"Put? Kamu belum tidur? Besok gak fit loh."
Puti mendongak, melihat Pandu di ambang pintu. "Aku matiin dulu ya Wil, nanti aku kasih tau kok soal yang dibilang ibu kamu itu."
Ya Pandu hanya bisa menghela napas, ternyata Wildan yang membuat Puti masih terjaga hingga jam segini. Ia melangkah masuk tanpa perlu izin, sekadar duduk di tepi ranjang dan menjadikan pangkuannya sebagai bantal untuk Puti. Senyumnya mengembang, memain-mainkan rambut Puti yang tidak seberapa panjang, "Deg-degan ya Put?"
"Ya gitu.." Puti terkekeh, "Besok kita pake baju apa?"
"Kata kamu batik yang waktu itu."
"Norak gak sih?"
"Nggak kok. Biasa aja."
"Eh Pandu, besok tuh kan acara tuker cincin gitu ya, cincin tunangan kan? Nah tadi tuh Wildan ngasih tau kalau yang bakal makein aku cincin tuh ibunya dia. Jadi bukan Wildannya, itu mah pas nikah."
"Ooh gitu." Pandu mengangguk, ia sendiri baru paham soal yang seperti itu.
"Terus, kan keluarga aku cuma kamu, jadi yaa paling kamu yang makein cincin ke Wildan."
"Lah? Emang lamaran tuh gitu ya? Bukan cincinnya buat kamu aja?"
"Nggaak, pas waktu lamaran Mbak Friska itu gitu juga. Jadi mamanya calonnya Mbak Friska nih makein cincin ke Mbak Friska, nah mamanya Mbak Friska makein ke calonnya. Ya aku kan gak ada ibu, jadi kamu lah, mau gak mau."
"Yaa.. iyaa sih. Tapi aneh aja gitu, masa aku?"
"Ya siapa dong? Ibu tetangga?"
Pandu agak tertawa, "Ya nggak juga."
"Gak papa ya pakein ke Wildan? Pleease."
"Hmm, iya deh."
"Thank you, kamu emang paling ngerti."
"Iya iya, udah gih tidur. Makin malem loh."
"Tidur sini aja, aku masih mau cerita banyak."
"Gak besok aja?"
Puti menggeleng, ia mau malam ini juga cerita. Pandu sama sekali tidak diberi kesempatan untuk menolak. Pandu sempatkan keluar kamar untuk mengecek dan mematikan lampu sekaligus mengambil selimutnya sendiri. Begitu kembali ke kamar Puti, kembarannya itu sudah siap tidur, sudah di balik selimut.
Puti benar-benar cerita banyak hal. Padahal semakin malam dan jujur Pandu sebenarnya lelah ingin lekas istirahat. Tapi Pandu adalah orang yang menghargai semuanya. Ia tetap terjaga mendengarkan cerita Puti, sampai Puti sendiri yang terlelap lebih dulu.
Kamar jadi sangat sepi, hanya terdengar suara detik jam. Giliran Pandu yang tidak bisa tidur. Memikirkan kata-kata Puti tadi. Ia paham kalau hanya ia seorang yang Puti punya, tapi tetap canggung kalau harus memakaikan cincin pada Wildan. Ya memang tidak ada maksud apa-apa, artinya juga ia rela memberikan Puti pada Wildan.
Pun masalah sepulang dari tempat les tadi ternyata masih saja menumpuk di kepala Pandu, ia ingin cepat pagi hari. Kalau bisa, lewat sehari.
Acara lamarannya hanya sederhana, hanya makan-makan di restoran dengan keluarga dari ibu sambung Wildan. Sementara Puti hanya datang berdua Pandu. Benar-benar keluarga inti saja.
Acara sakralnya mungkin hanya saat tukar cincin. Ah, itu pun penuh canda. Pandu bisa melihat jelas ibu sambung Wilan menyayangi Puti, sehabis ia memakaikan cincin sederhana dengan satu mata permata, Liani memeluki Puti dengan sayang. Pandu yang melihatnya turut merasa hangat. Ia turut senang Puti dapat calon ibu mertua seperti Liani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Proposal (BL 20+) [COMPLETE]
RomanceKetika kamu berjuang untuk membahagiakan, namun juga harus belajar memberi dan mengikhlaskan. . . . ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ Ada beberapa part bersifat 𝐑𝟐𝟎+, harap bijak dalam memilih dan membaca cerita. publikasi pertama : 15 September 2...