Part 19 🦎🐍

2.2K 136 42
                                    

Hai..... hula"... apa kabar semuanya? lama tidak berjumpa... Omo... apa masih adakah penghuni yg menunggu ini cerita?

Maaf ya guys... seperti info sebelumnya kalau aku lagi down parah, jadi aku gak sanggup untuk nulis. Do'in aja awal tahun aku bakalan rutin. Wehehe...

Yuks, lanjut yuks... ceritanya. Yg udah lupa adegan, monggo silahkan putar balik dulu. Aku sama aja kok guys... puter balik dulu sebelum nulis... 🤣🤣

Oh iya, sebelum lanjut, pada punya akun tiktok gak? Boleh dong yg punya mampir ke lapakku. Cek aja dulu playlistnya, siapa tahu ada yg berminat. Jangan lupa koment yg banyak, kalian mau konten apaan.

BTW AKUN TIKTOK KU SAMA KAYAK USERNAME AKUM INI YA...

"Apa yang mau kamu lakukan?" tanya Ferlita dengan raut wajah yang sudah begitu marah.

"Aku tidak suka kau bermain di belakangku baik wanita ataupun pria!" tegas Daniel dan melirik ke arah Ferlita sekilas.

"Siapa kamu sehingga bisa melarangku semaumu?" tanya Ferlita yang kini menatap ke arah Daniel yang fokus menyetir.

"Aku suamimu!" tegas Daniel dan langsung menatap ke arah Ferlita, hanya sebentar karena dia kembali fokus menyetir.

"Siapa yang mau menikah denganmu? Aku tidak menyukaimu dan aku tidak mau menikah dengan pria gila sepertimu!" marah Ferlita.

Ferlita kemudian mencoba membuka pintu mobil, sayang pintu terkunci otomatis. Ia tidak kehabisan akal, ia mencoba meraih ke arah pintu sebelah Daniel untuk membuka kunci otomatisnya. Daniel yang sedang menyetir pun terganggu sehingga pergerakan mobil menjadi tidak stabil karena satu tangannya menghentikan tangan Ferlita.

"Ferlita hentikan! Apa kamu mau membunuh kita?" tanya Daniel dengan suara keras membuat Ferlita terdiam seketika. Tanpa sadar Ferlita menundukkan kepalanya dan setetes air mata mengalir dari sudut matanya. Tubuhnya mulai bergetar dan Daniel pun melihatnya. Ia menghidupkan sen untuk menepikan mobilnya.

Mobil menepi dan kini Daniel hanya diam menatap ke arah Ferlita yang menahan suara tangisannya hingga tubuhnya bergetar. Di dalam mobil itu kini hanya ada suara Ferlita yang masih menahan suara tangisannya. Perlahan tangan Daniel bergerak untuk menyentuh puncak kepala Ferlita. Namun, tangannya hanya mengambang saja di atas puncak kepala Ferlita. Ia ragu apakah tindakannya benar atau salah.

Ferlita sudah menghentikan tangisannya, tangannya bergerak untuk mengambil tisu yang ada di dasbord. Daniel hanya diam dan kini ia mengalihkan pandangannya ke arah depan. Ferlita pun kini sudah mulai tenang. "Sebenarnya apa mau kamu? Kita tidak saling mengenal dan hanya pernah tidur bersama. Kenapa kamu melakukan semua ini padaku?" tanya Ferlita dengan suara seraknya karena habis menangis.

"Aku menyukaimu dan aku tidak suka kamu melakukan hal-hal semacam itu dengan wanita!" tegas Daniel.

"Itu urusanmu, tapi kamu tidak ada hak untuk melarangku dekat dengan siapapun. Kamu bukan siapa-siapaku!" ucap Ferlita yang mulai meninggikan suaranya.

Marah, Daniel sangat marah. Ia tidak suka dengan wanita yang berani meninggikan suaranya di depannya. Ia pun melajukan mobil dengan kecepatan penuh membut Ferlita langsung terdiam dan ia mencengkram kuat seatbeltnya seraya memejamkan mata. Daniel terus melajukan mobilnya tanpa peduli Ferlita yang ketakutan. Jalanan yang lenggang membuat Daniel pun gelap mata dan melajukan mobilnya hingga kini ia sudah sampai di penthousenya. Ia segera turun dari mobil, kemudian bergegas ke pintu samping. Ferlita masih menutup matanya erat karena rasa takutnya.

Daniel tidak mempedulikan itu, yang ia pedulikan saat ini hanyalah memberi pelajaran pada Ferlita agar tidak meninggikan suara di depannya. Ketika Daniel sedang marah, jangan mencoba mendebatnya karena apapun yang di lakukan lawannya walau itu benar ia tidak segan-segam memberi peringatan keras. Daniel tetaplah Daniel, walau sudah lima belas tahun tetapi sifatnya jika sedang marah di pancing dengan hal-hal yang tidak ia sukai maka ia akan semakin marah.

Ferlita melupakan hal itu karena ia juga sedang sangat marah. Ia tidak habis pikir kenapa mantan suaminya ini begitu yakin jika ia Ferlita. Padahal jelas-jelas Daniel hanya mengetahui tentang identitas barunya. Air mata tanpa sadar menetes keluar dari sudut matanya yang masih terpejam karena takut dengan kecepatan mobil yang di bawa mantan suaminya ini.

Daniel membuka seatbelt Ferlita membuat Ferlita kini membuka matanya. Wajah mereka saling berhadapan hingga hebusan napas keduanya sama-sama terasa di wajah mereka. Daniel tanpa basa basi langsung meraup bibir Ferlita yang hanya terdiam. Tangan Daniel bergerak memindahkan kaki Ferlita kemudian mengalungkan kaki Ferlita ke pinggangnya. Kedua tangan Daniel kini mengangkat tubuh Ferlita dan reflek Ferlita mengalungkan tangannya di leher Daniel. Ciuman Daniel yang sedari tadi sudah mencoba mencari lawan akhirnya bersambut.

Ferlita mulai hanyut dengan ciuman sang mantan suami. Daniel pun mengangkat tubuh Ferlita kemudian keluar dari dalam mobil. Dengan kakinya ia menutup pintu mobilnya masih dengan posisi yang sama. Kini ia berjalan ke arah lift untuk menuju penthousenya. Dengan sedikit kesulitan ia menekan tombol lift untuk menuju penthousenya. Ia tidak mau melepaskan ciumannya karena bisa saja Ferlita nantinya akan menolaknya. Daniel tidak sepenuhnya larut dengan ciumannya karena ia tidak mau lengah. Kini ia sudah masuk ke penthosenya dan sampai di ruang tamu hingga suara pecahan gelas membuat Daniel melepaskan ciumannya.

"Feli!" ucap Daniel begitu terkejut dan reflek Daniel pun langsung menurunkan Ferlita dari gendongannya.

Feli hanya diam tidak berkata karena ia masih terkejut dengan apa yang dia lihat barusan. Sewaktu telponan sebelumnya ia juga masih berusaha menolak, tetapi kali ini ia yakin jika papanya akan menikah. "Feli enggak mau punya mama. Mama Feli tetap mama Ferlita, gak ada yang lain!" teriak Feli dengan wajah marahnya. Matanya sudah sangat berkaca-kaca hingga padangannya sudah tidak jelas.

Tiba-tiba saja Feli bergerak ke arah meja yang ada di depan televisi, mengambil sesuatu yang membuat mata Daniel membelalak. "Feli, apa yang kamu lakukan?" tanya Daniel dengan wajah kahwatirnya. Bagaimana tidak kahwatir jika saat ini Feli sedang mengarahkan pistol ke kepalanya sendiri dalam posisi pistol itu siap di tembakkan.

"Feli enggak mau papa menikah, bukan karena Feli enggak sayang sama papa. Tapi kasi waktu Feli untuk ngerasain kasih sayang papa," ucap Feli yang air matanya mulai mengalir membasahi pipinya.

"Lima belas tahun pa, lima belas tahun papa di penjara. Feli belum puas bareng-bareng dengan papa. Tapi sekarang-" tatapan Feli kini menatap Ferlita. Feli mungkin pernah melihat foto sang mama, tetapi lima belas tahun ia tidak pernah bertemu sama sekali dengan mamanya jadi ia tidak tahu jika dihadapannya adalah sang mama. Ferlita hanya menatap putrinya yang sudah tumbuh besar.

"Wanita itu dengan mudahnya membuat papa enggak peduli lagi sama Feli. Apa Feli harus mati dulu seperti mama, pa?" tanya Feli yang kini menatap serius ke arah Daniel dengan mata sembabnya.

Daniel berjalan mendekati putrinya, "Jangan mendekat pa, atau Feli menarik pelatuknya!" peringat Feli dengan suara marahnya.

"Sayang..." Daniel pun berlutut di depan putrinya. Wajahnya begitu khawatir dengan putrinya yang seperti ini. Ia tidak tahu jika putrinya akan datang karena tidak ada satupun yang memberitahu tentang putrinya yang akan menyusulnya.

Ferlita yang tidak sanggup menahan tangisannya pun segera membalikkan tubuhnya dan pergi dari sana. Putrinya sudah tumbuh dewasa dan putrinya begitu mencintainya. Langkahnya terhenti di depan pintu ketika sadar, putrinya saja tidak melupakannya kenapa dia begitu jahat meninggalkan putrinya yang membutuhkan kasih sayangnya.

Ferlita menoleh dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya. Matanya yang sudah penuh dengan air mata pun menatap mata Feli yang sembab karena menangis. Mereka saling memandang satu sama lain cukup lama, hingga Feli tiba-tiba saja pingsan.

Bersambung....

HAYOO... KENAPA NIH FELI?

My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang