Ring : 13

1.7K 209 43
                                    

Sesuai seperti yang sudah direncanakan, Puti menjalani pengobatan di Rumah Sakit Kanker. Pandu dan Wildan bergantian menemani Puti tiap malam. Kadang keduanya harus stay di Rumah Sakit seharian dan izin dari kerjaan, karena ternyata efek yang diberikan dari terapi pada Puti cukup parah. Kemoterapi dan Radioterapinya jadi berlangsung sangat lambat karena Puti yang selalu drop tiap habis melakukan terapi.

Rontok rambut? Sudah pasti. Puti butuh waktu sebulan sampai rambutnya benar-benar hilang. Ia tidak berani melihat cermin, tiap hari Pandu atau Wildan selalu membawakan topi rajut baru, bermotif ceria agar Puti juga senang memakainya. Puti, bahkan Pandu juga Wildan kira terapinya hanya butuh waktu 10 hari seperti yang sudah diperkirakan, tapi sampai sebulan Puti masih harus melakukannya.

Cuci darah juga jadi seminggu sekali karena efek dari kemoterapi. Ah, lupakan sola rontok rambut sampai Puti botak, sebenarnya Puti, Pandu dan Wildan tidak masalah dengan itu, mereka paham efek samping pengobatan Puti, yang harus benar-benar Pandu, Wildan dan para dokter pikirkan adalah efek samping setiap Puti baru selesai menjalani terapi. Ia bisa drop berhari-hari. Bukan sekadar lemas biasa, kadang Puti sampai tidak mampu bangkit dari kasurnya sendiri.

Perih hati Pandu melihat saudaranya menderita seperti itu.

Kadang ada hari dimana Puti tidak mampu makan sampai harus menggunakan selang, kadang ada hari dimana Puti terlihat tidak sakit sama sekali. Senyumnya masih sangat cerah, amat-amat cerah, tapi ketika Puti tumbang, saat terlelap pun Puti terlihat kesakitan. Dokter bilang wajar, itu reaksi dari tubuh Puti, tapi tentu sama sekali tidak wajar untuk Pandu dan Wildan. Terutama Pandu.

Kalau saja Pandu bisa langsung mendonorkan sumsum tulang belakangnya untuk Puti, tanpa Puti harus melakukan terapi tersebut, sudah Pandu lakukan sejak lama. Namun sayangnya memang terapi tersebut harus Puti lakukan, Pandu tidak bisa mengelak. Pandu harus bisa terbiasa melihat Puti kesakitan sebelum nantinya Puti sehat bersama Pandu, juga Wildan.

Hari ini Pandu datang dengan topi rajut baru untuk Puti, warnanya coklat tua. Puti hanya bisa tersenyum menyeringai ketika menerimanya. Yaa warna coklat tua memang warna kesukaan Pandu, padahal harusnya Pandu bisa memberikan topi dengan warna kesukaan Puti.

“Wildan udah ngasih kabar kapan dia kesini?”

“Mungkin malem.” Jawabnya, seraya duduk agak maju agar Pandu bisa duduk di belakangnya. “Tapi kayaknya malem ini dia gak bisa nginep. Gak tau deh, dia juga gak yakin soalnya katanya ada janji di vet gitu lah.”

“Hmm.” Pandu mengangguk, tangannya lembut memakaikan lotion untuk kepala Puti, seraya memijat-mijat lembut. “Put.”

“Hmm.”

“Tau gak?”

“Apaan?” Puti membuka matanya, melirik Pandu di belakang. Tapi bukan jawaban yang Puti dengar, malah kekehan. “Apa sih?”

“Kamu inget gak sih, yang pas dulu aku ngajar di SMA. Ya gak awal banget sih, tapi itungannya aku waktu itu masih jadi guru baru.”

“Iya?”

“Pernah kan aku cerita, aku pernah ngehukum murid yang rambutnya panjang.”

“Ooh.” Puti gelak tertawa, ia ingat benar cerita Pandu yang satu itu. “Yang kamu gunting itu rambutnya kan?”

“Iya, itu. Terus kan abis itu gak ada yang berani rambutnya panjang lagi, terus aku jadi mikir. Jangan-jangan, kamu jadi botak begini karena karma aku motong rambut dia ya?”

Dan tawa Puti makin-makin jadi, sampai nasal kanulnya harus dipegangi agar tidak lepas. Wah, sudah lama sekali Puti tidak terbahak sampai perutnya sakit. Ia paham cerita Pandu agak kelam, tapi memikirkannya malah buat Puti tertawa-tawa.

Proposal (BL 20+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang