bag 16

103 6 0
                                        

#Part 16

AP
########

_____________

Pada hari minggu yang ceria, aku, ibuku dan juga tentu Iqbal berangkat bersama menuju ke Lampung sesuai rencana yang telah ditentukan jauh jauh hari satu minggu sebelumnya.

Kami naik travel supaya perjalanan lebih lancar, rencana selama seminggu akan berada ditempat budeku.

Perjalanan yang cukup jauh menurutku, karena ku akui aku jarang melakukan perjalanan jauh terlebih ke Lampung tempat budeku.

Tak ada kendala yang berarti, dan aral rintangan dalam perjalanan kami.

Hampir enam jam-an perjalanan yang kami tempuh, ibuku berada didepan bersama sang supir yang bernama Supriyadi. Sepertinya ibuku sudah akrab dan ngobrol ngobrol asik.

Tapi aku dan Iqbal asik ngobrol tentang banyak hal, tapi tak sedikitpun mengungkit tentang pada kejadian malam Sabtu.

Tapi aku tahu binar cinta dimatanya terlihat kuat, sesekali memelukku, memegang tanganku sangat erat karena ibuku keasyikan ngobrol dengan pak sopir.

"Agak jauh juga ya tempat budemu?"

"Cukup lumayan lah!"

Rasanya aku agak lelah..
Tapi nanggung karena hampir sampai ketempat tujuan.

"Idor,," terdengar Iqbal ragu.

"Hmmm,,,, bagaimana jika kita tak punya waktu banyak buat kita berdua,,,"

"Apa maksudmu?" aku teringat dengan insiden pembakaran kitab Kehidupan yang dilakukan ibu. Apakah ada hubungannya dengan pertanyaan Iqbal tadi?

"Ya nggak tahu. Tapi aku ngerasa akan terjadi sesuatu?"

"Ah lupakan saja!"

"Oiya aku tidak pernah melihat kitab itu. Kemana?"

"Oh itu,,! nghh,, anu, ya,,, eh,,,!" aku bingung menjawabnya. Apa yang harus ku katakan pada Iqbal kalau kitab itu sudah dibakar oleh ibuku malam Jum'at.

"Kenapa kamu bingung? Kemana kitab itu Idor? biasanya kemana saja kamu pergi selalu kamu bawa!"

Aku sedih. Menghela nafas pelan. Jujur rasanya aku tak sanggup untuk mengatakannya.
"Oiya aku lupa membawanya, aku letakan dibawah kolong ranjangku!" jawabku berasalan sembari nyengir kuda.

"Beneran! kamu tidak bohong!" ucapnya penuh selidik padaku.

Ingin aku menggeleng, tapi hatiku tidak sinkron tiba tiba saja aku mengangguk jujur dari hatiku. "Maafkan aku Iqbal! aku tak pernah cerita sama kamu tentang kitab Kehidupan!"  kataku sedih. Jujur aku seperti kehilangan separuh nyawaku terlebih itu adalah warisan ayahku terakhir kalinya.

"Lalu kemana kitab itu Idor!" desaknya setengah berteriak.

"Ada apa nak Iqbal?" ibuku agak terkejut mendengar ucapan Iqbal.

"Nghh, nggak bu, ini cuma kaget aja tadi kayak ada burung besar lewat gitu!"

"Oh, kirain ada apa" setelah itu kembali asik ngobrol dengan pak Supri.

"Kamu harus jujur padaku,,," desaknya lagi, kini lirih ngomong takut mengagetkan ibu juga sang sopir yang lagi konsen nyetir.

"Ibu membakarnya waktu malam Jum'at Iqbal. Maaf aku tak bisa nyegahnya ibu membakar kitab kehidupan itu!" jelasku sendu. Hampir air mataku luruh tapi merebak, sebisanya aku tahan. Aku takut ibu mengetahuinya jadi sebisanya aku tekan.

"Apa?" kagetnya, langsung ku tutup mulutnya yang menganga karena kaget setengah mati.

"Terus,,,," lanjutnya.

Kitab kehidupan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang