Part 40 🦎🐍

1.3K 75 14
                                    

Yuhuuu....
Aku balik lagi.... lama ya sayang"ku. Maaf ken 🙏

Happy reading .... 😈

Suara tangisan terdengar dari luar ruang persalinan. Daniel, Feli, Andreas dan Afikah langsung menatap ke arah pintu ruang persalinan. Mereka pun merasa lega karena Ferlita sudah melahirkan.

Daniel memeluk Feli karena rasa  senangnya bahwa perasaan gelisahnya  hanya perasaan biasa saja. Dokter dan suster keluar membawa Ferlita untuk di pindahkan ke ruang perawatan. Bayi mungil yang masih merah itu ada di dalam box bayi dan di bawa keruangan bayi. "Feli ikut mama, papa ikutin adek ya," ucap Daniel seraya  mengusap lembut kepala Feli.

"Iya, pa," jawab Feli yang segera mengejar brankar sang mama. Andreas dan juga Afikah mengikuti Ferlita ke ruang perawatannya.

Daniel menatap bayi mungil berjenis kelamin laki-laki itu dari kaca besar yang bisa melihat keberadaan bayinya. Daniel tersenyum seraya memegang kaca di depannya. "Ini papa sayang," ucap Daniel dengan suara lembut dan tanpa terasa dari sudut matanya ia sudah  meneteskan air matanya. Terharu, karena ia tidak menyangka bisa menambah keturunan lagi dari seorang wanita yang membuatnya keluar dari dunia hitam. 

Setelah memastikan putra kecilnya baik-baik saja, ia pum berjalan  menuju ruang perawatan sang istri. Senyum manis itu menghiasi wajahnya yang tidak muda lagi. Langkahnya begitu pasti hingga ia kini sudah sampai di ruangan sang istri.

Ferlita sedang duduk dengan bersandar di bantal yang ia gunakan. Tanpa mempedulikan ada Andreas dan Afikah serta anak-anak di kamar itu, ia langsung memeluk tubuh Ferlita dan ia memberikan beberapa kecupan di wajah sang istri. "Terimakasih sayang," ucapnya yang masih tersenyum ceria.

"Iya," jawab Ferlita singkat.

"Pa, Ma, mau peluk juga," ucap Feli yang segera ikut memeluk mereka berdua.

Daniel hanya tersenyum, tidak lupa ia juga mengecup pipi chubby sang putri. Ia benar-benar bahagia, dunianya kembali. Bahkan kini ia mendapatkan dunia baru lagi dari lahirnya sang putra.

"Feli sayang papa, mama dan adek," ucap Feli  yang masih memeluk papa dan mamanya.

Afikah dan Andreas memilih keluar kamar, membiarkan keluarga kecil Daniel itu untuk menikmati moment bahagia mereka. Satu tangan Andreas yang bebas meraih pinggul sang istri membuat Afikah yang sedari tadi diam sedikit terkejut.

"Kamu kenapa sayang, kok diem aja? Apa kamu sedih karena Feli yang seperti itu dengan papa dan mamanya?" tanya Andreas dangan suara berbisik karena takut Daniel dan keluarga kecilnya mendengar.

Afikah hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Kini mereka berdua sudah berada di luar ruang perawatan Ferlita. "Mas," panggil Afikah seraya menoleh dan mendongak untuk menatap wajah suaminya. Pelukan Andreas pada pinggang sang istri juga terlepas.

"Kenapa? Apa kamu capek? Butuh di gendong?" tanya Andreas dengan nada menggoda.

Afikah mencubit perut suaminya yang bercanda hingga merintih kesakitan. "Serius, ih! Jangan becanda!" kesal Afikah.

"Iya, iya. Maaf. Kamu kenapa? Apa ada masalah? Coba bilang sama aku. Jangan ngasih kode-kode sayang, suami kamu ini gak bisa mecahin kode kamu," ucap Andreas dengan nada suara lembut, satu tangannya mengusap puncak kepala Afikah.

"Kalau seandainya aku yang ada di posisi Ferlita, apa yang akan mas lakukan?" tanya Afikah dengan tatapan seriusnya.

"Maksudnya gimana? Kalau kamu melahirkan seperti Ferlita gitu? Kan, kamu udah melahirkan berapa kali sayang. Ini enggak lihat, aku lagi gendong anak loh, sayang. Memangnya yang aku gendong ini, anak koala?" tanya Andreas menatap malas sang istri.

Kesal, Afikah pun langsung mencubit kuat perut suaminya hingga membuat sang empu meringis. Ia ingin berteriak, tapi sadar putri kecilnya sedang tidur. Yang ada putrinya akan terkejut dan menangis. Cara cepat mendiamkan sang putri dengan memberikan sumber makanannya. Ah, membayangkan istrinya membuka kancing bajunya sudah membuatnya mendidih. Ia tidak mau kelapa muda sang istri di lihat orang lain. Kain penutup untuk menyusui tertinggal di penthouse Daniel. Sedangkan ia saat ini hanya memakai kaos lengan panjang  tidak membawa jas sama sekali.

Andres melotot menatap sang istri. "Apa!" tantang Afikah seraya bertolak pinggang menatap berani suaminya. Tidak ada rasa takut lagi dalam diri Afikah jika suaminya bersikap menyebalkan. Beda cerita jika suaminya sedang dalam mode tegas dengan para bawahannya.

"Enggak, sayang. Hehehe ...." Andreas hanya tersenyum paksa karena takut tidak dapat jatah jika istrinya sudah seperti ini.

"Terus, maksud kamu bagaimana? Aku enggak ngerti maksud kamu yank," ucap Andreas mengalihkan kemarahan sang istri dengan bertanya maksud pertanyaan istrinya tadi.

"Jika aku di nyatakan meninggal, tapi setelah sekian tahun bertemu lagi. Apa yang akan kamu lakukan sama aku? Apa kamu akan membenciku atau kamu akan membawaku kedalam kehidupanmu lagi?" tanya Afikah yang tangannya sudah tidak bertolak pinggang. Raut wajahnya pun berubah  menjadi sendu.

"Oh, itu maksud kamu. Ada dua hal yang terjadi. Pertama jika aku sudah tidak mencintaimu, maka aku tidak akan mengusikmu. Yang ke dua, jika aku masih mencintaimu, maka aku akan membawamu kembali dalam kehidupanku," jawab Andreas seraya menatap serius Afikah.

"Apa kamu tidak masalah denganku yang pergi begitu saja tanpa memikirkanmu dan anaknya?"

Andreas tersenyum, ia membawa sang istri kedalam pelukannya. Ia mengecup samping kepala istrinya. "Ada istilah bahwa cinta itu buta. Maka mau apapun yang sudah kamu lakukan karena meninggalkanku dan anak kita, semua tidak ada masalah. Karena, tidak akan ada akibat yang tanpa sebab. Kamu memilih pergi pasti ada penyebabnya. Dan aku harus berkaca pada diriku, bahwa aku lah yang membuatmu memilih pergi," ucapnya kemudian mengeratkan pelukannya di pinggang sang istri.

Afikah memeluk pinggang suaminya dan bersandar pada tubuh sang suami. "Jika aku memilih untuk pergi darimu lagi, apa yang kamu lakukan?"

"Aku akan mengejarmu kemanapun kamu pergi. Karena kamu yang aku inginkan dalam hidupku. Aku ingin memulai semuanya denganmu, dengan diriku yang lebih baik dari sebelumnya." 

Tangan Andreas pindah ke samping kepala sang istri kemudian ia mengusapnya. "Kenapa bertanya seperti ini, hum?"

Tidak menjawab, Afikah hanya diam seraya memeluk erat tubuh suaminya. Andreas mencium puncak kepala sang istri dengan suara lembut ia berucap, "terimakasih sudah bertahan dengan diriku yang memiliki banyak kekurang. Terima kasih, sudah mencintaiku dan memberiku anak-anak yang lucu."

Afikah hanya memejamkan matanya dan menitikan air matanya. Terharu sekaligus bersyukur dengan apa yang ia dapatkan sekarang. Suami yang mencintainya dan anak-anak lucu.

Hari berlalu, Daniel sedang mengurus semuanya di administrasi. Hari ini Ferlita dan putra kecilnya bisa pulang. Daniel melangkah pasti ke kamar ferlita setelah semuanya selesai ia urus. Ia membuka kamarnya tetapi ia tidak melihat wanitanya. Ia hanya melihat putra kecilnya yang berada di atas tempat tidur dengan mata terpejam. Daniel mengahampiri tempat tidur dan duduk di pinggir tempat tidur. Ia menunggu Ferlita keluar dari kamar mandi. Namun, hampir lima belas menit tidak ada tanda-tanda ferlita keluar dari kamar mandi.

Daniel pun dengan langkah cepat segera menuju pintu kamar mandi. Ia mengetuk pintu kamar mandi seraya memanggil Ferlita. Tidak ada sahutan sama sekali dari dalam kamar mandi. Ia pun langsung membuka pintu kamar mandi yang ternyata kosong. Matanya langsung membulat dan dengan kuat ia menutup pintu kamar mandinya.

Ia akan melangkah keluar dari ruang perawatan untuk mencari sang istri. Namun, langkahnya terhenti ketika tangisan putra kecilnya menyapa pendengaranya. Ia pun menatap sang putra yang menangis. Dengan tangan yang terkepal kuat, ia  segera menghampiri putranya dan menggendongnya.

"Cup, cup, cup. Kesayangan papa," ucap Daniel seraya menenangkan putra kecilnya. Ia mengecup pipi sang putra lama dan tidak terasa air mata sudah jatuh dari sudut matanya. Perasaan gelisah kemarin ternyata hari ini terjadi.

WUHUUU..... APA INI? FERLITA MILIH PERGI? WUAHAHAHA... KABUR... SEBELUM DI AMUK!

My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang