sakit, biar kamu gak nunggu lama di sananya. Ya?”

Proposal (BL 20+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang