Ring : 10

2K 215 27
                                    

Mendekati hari H pernikahan, Puti mendadak dibawa ke Rumah Sakit, lagi-lagi drop. Ia sampai harus dibawa dengan ambulan dari kantor tempatnya bekerja. Pandu yang sedang mengajar langsung izin tanpa pikir panjang. Puti yang drop bukan hal aneh untuk Pandu, tapi baru kali ini Puti sampai dibawa dengan ambulan karena tidak sadarkan diri.

Kakinya melangkah cepat seraya memegangi handphone dengan tangan gemetar.

"Halo? Pandu?"

"P-puti dibawa ke RS, Wil." kata-katanya bahkan turut bergetar. "P-puti d-dibawa ke RS. Sekarang aku di RS."

"Kamu di RS? Aku kesana ya. Kamu tenang, jangan panik. Aku kesana sekarang. Kamu udah ketemu Puti?"

"B-belum.. belum. Aku tadi ke UGDnya tapi katanya Puti lagi dibawa ke ruang radiologi."

"Oke. Aku kesana. Kamu tunggu ya?"

"Sorry." katanya berubah lemah. "Sorry Wil."

Wildan yang mendengarnya juga jadi tidak bisa mengatakan apa-apa. Ia hanya diam sampai teleponnya mati sendiri. Matanya melirik daftar jadwal hari ini, nampaknya perjanjian dengan pasien hari ini pun harus ditunda atau dialihkan pada rekannya.

Ia coba hubungi temannya barang kali bisa datang menggantikan Wildan yang pulang lebih awal. Wildan sekadar pamit dengan perawat pembantu di vet, ia ingin lekas ke Rumah Sakit menemui Pandu, atau bahkan Puti. Bagi Wildan, Puti yang mendadak ke Rumah Sakit juga bukan hal aneh, tapi baru kali ini Wildan dengar suara Pandu gemetaran sampai meminta maaf. Entah kenapa ia sadar ada yang tidak benar.

Dari parkiran Wildan langsung berlari ke ruang tunggu di depan ruang radiologi. Ia bisa langsung menemukan Pandu, sedang terduduk menunduk.

"Pandu?"

"Wil?" Cepat Pandu bangkit. "Puti-"

"Gimana ceritanya? Kok bisa sampe sini?"

Pandu menggeleng keras, tangannya kembali terasa dingin. "Gak tau.. tiba-tiba aku dapet telpon dari temennya Puti, katanya Puti pingsan pas lagi meeting. Pas dicoba dibangunin Puti gak bangun, akhirnya dibawa kesini pake ambulan."

"Astaga." Wildan buang napasnya dengan kasar, penuh rasa menyesal. "Pasti kecapekan deh. Kemaren-kemaren dia ngurusin nikahan padahal udah aku bilang gak usah karena udah ada yang ngerjain, tapi dia tetep aja mau sendiri." sungguh Wildan menyesal telah percaya kata-kata Puti untuk mempercayai ia akan baik-baik saja. "T-tapi kamu gak papa?"

"Aku gak papa.. cuma takut."

"Nggak, nggak. Puti gak bakal kenapa-napa. Dia kecapekan aja karena gak mau denger omongan kamu. Dia istirahat disini, terus pulih. Ya?"

Pandu masih menggeleng pelan meski ia ingin sekali mempercayai kata-kata penguat Wildan. Dibawanya Pandu kembali duduk, menunggu Puti keluar dari ruang radiologi. Pandu sekadar menunduk, telinganya bisa dengan jelas mendengar percakapan Wildan dengan rekannya mengenai perjanjian kucing yang akan disteril dan divaksin hari ini. Mungkin ada pasien lain lagi yang akan datang, Wildan hanya mewanti-wanti dan semua bisa Pandu derngar.

Ia sempat lupa Wildan seorang dokter juga. Sayangnya hanya dokter hewan. Tiba-tiba Pandu memikirkan seandainya Wildan dokter penyakit dalam, atau dokter yang biasa menangani kanker, Pandu tidak akan sekacau ini karena ada Wildan yang akan menjaga Puti. Meski sekadar domter hewan pun, Wildan sudan memperlihatkan kalau ia sangat menjaga Puti, bahkan Pandu sekalipun.

Begitu pintu dibuka, Pandu lekas bangkit lagi. Hatinya hancur melihat Puti hanya terbaring memakai sungkup oksigen. Selama ini paling-paling Pandu hanya melihat Puti sengan nasal kanul.

Proposal (BL 20+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang