11. KEPUTUSAN

9 1 0
                                        

11. KEPUTUSAN

🦋🌧

Di dalam ruangan Kepala Yayasan yang terbilang luas itu, terdapat Kevlar yang tengah duduk diantara kedua orang tuanya, Kepala Yayasan, Bu Darman, Pak Asib, dan juga kedua orang tua Akmal beserta Denis yang pada saat ini tengah menatap murka tepat ke arah dirinya yang tentu saja dibuat merasa begitu terintimidasi. Sebenarnya, ia sangat membenci siatuasi seperti ini, situasi dimana seolah hanya dirinyalah seseorang yang paling berdosa dimuka bumi ini. Tetapi walaupun begitu, tidak ada pilihan yang lebih menarik lagi selain hanya duduk, menghembuskan napas, lalu memandang sepasang mata milik Mama dan Papa secara bergantian.

Kevlar yakin, kalau kedua orang tuanya akan bersikap lebih bijaksana terhadap masalah yang tengah menimpanya akibat dari kejadian kemarin yang kronologisnya sudah ia sampaikan dengan sangat detail.

"Kondisi anak saya separah ini," Seorang wanita paruh baya menunjukkan potret yang diambilnya lewat kamera ponsel tepat kehadapan setiap orang supaya mereka sadar, bahwa disini putra dirinyalah yang paling dirugikan. "Akmal sampai tidak masuk sekolah karena merasakan sakit disekujur tubuhnya."

Perkataan tersebut langsung saja disetujui oleh seorang wanita paruh baya yang lain. "Denis juga sama seperti Akmal." Lalu, ia beralih untuk menunjuk kedua orang tua Kevlar sembari melayangkan tatapan jengkelnya. "Ini semua karena ulah anak Ibu sama Bapak!" Ujarnya setengah berdiri kalau saja tidak ditahan oleh Bu Darman.

"Tenang, Bu." Peringatnya yang hanya dibalas dengan sebuah lengosan panjang dari wanita itu. "Sekarang kita selesaikan masalah ini secara bersama-sama. Tidak perlu terpancing emosi supaya semuanya cepat terselesaikan."

Merasa tidak terima karena sedari awal hanya Kevlar saja yang terus-menerus dipojokkan, akhirnya Tiara pun dibuat mengangkat suara walaupun masih disertai dengan seulas senyuman tipisnya. "Ibu seharusnya paham, kalau anak saya juga sama terlukanya. Dia ikut bersama kami ke tempat ini, karena dia merasa harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Dia juga merasakan sakit, tapi sayangnya anak saya tidak bisa bersembunyi dibalik kata tidak bisa hadir karena rasa sakit itu." Ujarnya dengan tenang yang membuat suasana berubah menjadi hening dalam beberapa detik.

Arya, Papanya Kevlar hanya bisa mengusap punggung istrinya dengan perlahan. "Atas nama Putra kami, saya memohon maaf—"

"Kevlar nggak salah, Pa, Ma." Dengan sigap, Kevlar langsung saja memotong perkataan Papanya. Lalu, ia  memandang kedua orang tuanya secara bergantian. "Kalian sudah tahu ceritanya."

Ibunya Akmal langsung saja menimpali. "Cerita karangan kamu yang melaporkan kalau Akmal dan Denis yang pertama kali memulai perkelahian itu?!" Marahnya.

"Saya nggak salah!" Untuk yang kedua kalinya, Kevlar mengatakan kalimat yang serupa. Ia tetap kekeh pada perkataannya, karena memang itulah yang sebenarnya terjadi. "Dan saya juga nggak akan tiba-tiba memukul anak kalian berdua kalau mereka tidak membual tentang saya dan semua sahabat saya." Tandasnya.

"Kevlar!" Kepala Yayasan segera saja menegurnya.

"Saya akan membuat kesepakatan mengenai hal ini. Kalau untuk mengeluarkan Kevlar dari sekolah ini seperti apa yang kalian minta—" Ia memandang kedua orang tua Akmal beserta Denis. "—Maaf, kami tidak bisa kalau harus berlaku demikian. Karena disamping pemicu masalah yang disebabkan oleh kedua anak Ibu, Kevlar juga merupakan seorang siswa yang sangat berbakat. Bahkan sebentar lagi, ia akan menjadi perwakilan sekolah dalam perlombaan basket ditingkat nasional."

FLASHLIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang