Ring : 11

1.9K 211 20
                                    

Tinggal bersama ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Masing-masing harus saling membiasakan diri, ya Pandu, ya Puti, bahkan Wildan sendiri. Mungkin Wildan sudah terbiasa karena itu rumahnya, pun Puti dan Pandu juga sudah terbiasa bersama-sama, tapi nyatanya menyatukan mereka di satu rumah untuk tinggal bersama-sama buat canggung juga.

Ya, sudah sejak seminggu yang lalu Pandu resmi ikut pindah ke apartemen Wildan. Kamar yang semula selalu kosong di apartemennya itu diberikan untuk Pandu. Dari hari pernikahan Puti dan Wildan menikah, Pandu tidak langsung pindah, ia masih tetap tinggal di apartemennya untuk mengurus beberapa hal dengan pemilik apartemen. Baru tepat seminggu yang lalu ia pindah, dan memang canggung. Pandu tidak mau bohong.

Puti sudah sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga, ia mengundurkan diri, akhirnya. Setelah mengobrol panjang berdua Pandu, tanpa Wildan sebagai suaminya. Pertengkaran yang lalu itu mampu membuat Puti tersadar, bahkan ia tidak benar-benar memikirkan Pandu. Kembarannya itu memang selalu menjadi yang paling utama bagi Puti, tapi Puti justru malah lupa akan dirinya, lupa memikirkan bagaimana perasaan Pandu ketika ia tumbang. Ia menyesal akan itu.

Sebuah foto pernikahan dengan Wildan, Puti dan Pandu di dalamnya terpajang di meja ruang tengah. Pandu sempat bertanya, kenapa hanya mencetak satu foto? Padahal Pandu ingat sekali Puti dan Wildan melakukan foto-foto selama pernikahan kemarin. Jawaban yang didapat Pandu hanya sekadar, “Foto bertiganya lebih bagus dari yang lain.” Tentu Pandu hanya bisa mengernyit mendengar jawaban Puti. Setelahnya tidak pernah Pandu bahas lagi.

Masih jelas di ingatan Pandu, hari pernikahan Puti dan Wildan waktu itu. Rencana standing party tentu gagal total, Wildan merubahnya, sampai akhirnya Puti sama sekali tidak pernah turun dari pelaminan, ia duduk disana, sesekali berdiri untuk foto dan bersalaman dengan tamu. Dari sana Pandu benar-benar melihat, kalau kembarannya menikah dengan orang yang tepat. Ia berharap, kebahagiaan Puti dan Wildan bertahan selamanya.

Kalau ditanya soal bulan madu, antara Puti dan Wildan jawabannya selalu sama. Pandu sampai lelah sendiri mendengarnya, ia harap orang-orang berhenti bertanya soal bulan madu mereka yang tidak akan pernah terlaksana kalau Pandu sendiri masih menolak.

Ya gimana tidak menolak?

Bulan madu mana yang mengajak saudara kembarnya ikut bersama? Bulan madu kan harusnya hanya berdua, sebagai ajang pacaran setelah menikah. Kalau Pandu ikut, namanya bukan bulan madu, liburan biasa.

“Tapi liburan juga kayaknya seru ya Put, gak usah honeymoon. Iya kan?”

Puti mengangguk cepat tanpa melepas emutan sendok bekas yogurtnya dulu.

Pandu yang melihatnya, lagi-lagi untuk kesekian kalinya sampai Pandu tidak bisa menghitungnya, ia hanya bisa memutar bola mata, menghembuskan napas dalam. “Kenapa sih aku harus ikut?”

“Yaa, biar lebih seru aja.” Tutur Wildan lagi.

“Iya, lagian kalo cuma berdua tuh kayak gabut gitu gak sih Wil?”

“Hm.” Angguk Wildan setuju. “Terus, kalo bisa bertiga kenapa harus berdua sih?”

“Nah!” Pungkas Puti, seraya menjentikan jari penuh semangat.

“Tau ah.” Ya lagi-lagi Pandu hanya melengos. “Aku gak paham lagi. Kalo kalian mau liburan, ya liburan, tapi kalo sama aku ya aku gak bisa, lagi banyak kerjaan dari sekolah.”

Proposal (BL 20+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang