3. RUMIT

21 1 0
                                    

3. RUMIT

🦋🌨

Cukup sekali aja gue liat lo beli susu cokelat malem-malem. Kayak yang nggak akan pernah ketemu sama hari besok aja. Bisa, 'kan berhenti bikin gue khawatir?

Khandra menyipitkan sepasang matanya sembari membaca sebuah kalimat yang tertulis pada secarik note kecil yang sengaja ditempel oleh seseorang tepat dibelakang susu berkemasan kotak yang saat ini tengah dipegangnya. Gadis itu mendengus, sebelum pada akhirnya ia segera saja melepas catatan tersebut dan merobeknya menjadi dua bagian.

Masa bodoh, pikirnya. Toh, ia sendiripun tidak mengetahui darimana asal usul minuman ini yang entah bagaimana caranya bisa berada tepat di atas mejanya. Dan anehnya lagi mengapa keseluruhan isi dari pesan yang tadi sudah dibacanya itu dapat seratus persen sesuai dengan kegiatan apa yang telah ia lakukan pada malam tadi yaitu, membeli beberapa susu cokelat dan roti dari mini market yang lumayan jauh dari tempat tinggalnya. Khandra tidak mau berpikir lebih jauh lagi untuk memikirkan hal kecil ini. Selain karena akan membuat kepalanya semakin bertambah pusing, ia juga merasa kalau waktunya akan terbuang secara sia-sia sebab memikirkan si pengirim misterius yang tidak ada habisnya itu.

Ia malas kalau harus mencari tahu hal tidak penting seperti ini, maka dengan begitu Khandra pun hanya bisa berharap kalau waktu akan segera menjawabnya.

"Siapa, sih lo?!" Kesalnya sembari meletakkan susu kotak tersebut tepat dihadapannya. Setelah itu, pikirannya kembali melayang pada kejadian menakutkan kemarin sore. Dimana seseorang yang selama ini selalu berusaha dirinya hindari, tiba-tiba saja bertandang ke kontrakan barunya. Padahal, Khandra sama sekali tidak pernah memberitahu dimana letak tempat tinggalnya yang sekarang kepada siapapun itu, bahkan kepada sahabatnya sekalipun. Sudah tidak dapat terhitung lagi seberapa seringnya Ayla bertanya mengenai hal ini kepada dirinya, tetapi sesering itu pula Khandra memberikan jawaban yang sama. "Maaf, ya. Nanti lo juga akan tahu sendiri, kok." Maka dengan itu, Ayla pun memilih untuk tidak lagi bertanya, sebab ia paham kalau sahabatnya yang satu ini membutuhkan sebuah privasi.

Khandra memejamkan matanya sembari meringis dengan pelan tatkala goresan luka dipergelangan tangan sebelah kirinya tak sengaja bersentuhan dengan sisi meja. Perempuan itu terdiam dengan isi kepala yang sepenuhnya telah dipenuhi oleh setiap kejadian menakutkan yang telah ia alami untuk kesekian kalinya. Salah satunya adalah kejadian yang terjadi pada kemarin sore. Ia masih ingat tentang betapa hebatnya kemarahan yang ia terima atas sebuah kesalahan yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya, tentang betapa beringasnya tatapan yang dilayangkan oleh Pamannya sendiri tatkala sepasang mata mereka bertubrukan, dan juga tentang seberapa pasrahnya ia yang tidak bisa melakukan perlawanan apapun tepat pada saat sebuah pisau lipat bergerak diatas pergelangan tangannya. Khandra hanya bisa menangis tanpa suara, namun tidak bisa berontak. Sebab ia paham, keadaan tidak akan berubah menjadi lebih baik meskipun ia melakukan perlawanan sekeras apapun.

Khandra yakin, kalau suatu saat nanti, keadaan menyedihkan yang kini tengah menimpa kehidupannya akan segera berangsur menjadi lebih baik. Tidak banyak yang dirinya pahami, tetapi setidaknya ada satu kalimat yang benar-benar gadis itu resapi tentang seberapa dalamnya makna yang terkandung didalam kalimat tersebut yang mana bunyinya adalah seperti ini, "Tuhan tidak akan pernah salah dalam memberikan sebuah takdir kepada setiap hamba-Nya."

Di setiap detiknya, Khandra hanya perlu lebih kuat lagi dalam hal bertahan. Sudah, itu saja.

"Dra, kaki gue lemes, ih!"

Gadis berambut panjang itu dibuat tersentak kaget yang membuat segala macam lamunannya menjadi buyar dalam satu kedipan mata. Ia mendongak, sebelum akhirnya dibuat memutar bola mata saat dirinya menemukan Ayla yang kini sudah menjatuhkan bokong tepat disampingnya. "Ada apa?" Kesalnya.

FLASHLIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang