"Masih merasa ini bukan waktu yang tepat? Ingin mundur?" Kwan Mei merapikan rambut Hui Yan, memasangkan mahkota bunga liar berwarna-warni melingkari bagian kepala dari mempelai wanita ini.
Tentu Hui Yan segera menjawab dengan gelengan singkat, menghadirkan pula senyuman hangat nan membahagiakan yang mampu ia tunjukkan. Lagian bagaimana mungkin tidak bahagia, bukan? Kala yang akan dinikahi adalah pria yang selama ini bersarang dalam hatinya, susah-susah pula untuk mampu mencapai ke tahap ini. "Aku hanya khawatir, juga takut akan momen membahagiakan saat ini. Bahkan lebih parahnya, berharap sekali waktu sepenuhnya berhenti dan kabur dari kenyataan."
"Gerbang kematian selalu menunggu kita semua, semakin dan semakin dekat memang, tapi pikirkanlah. Justru karena itu, bukankah lebih baik melakukan apa yang tidak akan membuat diri sendiri menyesal nantinya?" Yang mana selain anggukan, Hui Yan hanya mampu terdiam. Karena apa yang dikatakan Kwan Mei memanglah benar, dan Hui Yan sendiri taklah ingin meninggalkan penyesalan dalam jenis apa pun itu. "Anggap saja momen saat ini adalah hari libur bagi kita semua untuk melepaskan kekhawatiran dan ketakutan. Meskipun hanya sehari, setidaknya lebih baik ketimbang tidak sama sekali," lanjut Kwan Mei, mengembangkan senyuman seraya kembali mengakhiri sesi merapikan rambut Hui Yan ini.
Andai Xia Chia, Jing Shin dan Azhuang ada. Pasti akan lebih terasa ramai lagi momen berharga sekali seumur hidup ini, kala kenangan membahagiakan saat mereka berdelapan berkumpul dan bersama, satu demi satu mulai memenuhi kepala Hui Yan yang sukses mendatangkan cairan bening. Yang mana saat itu pula, wanita berdarah bangsawan ini menangkap akan keberadaan Ji Yu yang berdiri mematung.
Serta merta Kwan Mei undur diri, melewati Ji Yu yang entah telah berapa lama berdiri di sini. Mungkin saja sudah mendengar semua percakapan, melihat dan menyaksikan kegelisahan Hui Yan. Atau juga barangkali tidak. Entahlah, kala Ji Yu kini mulai melajukan langkah, menghampiri wanitanya yang dipenuhi tanda tanya.
"Hanya ingin memastikan untuk terakhir kalinya. Apa kau benar bersedia menikah dalam suasana, situasi dan kondisi yang sangatlah sederhana ini? Bahkan setelahnya ... tidak tahu apa yang akan terjadi, terasa seperti tidak ada cahaya yang menerangi masa depan kita."
"Haruskah aku menjawab pertanyaan yang sudah pasti apa jawabannya? Aku bahkan rela kabur denganmu agar tidak menikah dengan anak bangsawan kaya raya itu. Sementara masa depan, mari jangan pikirkan." Hui Yan mengikis jarak lebih lagi, meraih sebelah tangan Ji Yu pun menggandengnya kemudian. "Lebih baik memikirkan saat sekarang, dan usaha kita." Menunjuk pada pintu yang terbuka lebar, memandangi betapa cerahnya sinar sang surya di luaran sana. Kala musik dari acara pernikahan mereka ini diramaikan sudah oleh nyanyian dari kicauan burung-burung kecil, yang bahkan desauan angin ikut meramaikan.
Tak sampai di situ pula, ilalang berbunga putih pun kini berterbangan dengan bebasnya. Menghujani, memeriahkan acara saat di mana kedua mempelai membawa diri keluar dari rumah bambu milik Pak Tua ini. Lihatlah pula bagaimana Pak Tua telah begitu siap menyambut mereka dengan senyuman yang mengembang itu.
Meskipun benar dalam pernikahan ini tidak ada pakaian, hiasan atau ornamen merah satu pun. Namun, lihatlah bagaimana dunia yang memanglah hanya dunia ilusi ciptaan Pak Tua ini bersukacita, kala langit berpelangi, menciptakan pula ledakan kembang api. Yang mana kehadiran dari ketiga teman cukuplah menjadi saksi, saksi di mana jalinan tali merah di antara Hui Yan dan Ji Yu akan selamanya terikat kuat, tak terpisahkan ... terlebih tidak akan terlepaskan.
Selain itu, jangan lupakan pula kehadiran dari mereka dua orang dari masa modern ini. Biar kata mereka taklah terlihat, dan tidak ada yang tahu akan kehadirannya. Tetap saja, mereka ada dan menyaksikan langsung segala proses pernikahan ini. Mulai dari pemberian hormat hingga sampai pada acara malamnya, perayaan dengan saling bersulang dan makan bersama. Tidak lengkap pula jika tidak dibarengi akan ucapan selamat, bukan? Seperti Yue Ming ini misalnya, menggantikan jiu (arak) dengan teh sebagai bentuk ucapan selamatnya, yang mana kemudian meneguk dalam sekali sapuan. Tak terkecuali pula dengan Tang Yuan dan Kwan Mei.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Village : Secrets Of Past Life (END)
FantasiAmazing cover by @hayylaaa Kehidupan masa lalu masih belumlah berakhir. Malah kini menghampiri dalam wujud mimpi demi mimpi, menyampaikan pesan. Yang mana mereka, orang-orang yang saling terikat benang merah pada akhirnya dipertemukan kembali hanya...