Part 37 🦎🐍

1.1K 80 8
                                    

Hari - hari berlalu sudah hampir dua minggi dan Daniel belum juga kembali. Daniel sering menelponnya melalui panggilan vidio call. Namun, Ferlita masih berpura - pura tidak peduli dengan sikap Daniel. "Boleh arahkan kameranya ke perutmu?" tanya Daniel dengan nada suara lembut.

"Hallo anak papa, lagi apa sayang? Oh, iya, jagain mama ya. Adek jangan nakal - nakal di perut mama," ucap Daniel yang menatap perut buncit Ferlita.

"Kapan papa pulang?" tanya Ferlita dengan nada suara anak kecil. Pertanyaan itu sukses membuat Daniel terdiam beberapa saat. Walau hanya perut istrinya saja yang ia lihat, namun hal itu sudah membuat dirinya senang.

"Papa enggak bisa janji untuk segera pulang, tapi akan papa usahakan ya sayang. Adek jangan nakal - nakal ya, selama papa enggak di rumah. Adek jagain mama ya sayang," ucap Daniel dengan nada suara lembut.

"Papa enggak sayang adek ya? Makanya papa pergi?" Tanya Ferlita lagi dengan nada suara seperti anak kecil.

"Siapa yang bilang gitu? Coba ngomong langsung ke papa! Siapa bilang papa enggak sayang adek?" Tanya Daniel dengan nada suara seperti marah.

"Kenapa papa enggak bilang mama kalau mau pergi. Berarti papa enggak saya sama adek, karena enggak bilang mama," ucap Ferlita lagi dengan nada suara anak kecil.

"Enggak gitu sayang," ucap Daniel yang sudah menahan gereget pada sang istri ang sedang menirukan suara anak kecil. Namun, sebisa mungkin ia menahan dirinya supaya emosi sang istri tidak meledak jika ia mengajak istrinya langsung berbicara.

"Coba adek deket sini, biar papa bisikin ke adek," ucap Daniel dan Ferlita pun sedikit mendekatkan kameranya kea rah perut buncitnya.

"Papa sayang, sayang banget sama adek. Papa enggak ijin mama karena mama enggak pernah dengerin omongan papa. Adek jangan marah sama papa ya, papa sayang adek mama dan kakak Feli. Mmuach," ucap Daniel seraya memberikan ciuman jauhnya.

Ferlita juga melihat raut wajah Daniel yang begitu tulus ketika berbicara. Namun, wajahnya terlihat lelah dan di bawah matanya sampai ada cekungan menghitam.

"Apa kamu tidak pernah tidur?" Tanya Ferlita dengan nada suara dingin membuat Daniel yang masih menatap perut buncit istrinya itu pun sedikit terkejut.

"Aku tidur. Justru, apakah kamu bisa tidur. Adek pasti membuatmu tidak nyaman tidur," ucap Daniel menatap lurus ke kamera. Daniel mengharapkan bisa melihat wajah sang istri yang sudah dua minggi ini tidak pernah ia lihat secara langsung.

Hanya da video ataupun foto saja yang di kirimkan oleh bodyguard wanita yang di tugaskan untuk menjaga Ferlita. Tentu saja video ataupun foto itu akan berbeda jika ia bisa langsung video call dengan Ferlita. Namun, sepertinya istrinya ini masih enggan melakukan video call langsung dengannya.

"Aku tidur nyaman, justru kamu yang tidak tidur. Lihat saja bagian mata bawahmu itu sangat cekung. Apkah kamu ingin mati, hah?" Tanya Ferlita dengan nada suara meninggi dan terdengar jelas bahwa ia sedang marah.

"Lo mau punya anak lagi, jangan lo bunuh diri! Gara - gara pekerjaan lo ninggalin anak - anak lo hah!" marah Ferlita dan langsung mematikan sambungan telponnya.

Ferlita tiba - tiba saja menjadi sangat marah melihat wajah lesu dan cekungan mata dalam serta menghitam di wajah Daniel. Ia tidak suka Daniel yang begitu gila kerja sampai - sampai melupakan kesehatannya.

Rasanya, saat ini juga ia ingin menyeret Daniel pulang dan beristirahat. Penghasilan perusahaan bisa di cari, tapi jika tubuh menjadi tidak sehat bagaimana ia bisa menjalankan perusahaan dengan baik? Bekerja boleh, tetapi tetap menjaga kesehatan.

Udah kerja capek, tapi pada akhirnya uang hanya di gunakan untuk mengobati dirinya saja. Seharusnya uang bisa di gunakan untuk memenuhi keinginan dan kebahagiaan, ini malah di gunakan untuk mengobati.

Daniel menghembuskan napasnya ketika sambungan telpon terputus. Ia juga ingin segera pulang, tapi bagaimana lagi. Ia sengaja sering lembur supaya bisa segera di selesaikan. Lagi - lagi ada tikus di perusahaan, itu sebabnya ia harus membasminya. Semua bukti sudah ia temukan untuk menjebloskan pelaku ke penjara, dan ia pun harus menghadiri siding tersebut.

Hari ini ia baru bisa merebahkan tubuhnya dengan nyaman. Ia tidak masuk ke kantor karena ingin beristirahat. "Seharusnya gua enggak video call," ucap Daniel.

Daniel berjalan ke dapur untuk membuat makan siangnya. Ia membuat sapo tahu dan menggoreng ayam saja untuk makan siangnya. Sudah terbiasa melakukan sendiri jadi hanya memasak seperti ini saja mudah baginya.

Waktu berlalu, dan hari ini akhirnya Daniel bisa kembali ke Los Angeles. Ia sangat senang akhirnya bisa pulang juga. Tidak sabar bertemu dengan anak dan istrinya. Setelah sampai di bandara, ternyata Feli dan juga Ferlita menjemputnya. Padahal ia tidak memberi kabar apapun jika hari ini ia pulang. Ketika ia berjalan tidak sengaja ia bertebrakan dengan seorang wanita.

Dengan cepat ia memegangi wanita itu di bagian pinggangnya. Feli dan Ferlita serta para bodyguard yang ikut pun, melihatnya. Dengan cepat Daniel membantu wanita itu berdiri. "Mr. Daniel," ucap wanita itu seraya tersenyum.

"Kita bertemu lagi," lanjut wanita itu berucap.

Daniel tersenyum, "Maaf, aku harus menemui istri dan anakku," ucap Daniel dan segera berlalu pergi.

"Tunggu Mister," ucap wanita itu seraya memegang pergelangan tanga Daniel. Daniel mengernyitkan dahinya.

Wanita itu mendeketkan tubuhnya, kemudian ia memasukkan sesuatu di kemeja yang di kenakan Daniel. Wanita itu tersenyum kemudian pergi dari sana.

"Papa!" panggil Feli membuat Daniel segera menoleh ke sumber suara.

Feli sudah bersedekap dan wajahnya terlihat marah. Ferlita pun wajahnya tidak baik sama sekali. Hanya terlihat datar tetapi datarnya sungguh menakutkan.

Daniel pun berjalan cepat ke arah putri dan istrinya. Daniel akan memeluk Feli, tetapi Feli menahannya. "Jangan peluk - peluk!" tegas Feli.

"Papa kangen Feli, loh. Masa, enggak boleh peluk?" tanya Daniel dengan raut wajah yang di buat sedih.

"Bekas cewek murahan! Feli enggak suka!" kesal Feli kemudian membalikkan tubuhnya.

"Ayo ma, kita pulang. Papa biar pulang sendiri!" ucap Feli seraya menatap sang mama.

"Ayo," jawab Ferlita seraya tersenyum.

"Sayang, tadi enggak sengaja," ucap Daniel dan mengejar anak dan istrinya. Barang bawaannya ia tinggal begitu saja karena ada bodyguard yang akan mengurusnya.

Di dalam mobil tidak ada pembicaraan sama sekali, Daniel terus menatap ke arah belakang baik istri dan putrinya tidak berbicar sedikit pun. "Ayolah sayang, tadi papa hanya reflek aja. Bukan sengaja untuk memeluk wanita tadi," ucap Feli.

"Kenapa enggak langsung di lepasin, terus ngapa tadi wanita itu megang - megang dada papa?" tanya Feli membuat Daniel menaikan satu alisnya.

Daniel kini menghadapkan tubuhnya kedepan, kemudian ia langsung mengecek bagian dadanya, dan benar saja lagi - lagi wanita itu memberikan kartu nama padanya. Daniel meremat kartu nama itu kemudian ia memberikan kartu nama yang sudah ia remat itu pada bodyguard yang sedang menyetir.

"Urus dia!" ucap Daniel dengan nada saura dingin.

Ia sudah mengatakan dengan baik jika ia sudah memiliki istri dan anak, tetapi wanita itu masih saja memberikannya kartu nama. Ia tidak menyukai sama sekali hal itu. Feli yang mendengar perintah papanya itu membuatnya mengernyitkan dahinya.

"Kamu mau ngapain mas?" tanya Ferlita yang berubah panik.

Daniel menoleh ke arah Ferlita kemudian tersenyum. "Aku hanya membasmi hama saja. Dia sangat mengangguku," ucap Daniel seraya tersenyum.

Feli hanya memutar malas bola matanya mendengar ucapan Daniel sedangkan Ferlita terlihat terkejut.

My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang