4.

689 51 0
                                    

Sesampainya di rumah sakit, yeri memarkirkan mobil nya di parkiran khusus pasien. Langsung saja ia pergi ke igd sesuai anjuran ayahnya. Di igd yeri langsung disambut oleh beberapa nakes yang tidak bisa ia pastikan itu perawat atau dokter.

"Dengan nona yeri?" Salah seorang perawat menghampiriku yang masih berdiri di lobby igd.

"Ya dengan saya sendiri." Jawab yeri gugup. Yeri dibawa ke sebuah ruangan yang berisi banyak pasien yang mayoritas lansia sedang berbaring tidak berdaya di atas ranjang.

"Oke silahkan duduk disini dulu. Kita cek tensi dulu yaa, setelah itu kita pasang infusnya." Kata perawatnya dengan sangat ramah dan lemah lembut.

Yeri mengikuti beberapa prosedur yang menurutnya menyakitkan karena ia begitu takut dengan jarum suntik. Yeri juga orangnya gengsian, dia tidak mau terlihat lemah didepan siapapun termasuk perawat. Jadi mau tidak mau yeri harus acting pura-pura kuat saat disuntik di punggung tangannya. Selang infus "wireless" (ps: atau apalah itu namanya yang bisa di lepas pasang dan dibawa kemana mana, aku lupa namanya hehe) telah terpasang erat di punggung tangan yeri, ia merasa lega setelah melawan rasa takutnya.

"Aku ambil darahnya boleh ya? Ini agak banyak kita butuh 3 tabung sebesar ini.." kata perawat lembut sambil menunjukkan tabung silinder kecil yang sedang dia pegang. Ternyata yeri salah, sekali lagi dia harus merelakan jarum suntik yang berukuran besar menyeramkan itu menusuk tangannya lagi. Yeri hanya mengangguk sebagai jawaban untuk sang perawat.

Setelah mengikuti segala prosedur "menyakitkan" itu, yeri rebahan sedikit di ranjang igd sambil menunggu dirinya dapat masuk ke kamar rawat inap.

"Dengan nona yeri? Perkenalkan saya dr.Suzy. Kamar kamu sudah siap, kamu akan diantar perawat ke atas ya." Ucap seorang yang dibalut oleh hazmat putih yang tak lain adalah seorang dokter yang bernama suzy.

"Wah ini dokter cantik banget, muka ketutup hazmat aja masih keliatan cantiknya" pikir yeri didalam kepalanya sampai tidak sadar ia hanya melamun sambil melihat wajah dr. Suzy yang tertutup oleh masker.

"Halo nona yeri? Sudah siap ke kamar?" Ucap dr. Suzy sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah yeri.

"Ehh iyaaa dok, maaf saya melamun. Dokternya cantik banget hehehe" yeri hanya cengengesan setelah memuji sang dokter muda.

"Baik dokter terimakasih banyak ya" yeri membungkuk kepada dr. Suzy lalu dia langsung diantar oleh dua perawat menuju kamar rawat inap.

Yeri diantar ke ruang bangsal yang berisikan delapan sekat yang di dalamnya terdapat satu ranjang dan sebuah meja makan beroda, dan satu nakas di sebelah ranjangnya. Suasana ruangan tersebut cukup tenang, terlihat ada beberapa pasien wanita yang sudah berusia lanjut sedang beristirahat di tempat mereka masing-masing.

Yeri sudah duduk di pinggir ranjangnya. Lalu sang perawat menjelaskan beberapa hal mengenai ruangannya itu.

"Ini disebelah tempat tidur ada bel, kalau kamu butuh sesuatu langsung pencet belnya saja ya, nanti perawat akan datang. Oke?" Yeri dapat melihat nama yang ditulis dengan spidol di hazmat perawat tersebut. Ternyata nama perawat itu adalah suster mina. Tatapan matanya selalu lembut saat berbicara maupun saat hanya diam saja. Yeri menganggukkan kepalaknya sebagai tanda sudah mengerti, dan berterima kasih kepada suster mina.

Setelah dirasa sudah tidak ada interupsi lagi, yeri pun memutuskan untuk tidur beristirahat, tidak tau apa yang akan terjadi di kemudian hari. Cairan infus belum di salurkan ke dalam tangan yeri, mungkin mulai besok.

Sesaat setelah yeri sudah berada di alam mimpinya, ponsel yeri tiba tiba berdering, ternyata panggilan tersebut dari ayahnya yang ingin memastikan kalau yeri sudah berada di rumah sakit XX. tetapi tidak ada jawaban dari yeri karena ia sudah terlelap. Ayah yeri merasa khawatir tapi memilih untuk berpikir positif mungkin putrinya sedang beristirahat dan tidak sempat membuka hp nya lagi.

IN BLOOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang