"Kita ke dokter ya?".
"Aku gak papa, kayaknya karena kurang tidur aja. Semalem aku emang gak bisa tidur, kepikiran Bu Lestari."
Wildan tarik napasnya dalam-dalam, dihembuskan dengan perlahan. "Kamu tidur dulu, lumayan kan sampe di rumah nanti."
"Kita gak jadi mampir beli makan?"
"Gampang, nanti aku yang beli."
"Um.." Pandu hanya menyahut, ia sandarkan kepalanya ke belakang, meski bisa saja pada bahu Wildan tapi mereka sedang di taksi, kurang pantas rasanya.
Wildan genggami tangan Pandu di balik jaketnya. Mengusap pelan dengan ibu jarinya di punggung tangan Pandu. Wildan menyesal ia membiarkan Pandu sendiri, tapi memang Pandu yang bilang mau sendiri. Pun, Pandu jadi seperti ini mungkin memang karena Lestari.
Ia belum sempat tanya soal apakah Pandu mendapatkan apa yang ia cari atau malah tidak sama sekali. Soal kepergian Lestari saja Wildan belum tanya lebih lanjut, ia lebih fokus pada kondisi Pandu kini, yang pucat meski tanpa demam.
Mereka tiba di apartemen sekitar jam 8 malam, ya jalanan macet, dimana-mana macet. Wildan sampai tidak enak sendiri dengan sopir taksinya. Belum lagi lapar yang menyerang.
Wildan kembali ke rumah setelah bertahun lamanya tidak kembali. Tidak merasa asing, hanya sedikit merasa ada yang berubah. Mungkin karena masih jetlag juga, Wildan tidak begitu fokus pada sekitar, fokusnya hanya pada Pandu seorang.
"Aku udah beresin kamar kamu, kalo mau langsung tidur silakan."
"Pandu, kamu yang istirahat."
"Hmm.. tapi aku siapin makan dulu."
"Aku aja." sela Wildan cepat. "Tidur. Nanti aku bangunin kalo udah jadi."
"Hm... makasih Wil." ucapnya lemas, lemas karena mengantuk bukan karena hal lain. Pandu melenggang ke sofa, menyimpan tas selempang kecilnya lalu berbaring disana, memakai selimut dan kembali memejamkan mata.
Wildan seketika bengong, "Di kamar dong Pandu." dan protes kemudian. Sampai-sampai Pandu membelalakan matanya kaget. "Di kamar, kenapa malah di sofa?"
"H-hah? Oh.. AC kamar aku mati Wil."
"Kamar aku juga?"
Pandu menggeleng.
"Ya tidur di kamar aku kan bisa. Jangan bilang kamu tidur di sofa selama ini?"
Pandu menggeleng lagi, "Awalnya bisa, tapi udah seminggu ini gak bisa, anginnya panas gitu."
Wildan buang napasnya kasar, benar, ia tidak habis pikir dengan Pandu. "Di kamar aku. Sana."
"Aku gak mau tidur di sana, itu kamar kamu sama Puti."
"Astaga." dan benar-benar tidak habis pikir. Ia langkahkan kakinya mendekati Pandu, menarik Pandu sampai berdiri dan mengangkat tubuhnya tanpa peduli protes Pandu yang minta turun. Wildan sudah masa bodo, ia angkut tubuh Pandu ke kamarnya, ia rebahkan di kasurnya yang rapi. "Tidur."
"Wil- mmh." Pandu sendiri sama sekali tidak diberi kesempatan untuk menyela, Wildan lebih dulu menyumpal mulut Pandu dengan ciuman panjang. Entah ciumannya karena memang rindu atau memang agar Pandu diam. Pandu harap yang pertama, karena ia juga merindukan Wildan.
"Tidur, okay?"
"Hm.. tapi kamu juga tidur sini."
"Iya, aku siapin makan dulu."
Pandu baru mengangguk, tangannya enggan melepas genggaman Wildan. "Aku minta maaf Wil."
"Iya, nanti kita ngobrol lagi ya. Sekarang kamu tidur dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Proposal (BL 20+) [COMPLETE]
RomanceKetika kamu berjuang untuk membahagiakan, namun juga harus belajar memberi dan mengikhlaskan. . . . ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ Ada beberapa part bersifat 𝐑𝟐𝟎+, harap bijak dalam memilih dan membaca cerita. publikasi pertama : 15 September 2...