Di manakah tempat ini?
Itulah pertanyaan pertama dari Hui Yan yang baru saja membangunkan tubuh tergeletaknya, sebelah tangan dibiarkan menyentuh area belakang leher yang tak nyaman. Mendapati akan bagaimana Kwan Mei masihlah terbaring tak sadarkan diri di sampingnya.
"Bangunlah, Kwan Mei ... Kwan Mei ...." Kebingungan melanda, edaran pandangan pun tak terhindari. Setidaknya dari situ ia menemukan akan keberadaan mereka tepat di tengah dari lapangan melingkar berapi unggun dalam area kelilingan hutan nan lebat ini. Yang mana keheningan dan kesunyian teramat tak mengenakkan untuk terus dirasakan. "Kwan Mei," panggilnya lagi, barulah kemudian istri Tang Yuan ini sadarkan diri. Kala di mana Hui Yan mulai mendirikan kembali sepasang tungkainya, membantu pula Kwan Mei yang sedikit kewalahan dengan tubuh masih lemasnya itu. "Apa kau tahu di mana kita sekarang berada?"
Kwan Mei tak menjawab langsung, melainkan terus memerhatikan area lapangan melingkar mereka berada. Pun kemudian, ia malah berfokus pada api unggun yang memercikkan sejumlah api layaknya kunang-kunang ini selama beberapa saat lamanya.
Entahlah apa yang sedang ia pikirkan, tampak seperti tahu akan sesuatu, tapi berharap penuh bahwa sesutau yang diketahui itu taklah benar. Dan ketika suara gemeresak dari semak-semak tertangkap pendengaran, pandangan pun serta merta menangkap dan memperlihatkan sosok yang tak sepatutnya ditemui telah menghadap.
Barulah, terlihat ekspresi Kwan Mei, yakin bahwa tempat ini memanglah apa yang ada dalam benak penuh pemikirannya tadi.
"Kalian bangun tepat pada waktunya, syukurlah."
"A'Gui, kau pikir bisa berbuat seenaknya pada kami? Bermimpilah kau!"
Awalnya Hui Yan tidak begitu yakin jikalau penjaga desa ini memanglah A'Gui, tapi melihat bagaimana respons yang diberikan atas ucapan Kwan Mei barusan cukuplah meyakinkan kalau ini memanglah A'Gui.
Lihatlah bagaimana A'Gui berdecak-decak meremehkan, bahkan seperti saat di area rumah warga tadi, tak segan pula ia kembali mengucapkan nama 'Gao Zhan Hou', mengatakan betapa pria tua menyedihkan itu telah teramat menyia-nyiakan nyawa serta waktunya untuk akhir yang sangatlah jauh dari apa yang diharapkan. "Apa kalian pikir pasangan kalian akan benar-benar mampu datang tepat pada waktunya? Bisa menyelamatkan kalian? Sungguh konyol!"
"Meskipun mereka tidak akan datang, aku dan Kwan Mei pun tidak akan membiarkan kau dan Mo Shan mendapatkan apa yang kalian mau," sahut Hui Yan, menatap tajam A'Gui yang menggeleng-geleng. Atau barangkali diam-diam dari balik topeng tersebut, kaki tangan Mo Shan ini justru menyeringai licik. "Kau terlalu meremehkan musuh, apa kau sadar?"
A'Gui tak menanggapi, yang ia lakukan malah mengikis jarak lebih lagi untuk kemudian sibuk memastikan api unggun agar terus menyala. "Kalian tidak akan sedih jika pertemuan tadi yang terakhir?" Dan jawaban yang didapatkan pun sangatlah cepat, sukses membuat A'Gui terkekeh sembari menengadah memerhatikan purnama berdarah sana. "Semangat kalian ... aku suka." Mengalihkan kemudian padangan langsung pada Kwan Mei. "Kau, sungguh cocok menjadi cangkang baru tuanku, dan kau ... Hui Yan, sangat berharga bagi kelangsungan hidup tuanku ke depannya."
"Apa maksudmu?"
"Kau tidak tahu?" tanya balik A'Gui, mendekati Hui Yan yang sama sekali tak bergerak ataupun menurunkan pandangan. "Pak Tua, sungguhkah tak memberitahumu? Aahhh ...! Atau dia sudah sangat lemah hingga tak bisa melihatnya?"
"Kutanya apa maksudmu?!"
Kwan Mei serta merta menghentikan, menggeleng. Namun, bagaimana bisa Hui Yan diam, bukan? Kala hal ini terkait dirinya, dan ucapan A'Gui barusan sungguhlah tak mampu lagi menahan keingintahuannya. Sudah cukup terus-terusan menahan di dunia ilusi, berawal dari sang naga hitam, lalu Pak Tua pun berucap aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Village : Secrets Of Past Life (END)
FantastikAmazing cover by @hayylaaa Kehidupan masa lalu masih belumlah berakhir. Malah kini menghampiri dalam wujud mimpi demi mimpi, menyampaikan pesan. Yang mana mereka, orang-orang yang saling terikat benang merah pada akhirnya dipertemukan kembali hanya...