bag 12

111 10 0
                                    

#Part 12

MKK
#########

Rasanya Iqbal tak percaya dengan pernyataanku.

"Harus korbankan nyawa!" ulangnya terkejut.

"Iya, aku harus mengorbankan satu nyawa orang yang ku sayangi dan dekat denganku!" tegasku, menatap kearah Iqbal dengan sayu.

"Tidak! tidak, aku tak mungkin mengorbankan orang yang ku sayangi, atau pun orang terdekatku! tidak! itu sama saja artinya  aku sebagai pembunuh!" ku tatap aliran sungai yang mengalir kebawah, bukan keatas.

Iqbal ku dengar menghela nafas, ku lirik sekilas  dia ikut menatap air sungai yang tenang, tapi agak keruh. Kami masih berada diatas pohon Rengas.

"Apa kamu benar- benar menyayangi ayahmu, Idor?"

"Melebihi apapun! tunggu,,, tunggu,,, apa maksudmu menanyakan hal itu?"

"Aku mau mengorbankan nyawaku demi menggantikan kehidupan ayahmu. Aku tahu kamu sayang padaku!" ekspresinya tak berkeming, bahkan ucapannya terlihat tenang. Aku melotot kearahnya, rasanya aku tak percaya.

"Iqbal, gila! idemu itu benar-benar gila! tidak, lebih baik aku mempertahan hidupmu!"

"Tapi, bukankah kamu ingin melihat ayahmu, berkumpul kembali dengannya!" tanpa sadar aku mengangguk.

"Tidak! walaupun begitu, aku tak mau hal itu!" tegasku, padanya.  Ia menghepas nafas lirih.

"Sudahlah. Ayo pulang! lupakan saja!. Aku tak ingin kehilanganmu selamanya!" ku ukir senyum dibibirku.

"Benarkah itu Idor?" ku anggukan kepalaku, menyakinkannya.
#######

"Bu,,,!" aku ragu mengutarakan isi hatiku.

"Hmmm,,," gumamnya, masih sibuk dengan dapur. Aku sendiri duduk santai menikmati es teh serta roti kelapa.

Tadi Iqbal pamitan buat pulang, jadi kita berpisah.

"Kok malah diam nak. Ada apa sayang?" ibuku berhenti sejenak dari kesibukannya.

"Ibu percaya nggak kalau orang yang sudah mati itu bisa dihidupkan kembali?" ku tatap serius ibuku yang kemudian tersedak.

"Huk, huk,,," ibuku terengah.

"Ke, kenapa bu? minum dulu,,," ku dekati ibuku dan ku sodorkan minum, dan disahutnya sembari menahan nafas.

"Kenapa ibu malah kaget kayak gitu?"
Karena ibuku masih diam seribu bahasa. Tapi tak ada jawaban, kenapa ibu kaget ketika ku sebut untuk menghidupkan orang yang telah mati?.

"Maksud kamu apa nak?"

"Ng,  nggak bu, nggak ada maksud apa-apa! tapi, menurut ibu apa bisa bu? Itu aja kok" ku jereng mataku, tapi serius.

Dihempaskannya nafas perlahan,,,,
"Anakku, cerita ini sudah lama ibu pendam. Tapi kini kamu telah membuka ingatan masa lalu ibu!"

"Memang cerita apa bu? apa ini mengenai tentang ayah, bu?"

"Benar nak. Karena cinta-lah ayahmu membangkitkan ibu, dan memilih mengorbankan orang yang disayangi, hingga ayahmu menyesal berkepanjangan. Dan berjanji untuk tidak membangkitkan siapapun lagi!"
Untuk itulah, kamu jangan menyia-nyiakan, terutama orang yang  menyayangimu!"

"Ayah sampai berkorban demi ibu,,," ucapku tak percaya.

"Semenjak saat itu ibu tidak lagi melihat kitab Kehidupan itu lagi!"

"Apakah ayah mengajari ibu!"

"Iya nak!  dan kesempatan ibu cuma sekali!"

"Apakah ibu akan membangkitkan ayah?"

"Aku tidak mungkin mengorbankanmu nak. Walaupun ibu sangat mencintai ayahmu. Tapi, tanpamu apalah arti hidupku. Tidak nak, itu tak mungkin ibu lakukan!" ibuku mulai terisak serta memelukku erat.

'Ibu maafkan aku!  tadi aku berpikir akan membangkitkan ayah! dan mengorbankan orang ku sayang. Aku terlalu egois, karena ingin ayah hidup kembali, dan bersama- samaku lagi!' batinku merintih pilu, aku pun terisak pilu lebih dalam dengan kesalahan yang akan ku lakukan, dan untunglah ibu memperingatiku.

"Nak apa ayahmu telah mewariskan kitab Kehidupan padamu?" ibuku seperti tersentak menatapku tajam penuh selidik.
"Ayo ngaku Idor!" sentak ibuku, marah. Aku mengangguk pelan.

"Apa? ja, jadi,,  kamu memiliki kitab Kehidupan!  kamu taruh dimana? berikan sama ibu. Ibu akan membakarnya!" teriak ibuku kalap menghambur dalam kamarku.

"Ibu jangan! ibu,,," seruku ikut memburu ibuku yang masuk kekamarku seperti orang kesetanan.

"Ha,,, ha,,,! gara-gara kamu hidup keluargaku hancur! hik,   hik,,  ! ha ha ha haaa,,,! aku akan membakarmu sampai tak bentuk!" sejenak ibuku tertawa, menangis  lalu tertawa, dan air matanya pun keluar tak terbendungkan. Memegang kitab Kehidupan yang berwarna keemasan ditangannya, serta diacungkan keatas, bagai orang gila.

"Bu jangan lakukan itu! ibu,,, itu sangat berbahaya bu. Kita bisa mati bu! aku mohon berikan kitab itu padaku!" aku ikut terisak, memohon pada ibuku untuk memberikan kitab Kehidupan yang dipegangnya.

"Tidak anakku! kitab ini membawa malapetaka! kitab ini akan ibu bakar!" ibu mendengus, sembari mengusap peluh juga air matanya. Sembari tertawa.

Aku hanya bisa pasrah ketika ibu masuk dan mengambil minyak tanah dari dapur dan membawanya kebelakang dan menyiramnya dengan minyak yang dibawanya.

Aku hanya bisa berurai air mata, dan diam ditempat memandangi ibuku yang kalap dengan kitab Kehidupan yang mulai disulutnya.

"Ayah maafkan aku, tidak bisa menjaga kitab itu dengan baik!" isakku melihat kitab Kehidupan yang mulai terbakar secara perlahan-pelahan.

Tiba-tiba dilangit mendung bergulung-gulung, kitab Kehidupan  yang terbakar semakin ludes dilalap api, ditambah angin yang berdesir.

Duaarrr! duarrr,,,,! duarrrrrr,,,,! tiga kali berturut turut petir menyambar dari arah langit.

Rintik hujan mulai berjatuhan, dan kitab Kehidupan telah menjadi abu,,,

Sesaat kemudian, hujan deras mengguyur bagai tercurahkan dari langit, deras sekali. Bekas kitab Kehidupan ikut tersapu air hujan, menyisakan lingkaran bekas kebakaran. Aku masih menatapinya dan bertahan dalam curahan hujan yang menggila.

"Ayah, aku tak bisa menjaga amanatmu! maafkan aku ayah!" kembali air mataku merebak bersama air hujan yang turun sangat deras. Aku tertegun!

"Ayo masuk nak! nanti kamu masuk angin" ibuku menarikku kuat untuk masuk  kedalam.

Aku masih diam, ibuku menatapku iba, lalu memberikan handuk untuk mengeringkan badanku.

Aku masih diam, lalu beranjak menuju ke kamarku untuk ganti pakaian.

Sesaat aku telah menggantinya, kini aku melihat keluar jendela, dimana hujan deras masih berlangsung.

"Nak maafkan ibu!" tiba-tiba ibuku sudah berada dibelakangku mengelus rambutku yang belum kering.

"Idor mohon, tinggalkan Idor sendirian bu" pintaku, tak terasa air mataku kembali merebak. "Aku pengen sendiri"!.

Kamarku terasa sepi, ibuku telah keluar dari kamarku karena ku usir, kini sendiri lagi. "Ayah maafkan aku!" untuk kesekian kalinya, ku rasakan penyesalan yang amat dalam karena tak bisa menjaga amat ayahku dengan baik.

Darrr! aku kaget, dan ku lihat diluar jendela ada sesosok yang terlihat samar menatapku dengan pandangan aneh.  Karena hari beranjak sore dan hujan pun tak kunjung reda.

"Ayah,,,!??" gumamku. Daarrrrrr! kilat menyambar dan sosok bayangan itupun leyap entah kemana.

"Ayah!" aku tersadar dari lamunanku, dan masih duduk dikursi didepan jendela kamar.

Laaappp! kilat menyambar.

Sekali lagi ku lihat sesosok bayangan berdiri disana.

"Ayah!???"

Duaaarrrrrr,,,,,!!!!

<Musnahnya Kitab Kehidupan>

(Bersambung)

Kitab kehidupan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang