7. KITA YANG KEHILANGAN

20 1 0
                                        

7. KITA YANG KEHILANGAN

🦋🌨

"PUTRA tunggal dari seorang pemilik perusahaan terbesar dan ternama dinegeri ini, Xavier Group, telah meninggal dunia."

Sejak pukul dua dini hari, tulisan tersebut sudah terlihat dimana-mana. Kabar kepergian Wijaya Xavier yang merupakan pengusaha sekaligus putra tunggal dari seorang pemilik perusahaan luar biasa, langsung menyebar dengan luas. Sejak semalam, setiap orang sudah banyak yang berbondong-bondong untuk memberikan ucapan bela sungkawa ke rumah duka. Hampir seluruh stasiun televisi pun dibuat menyiarkan berita yang sama. Dan berita tersebut juga turut diinformasikan lewat layar-layar tipis yang berada di stasiun, di dekat lampu lalu lintas, juga dibanyak sekali papan iklan yang berada disetiap gedung perusahaan. Wajah tampan milik seseorang yang sudah tidak dapat lagi dijumpai oleh siapapun itu, terpampang dengan begitu nyata diatas sebuah kalimat duka yang tertulis disetiap sumber informasi.

Kehilangan merupakan satu-satunya pukulan terberat yang terjadi dalam hidup. Maka dengan itu, setiap lapisan masyarakat pun seolah turut merasakan duka yang sama.

Acara pemakaman telah selesai dilaksanakan dengan suasana yang terasa begitu pilu. Sementara itu, gerimis sudah terlihat berjatuhan. Setiap rintik airnya lembut menerpa wajah masing-masing dari mereka yang masih belum beranjak dari tempat pemakaman. Awan yang menggantung diatas cakrawala seolah tidak ingin kalah muram dari sinar yang perlahan meredup pada wajah seorang Langit Xavier.

Pemuda berpakaian serba hitam dengan sebuah kacamata berwarna senada yang bertengger diatas hidung mancungnya itu, menyentuh pusara makam Wijaya dengan tangis yang sepertinya sudah tidak dapat keluar lagi. Tetapi walaupun begitu, kesedihan yang begitu mendalam tetap dapat mereka saksikan melalui punggung tegap milik Langit yang memang selalu terlihat tegar dari luar. "Dan Langit benar-benar sendirian." Kata cowok itu dengan seulas senyuman pilu yang terukir digaris wajahnya.

Gerka menyeka air mata yang sedari tadi terus-menerus keluar dari pelupuk matanya. Membayangkan betapa pilunya kehidupan yang tengah dijalani oleh Langit, berhasil membuat isakannya semakin bertambah keras. Ia memang tidak terlalu mengenal Wijaya karena hanya sempat bertemu sebanyak tiga kali. Tetapi tetap saja, rasa kehilangan seolah kembali memukulnya. Senyuman ramah pria itu masih terbayang dengan sangat jelas didalam sarang ingatannya.

Akhtar yang berada tepat disamping cowok itu, lantas langsung saja menepuk pundak milik Gerka sebanyak beberapa kali. "Udah, Ger." Katanya berusaha mencoba menenangkan walaupun pada kenyataannya, ia pun sama hancurnya.

Seorang Akhtar yang biasanya terlihat dingin dan cuek dalam segala hal, hari itu dibuat menitikkan air matanya. Ia sangat mengerti sekali bagaimana perasaan Langit sekarang.

"Langit memang bukan anak yang berguna. Tetapi untuk kali ini aja, Langit mohon sama Papa." Ditengah rintik air hujan yang semakin berubah deras, Langit seolah dibuat mati rasa. "Jangan pernah lupakan Langit, ya?"

Kevlar langsung menempatkan posisi tepat disamping sahabatnya. Lalu, ia merangkul kedua bahu milik Langit. "Om Wijaya pasti bangga karena punya anak sekuat dan setegar ini." Ia berkata disela-sela tangisnya yang perlahan menghilang.

Langit menahan napas. Setiap kenangan yang ia lalui bersama Wijaya tiba-tiba saja menyeruak bersama rasa sedih yang terus bermunculan didalam benaknya. Hal itu layaknya sebuah televisi rusak yang hanya dapat menampilkan tayangan serupa. Bayangan pada saat Papa menghembuskan napas terakhir ketika keduanya tengah saling berpelukan masih terbayang dengan sangat jelas. Termasuk, salah satu perkataan pria itu.

"Tapi Papa mau dipeluk dulu sama Langit. Biar tidurnya nyenyak."

Gerimis mulai berubah menjadi lebih deras lagi. Seluruh sahabat dekatnya Langit masih setia menemani cowok itu yang sepertinya sangat enggan untuk beranjak. Kini, tubuh mereka pun sudah basah karena tersiram oleh air hujan. Satu dua dari mereka masih terdengar isakannya, menyatu bersama suara gemericik air yang seolah memberitahu semesta bahwa bumi pun, ikut berduka.

FLASHLIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang