Bab 17 🦎🐍

2.5K 135 24
                                    

Hai... Apakabar semuanya....
Semoga sehat selalu ya... tetep jaga kesehatan.
Aku masih tahap pemulihan ya guys... jadi bakalan lama upnya.

Happy reading....

Ferlita berusaha tidak terpengaruh dengan ucapan Daniel, ia pun melangkah pergi meninggalkan sang mantan suami. Dia tidak ingin berurusan dengan sang mantan, karena itu tidak baik. Mengingat bagaimana kekejaman sang suami bahkan karena hal itu Daniel masuk penjara, bukan tidak mungkin jika dia masih belum sadar dan bisa melakukan apapun untuk menyakitinya. Ia tidak mau terbelenggu lagi dengan Daniel dan termakan mulut manis Daniel. Dia Anabella Walden bukan Ferlita Anabella. Ferlita Anabella sudah lama mati semenjak ia pergi dari Indonesia.

Daniel hanya tersenyum melihat kepergian sang istri, perasaannya semakin yakin jika Bella adalah sang istri. Walau warna bola matanya dan tubuhnya berubah lebih cantik tetapi caranya menghindar, caranya berbicara masihlah sama seperti istrinya.

"Aku akan mendapatkanmu kembali. Walau lima belas tahun lalu aku melihat makammu, tetapi aku tidak pernah melihat jasadmu yang sudah terkubur di dalam tanah!" ucap Daniel penuh keyakinan.

Daniel meyakini itu istrinya karena ia sudah terbiasa menghadapi orang yang memiliki banyak identitas. Walau pekerjaan kotor itu sudah lewat lima belas tahun, ia masih bisa megetahui bahwa orang itu berbohong. Apalagi Bella atau Ferlita adalah istrinya, wanita yang pada akhirnya mampu membuat hatinya terbuka dan mampu membuatnya menyesali apa yang sudah ia lakukan.

Cara Bella menghindarinya dan cara Bella menatapnya saat berbicara sama dengan Ferlita. Nama dan penampilannya saja boleh berubah tetapi caranya bersikap masih sama.

Ferlita menghentikan sebuah taksi kemudian masuk ke dalam mobil. Ia melihat ke arah di mana Daniel berada sebelum mobil melaju meninggalkan club malam itu. Ia mau memastikan Daniel tidak mengikutinya. Taksi sudah menjauh dari club malam itu dan Ferlita pun sudah bisa menghela napasnya dengan lega. "Bumi ini luas dan banyak negara yang bisa di kunjungi. Tapi, kenapa aku bisa bertemu dengan pesakit gila itu?" tanyanya entah pada siapa.

Ia begitu kesal, tetapi tidak tahu harus melampiaskannya pada siapa. Sepanjang perjalan menuju penthousenya, Ferlita hanya menggerutu saja. Sampai di penthousenya, ia pergi ke dapur untuk mengambil air dingin untuk meredahkan amarahnya. Handphonenya berdering, nama manajernya itu terpampang di layar handphonenya. Dengan malas ia pun mengangkat handphonenya. "Ada apa?"

"Dimana kamu?"

"Aku pulang," jawab Ferlita singkat dan sambungan telphone pun langsung ia matikan karena malas mendengar omelan manajernya.

Ia pergi ke club bukan hanya untuk bersenang - senang, melainkan untuk mengurus pekerjaan. Akan tetapi, kehadiran Daniel membuatnya merasa tidak nyaman. Ferlita berjalan ke sofa dan mendudukkan dirinya di sofa. Menyandarkan punggungnya ke sofa dan kepalanya menatap ke langit - langit penthousenya. Hembusan napas berat ia hembuskan begitu saja. Semenjak kembali bertemu dengan mantan suaminya, Ferlita tidak bisa fokus dan tenang. Hembusan napas berat sering ia keluarkan. Bahkan manajernya bertanya apakah ia sedang ada masalah pun tidak ia jawab sama sekali.

Baru sehari ia merasa sedikit tenang, tetapi malam ini ia kembali bertemu dengan Daniel. "Apa aku harus kembali ke Inggris untuk menghindarinya. Tapi--" Ferlita bermonolog sendiri. Apa ia harus kembali ke Inggris atau tetap di sini dan akan bertemu dengan Daniel. Ia yakin Daniel akan terus mendatanginya.

Tiba - tiba saja suara bel penthousenya terdengar. "Siapa?" tanya Ferlita dengan suara sedikit meninggi. Ia berjalan ke arah pintu karena tidak ada jawaban dari orang yang menekan bel pintu.

Ferlita terus berjalan kemudian mengecek dari cctv siapa yang datang. Ternyata papanya yang datang, Ferlita pun membukakan pintunya. "Pa," panggil Ferlita kemudian ia mencium punggung tangan papanya.

"Bagaimana kabarmu?"

"Baik, seperti yang papa lihat," jawab Ferlita seraya tersenyum. "Masuk, pa," ajak Ferlita seraya membuka lebar pintunya.

Harris masuk ke dalam rumah sambil menggeret masuk kopernya. "Sini, biar Bella bawa ke kamar," ucap Ferlita seraya mengambil koper papanya.

Harris hanya tersenyum saja membalasnya dan membiarkan Ferlita membawa kopernya. Ia sedang ada pekerjaan di sini, jadi sekalian menginap di penthouse Ferlita untuk beberapa hari. Harris berjalan ke arah sofa dan duduk di sana. Ferlita sudah menghampiri papanya setelah meletakkan koper papanya.

"Papa sudah makan? Mau aku pesenin makanan?" tanya Ferlita yang duduk di single sofa.

"Ah, papa tadi sudah makan sebelum datang ke sini,"

"Hum..." jawab Ferlita seraya mengangguk- anggukkan kepalanya.

Harris tiba - tiba mengambil sesuatu dari jasnya. Ia memberikan barang itu pada Ferlita. "Foto Feli," ucap Harris ketika Ferlita sudah menerimanya.

Ferlita pun melihat foto yang diberikan papanya. Memang sebelum datang kemari beberapa waktu lalu papanya pergi ke Indonesia dan mengatakan jika ia bertemu Feli. Feli mengenal Harris sebagai kakeknya. Afikah dan Andreas sendiri yang memperkenalkan Harris sebagai papa Ferlita yang artinya adalah kakek Feli. Sedari kecil Afikah dan Andreas tidak menyembunyikan identitas siapa orang tua Feli, itu sebabnya Feli pun dekat dengan keluarga angkat Ferlita.

"Dia tumbuh menjadi gadis yang cantik dan juga manis. Ia mirip sekali denganmu sewaktu remaja," ucap Harris seraya melihat Ferlita yang hanya diam memandang foto Felita bersama Harris.

"Apa kak Daniel sudah bebas?" tanya Ferlita tanpa menatap Harris.

"Hum," jawab Harris yang hanya bergumam.

"Tidak di sangka, sudah lima belas tahun berlalu, waktu begitu cepat. Apakah kamu masih belum ingin kembali ke Indonesia?" tanya Harris menatap Ferlita.

Ferlita pun kini menatap Harris, "Jawaban Bella tetap sama pa, Ferlita Anabella sudah mati, dan kini hanya ada Anabella Walden!" tegasnya dan ia pun berdiri dari duduknya dan pergi meninggalkan papanya.

Harris menatap punggung Ferlita yang mulai menjauh, semenjak Ferlita terbangun dari komanya Harris sering memperhatikan Ferlita yang sering melamun. Wajah bahagianya tidak begitu terlihat. Waktu mungkin membuatnya bisa menerima apa yang terjadi dalam hidupnya dan membuatnya bergaul dengan baik. Namun, Harris sadar ketika Ferlita hanya sendirian ia lebih banyak diam dan sering menatap handphonenya di mana ada foto Feli kecil yang menjadi walpaper handphonenya.

Semenjak Harris mengetahui hal itu, ia pun sering bertanya pada Ferlita apakah ia ingin kembali ke Indonesia, jawabannya adalah sama "Ferlita Anabella sudah mati dan sekarang hanya ada Anabella Walden." Namun, setiap kali ia memberi foto pertumbuhan Felita, ia hanya diam memandangi foto putrinya itu. Hati seorang ibu tetaplah seorang ibu, walau ia sudah lama tidak bertemu tapi rasa sayangnya tidak pernah pudar sedikitpun.

Hari berlalu, hari ini Ferlita ada jadwal pemotretan, semua berjalan lancar hingga ia melihat Daniel dengan beberapa orang di sekitarnya. Ferlita berusaha mengabaikan Daniel, tetapi tampilan Daniel kali ini mengalihkan dunianya. Jas yang rapih dan dia terlihat begitu serius membuatnya terpana. Memanglah pesona Daniel pria yang sudah tidak muda lagi itu tetap memikat Ferlita jika ia sedang dalam mode seriusnya. Menurut Ferlita, Daniel yang serius dengan pekerjaan terlihat seksi dan tampan.

Pertanyaan fotograferpun membuat Ferlita tersadar dari rasa kagumnya pada Daniel. Ferlita segera menjawab pertanyaan fotografer jika teriknya matahari membuatnya tidak fokus. Ia tidak mau sampai ketahuan sedang melihat Daniel.

TBC.....

My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang