"Kamu emang nanya-nanya soal nikah ke Wildan?"
"Aku nanya juga bukannya nyuruh-"
"Ya tapi kan kamu tau sendiri Ly, Wildan sama Pandu tuh gak mau nikah karena apa? Karena Puti kan? Pandu yang ngerasa gak enak Ly, Wildan hargai lah keputusan Pandu. Lagian apa salahnya sih gak nikah? Toh mereka bahagia kok."
Liani menarik napas gusar, tidak menyangka kini ia malah jadi ribut dengan mantan suaminya.
"Soal Bella juga-"
"Kamu tau soal Bella?"
Sean menggeleng, ia melirik Helen dan Yudha yang kemudiam dua-duanya juga menggeleng. "Kita gak tau, Bella bener-bener gak pernah cerita soal itu. Kayaknya dia belum siap."
"Mama bakal cerai sama Ayah karena Kak Bella begitu?"
"Ya nggak lah Dek, ngomong apaan sih?!"
"Nanya doang aku, gak usah ikut dimarahin." Yudha melengos, menarik punggungnya lagi untuk bersandar dan lekas dapat rangkulan sang ayah. Ia rasa, ibunya ini mungkin memang sedang sensi.
"Ly, Bella masih anak kamu kan?"
"Mau anak siapa lagi?" tapi Liani juga belum mereda. "Bella langsung pergi gitu sebelum aku bilang apa-apa. Iya, aku tau Bella terlanjur kesel duluan sama aku, tapi ya gimana aku bisa paham soal dia kalo dianya gitu?"
"Kak Bella belum cerita apa-apa, ke aku aja gak cerita berarti kan emang Kak Bella belum siap Ma. Mungkin masih mau mikirin dulu. Mama tadi neken-neken Kak Bella sama Kak Wildan, kayak nodong nyuruh buruan nikah." tutur Yudha panjang lebar, "Yaa siapa yang gak kesel coba digituin?"
"Udah lah Ly, kamu istirahat aja sana. Besok ngobrol lagi sama Bella. Udah malem juga.” Sean mengambil keputusan, “Yudha, tidur sana.”
“Hmm.” Yudha lekas bangkit, rasanya ia jadi lebih menurut apa kata Sean dibanding kata kedua orangtuanya. Padahal sejak tadi ayahnya juga duduk disana, di sampingnya. Tapi hanya diam, Yudha pikir, sebenarnya ayahnya ini kenapa? Bukannya mengatakan sesuatu atau apa malah diam saja. Sudahlah, Yudha tidak mau memikirkan, tidak penting.
Liani sendiri bersama suaminya juga lekas kembali ke kamar, bersisa Sean dan Helen yang hanya terdiam di ruang tengah. Mereka saling lirik, lalu sama-sama membuang napas kasar. Siapa yang menyangka, malam kumpul keluarga ini berubah jadi sangat dingin. Sean bangkit tanpa mengatakan apa-apa, melenggang menaiki anak tangga, bersisa Helen yang masih harus menyiman makanan di meja.
Di kamar, Wildan hanya duduk di tepi ranjang, menimang Pranna yang masih memandanginya, mengelus-elus dagu Wildan, memilih untuk tidak lekas tertidur setelah minum susu seperti kedua saudaranya. Wildan balas pandangan Pranna, seperti memandang Pandu, Pranna dan Prama memang lebih mirip dengan Pandu, meski tidak dengan matanya, Wildan yakin mata kedua anak laki-lakinya lebih mirip dengannya, sama seperti Winny.
“Tidur Pranna, udah malem.” Katanya lembut, ia usapi kepala Pranna. Tapi bayinya itu masih saja mengelusi dagu Wildan, buat Wildan terkekeh lama-lama, karena memang anak tengahnya ini menolak untuk terlelap.
“Jangan malah ketawa, nanti malah makin gak mau tidur.”
Dan yaa, Wildan malah jadi tertawa, Pranna di gendongannya ikut senyum lebar melihat Wildan cekikikan. Pandu yang melihat hanya menggelengkan kepala.
“Lucu banget deh, dari tadi gak berhenti megangin dagu aku. Mau tumbuh jenggot kali ya?”
“Tck, Pranna emang gitu, kalo ngantuk suka ngelus-ngelus. Kamu malah ketawa ya dia makin seger lah Wil.”
“Yaa.. lucu sih, kan aku jadi gemes.”
Pandu buang napas, bangkit dari kasur untuk memindahkan Winny ke baby box bersama Prama yang sudah terlelap sejak pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Proposal (BL 20+) [COMPLETE]
RomansaKetika kamu berjuang untuk membahagiakan, namun juga harus belajar memberi dan mengikhlaskan. . . . ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ Ada beberapa part bersifat 𝐑𝟐𝟎+, harap bijak dalam memilih dan membaca cerita. publikasi pertama : 15 September 2...