12. WHY SHOULD IT BE ME?
🦋🌧
"Semenjak ada kamu ditempat ini, langit selalu terlihat mendung karena kamunya yang menyebalkan, galak, dan nggak suka kumpul bareng sama kita. Memangnya sendirian itu menyenangkan, ya?"
Bersama sepiring nasi dan lauk yang hanya berupa telur dadar beserta sepotong tempe, seorang anak laki-laki berusia delapan tahun itu terduduk diatas hamparan rerumputan hijau tanpa pernah sedikitpun berniat untuk segera melahap jatah makan siangnya tersebut. Langit tidak menyukai telur, tempe, maupun sayuran yang lainnya terkecuali sayur wortel dengan banyak seledri yang selama ini sudah ia klaim sebagai satu-satunya sayuran yang dirinya sukai.
Langit mendengus tanpa menoleh tepat pada saat dirinya menangkap sebuah suara milik seseorang yang entah mengapa selalu terdengar riang serta gembira, seolah anak perempuan itu merasa bahagia karena dapat tinggal ditempat ini yang padahal selalu ia kutuk setiap saat. Langit ingin protes, kenapa Papa mengirimnya ke tempat menyebalkan seperti ini? Apa ia telah berbuat kesalahan yang besar?
"Makan siangnya kenapa belum dihabiskan?" Dengan gemas, anak perempuan yang entah siapa namanya itu langsung saja duduk tepat disamping Langit, mengambil alih piringnya, lantas menyendokkan sesuap nasi beserta lauknya. Ia tertawa geli sembari melayang-layangkan sendok tersebut diudara sebelum akhirnya mendarat didekat bibir milik Langit.
"Sebentar lagi raksasanya datang. Bantu aku sembunyi! Ayo, buka goanya!" Ujarnya dengan begitu antusias seolah perkataan yang baru saja keluar dari dalam mulutnya itu akan benar-benar terjadi. "Aaaa, buka dong! Tuh, 'kan raksasanya udah dek—"
"Pergi, nggak?!" Langit marah, tetapi anak perempuan itu malah tersenyum manis ke arahnya. Meninggalkan lubang kecil yang tercetak dengan jelas dikedua pipinya.
"Jangan nangis, ya kalau nanti perut kamu sakit gara-gara nggak mau makan." Katanya seraya meletakkan kembali sendok yang semula dipegangnya itu keatas piring. "Velyanata," Selanjutnya, seorang anak perempuan bernama Velya itu langsung saja mengambil sebelah tangan milik Langit dan menggenggamnya selama beberapa saat.
"Itu namaku." Dan tepat pada saat detik itulah, Langit langsung melepaskan tangan tersebut dari sebelah tangan miliknya. Ia menatap seseorang bernama Velyanata itu dengan tatapan kesalnya. Sungguh, mengapa anak perempuan itu terlihat begitu menyebalkan? Padahal seharusnya dia paham, kalau Langit sama sekali tidak suka ketenangannya diganggu oleh siapapun itu.
Tanpa mengulur waktu lebih lama lagi, akhirnya Langit pun memutuskan untuk segera bangkit dari posisinya dengan raut wajah marah yang terlihat begitu kentara. Ia berjalan dengan sangat cepat menuju kamarnya. Meninggalkan seorang anak perempuan berusia sepuluh tahun yang langsung saja berteriak dengan suara nyaringnya.
"Nama kamu bagus, aku suka!" Padahal, Langit tidak pernah memberitahu namanya kepada siapapun, tetapi entah mengapa karena yang dengan percaya dirinya anak perempuan itu malah berteriak demikian.
"Langit, tunggu!"
Dan sialnya, si tukang ganggu yang menurutnya sangat berisik itu, ternyata memang telah benar-benar mengetahui siapa nama dirinya.
Langkah kakinya terhenti, lalu si pemilik nama pun menoleh ke belakang. Ia kembali melayangkan tatapan tidak sukanya. "Nggak usah sok kenal!" Peringatnya dengan begitu dingin.
Tetapi, bukannya merasa sakit hati akibat dari respon tidak bersahabat yang selalu dilayangkan oleh Langit kepadanya, gadis itu malah berlaku sebaliknya. Mendengar dan melihat secara langsung kekesalan yang tampak pada wajah penghuni panti asuhan yang baru itu entah mengapa selalu membuatnya merasa begitu senang luar biasa. Bahkan, Velya sudah berani bertaruh kepada dirinya sendiri kalau sebenarnya, Langit itu adalah tipe orang yang hanya kaku dan dingin dari luar saja. Ia juga yakin, kalau sebenarnya ada sisi baik dari dalam diri anak itu yang memang hanya dapat diketahui oleh orang-orang terdekatnya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLASHLIGHT
Fiksi Remaja"i'm stuck in my darkness, 'cause you're my flashlight." Hope u all like this story Thank you, x
