bag 4

228 17 0
                                    

#part 04
CP
####

Senja baru saja tergelincir diufuk barat, mentari kembali keperaduannya karena seharian memamerkan kegarangannya menyinari bumi menjadi terang benderang, dan kini saatnya untuk istirahat hingga esoknya pun harus menerangi lagi, hingga malam telah menyelimuti...

Entah mengapa sehabis magrib Iqbal mengajakku keluar?

Sebenarnya aku sangat malas keluar, tapi karena atas paksaan serta bujukan dari Iqbal akhirnya aku nurut saja. Sebenarnya kasihan juga aku padanya, terlebih setelah Iqbal mengutarakan terang terangan perasaannya padaku. Entah mengapa aku bingung menentukan sikapku?

Ku pandangi langit yang pekat, dan perlahan lahan bintang bintang mulai timbul tenggelam diangkasa raya. Indah. Ku hela nafas.

Kini aku sedang berdua dipematang sawah yang membentang berhektar hektar.

Agak regang sedikit! Sepertinya Iqbal merasa kikuk. Aku yang harus memulainya...

"Iqbal ada apa kamu membawaku kesini?"

"Apa kamu sudah punya jawabannya, Idor?"

"Kamu seneng banget memaksaku!"

"Aku tak mau terkatung katung Idor! aku perlu kejelasan dari kamu?"

"Apa buktinya jika aku nantinya menerimamu?"

"Apa permintaanmu?"

"Kok gitu!"

"Baiklah. Tapi aku juga harus jujur padamu kalau aku juga punya perasaan berbeda!"

"Maksud kamu, kamu suka sama cewek gitu!" raut wajah Iqbal kayak menyerah. Pasrah. Padahal aku belum menjelaskan padanya.

"Bukan! aku punya perasaan seperti kamu Iqbal! aku,,," aku tak mampu meneruskan kata kataku.

"Syukurlah!" perasaan Iqbal menjadi lega. Aku hanya bisa tersenyum melihatnya.

"Ini apa,,, an,,,," aku terkecat ketika Iqbal memelukku.

Malam yang temaram serta bintang bintang yang bercahaya menjadi saksi bisu. Saksi dimana aku telah menyatakan perasaanku. Bahwa, aku juga telah menerima Iqbal sebagai Bestfriend-ku.

Lama Iqbal memelukku, dan aku membalasnya. Hingga suasana yang semula dingin menjadi hangat.

"Idor, boleh,,, aku,,, me,,," ucapan Iqbal terbata.

"Hah,,, katakan,,, saja,,,!" desahku, karena menahan gejolak yang mulai tersulut.

"Boleh aku menciummu?"

Aku hanya mengagguk pasrah.

Senyum merekah dibibir Iqbal, sesaat kemudian bibirnya telah menyentuh permukaan bibirku.

Bagaikan ribuan watt sengatan listrik, tiba tiba menjalari seluruh tubuhku.

Tangan Iqbal memegang lenganku, dan selanjutnya Ia pun menggerakan bibirnya secara perlahan. Akh,,, hangat!

Inilah Ciuman Pertama yang ku rasakan, bersama orang yang menaruh perasaan cinta, perasaan yang sama sama.

<Ciuman Pertama>

(Bersambung, gays)

Kitab kehidupan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang