Seorang gadis berambut merah muda nampak sedang berjalan seorang diri di jalanan yang sepi. Tentu saja. Karena sekarang, jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Jalur menuju rumah kumuhnya sudah pasti sepi. Ditambah penerangan yang kurang, membuat keadaan sekitar menjadi gelap gulita.
Gadis itu semakin mengeratkan jaket tipis yang dikenakannya. Dinginnya udara malam menggigit kulit putih yang tersembunyi dibalik seragam kerja. Manik sehijau daun itu menangkap sebuah toko ramen yang masih buka di seberang jalan. Dan tanpa bisa dicegah, otaknya langsung membayangkan semangkuk ramen panas yang tersaji di hadapannya.
Haruno Sakura—nama gadis itu—memegang perutnya yang tiba-tiba saja berbunyi. Bayangan semangkuk ramen panas itu telah membuat cacing-cacing diperutnya kelaparan.
"Kalian, jangan merengek sekarang. Uang ini akan aku pakai untuk biaya pengobatan Ayah," Sakura menunduk, menatap perutnya sendiri. "Ya ... kita punya beberapa ramen instan di rumah."
Perempuan berambut merah muda itu lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju rumah. Dalam beberapa meter ke depan, Sakura harus melewati sebuah jalan kecil yang cukup gelap dan menyeramkan agar dapat sampai ke rumah lebih cepat. Ia sudah khawatir dengan keadaan ayahnya di rumah. Meskipun ada Bibi Kurenai yang mau membantunya merawat sang ayah, tapi tetap saja dirinya merasa khawatir.
Sakura merasa bersyukur masih ada orang yang berbaik hati mau membantunya, di tengah keadaan keluarganya yang sedang tidak baik ini. Sang ibu, Haruno Mebuki, telah meninggal dunia sesaat setelah melahirkan dirinya, akibat pendarahan hebat yang tidak dapat dihentikan. Lalu, sang ayahlah yang merawat dan membesarkan dirinya seorang diri. Namun, hal malang menimpanya empat tahun lalu. Kala itu, Sakura masih berusia tiga belas tahun. Ia mendengar suara debuman keras dari arah kamar mandi, dan begitu melihatnya, ia mendapat penampakan Kizashi yang tergelak tak sadarkan diri di lantai. Sakura yang panik langsung meminta tolong kepada para tetangga untuk membantunya membawa sang ayah ke rumah sakit. Ayahnya berhasil sadarkan diri tak lama setelah sampai di sana, namun sayang ... Sakura mendapat kabar bahwa Kizashi menderita stroke akibat benturan di kepalanya. Awalnya hanya sebuah stroke ringan, tapi lama kelamaan kondisi Kizashi semakin memburuk hingga sampai ketitik di mana dirinya tidak bisa lagi mendudukkan dirinya sendiri.
Untungnya, ada Bibi Kurenai yang mau membantu Sakura selama dirinya sekolah ataupun bekerja. Beliau adalah saudara jauh ayahnya yang tinggal di samping rumah. Semenjak kondisi Kizashi menurun, Sakura meminta tolong kepada Kurenai untuk menjaga sang ayah dari pagi hingga malam. Wanita itu langsung menyetujuinya karena ia memang tidak memiliki kesibukan lain di rumah. Ia bercerai dengan suaminya lima tahun lalu, tanpa memiliki seorang anak. Kurenai sempat bekerja di toko laundry yang cukup jauh dari distrik mereka tinggal. Namun, pada akhirnya berhenti juga karena biaya perjalanan ke sana lebih mahal daripada gaji yang ia dapat. Dan dengan adanya Kurenai di rumahnya, Sakura harus bekerja keras untuk membiayai mereka berdua dan dirinya sendiri.
Sakura berjalan dengan langkah lebar-lebar saat berada di jalanan kecil menuju distrik tempatnya tinggal. Hanya ada beberapa lampu di pinggir jalan yang menerangi wilayah tersebut. Kanan kirinya dipenuhi bangunan usang yang telah ditinggalkan, dan beberapa toko makanan.
"Arghhh!"
Sakura terperanjat. Telinganya menangkap suara teriakan yang terdengar cukup jelas sebab keadaan sekitar sangat sepi. Ia berhenti sejenak untuk memusatkan perhatian pada apa yang dirinya dengar tadi. Sakura berharap itu hanyalah hayalannya semata atau suara gonggongan anjing liar saja. Karena, jika memang benar bunyi tadi adalah suara teriakan seseorang, maka Sakura harus segera pergi dari tempat ini dan cepat-cepat pulang ke rumahnya.
"ARGHH!"
Teriakan itu terdengar semakin keras. Kali ini, Sakura yakin seratus persen bahwa yang ia dengar sekarang adalah suara jeritan kesakitan milik seseorang. Dengan tubuh yang mulai bergemetar ketakutan, Sakura berjalan cepat setengah berlari sepanjang perjalanan menuju rumah. Ia berusaha sekuat tenaga agar langkah kaki yang dibuatnya, tidak menimbulkan suara. Namun, hal tersebut tidak sepenuhnya memungkinkan karena suasana sekitar yang sepi, membuat setiap langkah yang dibuatnya berbunyi.
Sedikit lagi ia sampai ke tempat tujuannya. Hanya tinggal berbelok ke kiri lima puluh meter lagi, dan berjalan selama tiga menit ke depan, maka Sakura akan sampai ke rumahnya.
Suara-suara teriakan itu kini tak lagi terdengar. Sakura tidak mau memikirkan hal apa yang terjadi pada orang tersebut. Ia hanya perlu fokus pulang ke rumah sebab masih ada sang ayah yang menunggunya di sana.
Hingga pada akhirnya, Sakura berhasil pulang dengan selamat. Dia berhenti sejenak di depan pintu untuk menormalkan debaran jantung dan hembusan napasnya yang berderu kencang, agar Kizashi dan Kurenai tidak curiga.
Sebelum masuk ke dalam rumah, sekilas Sakura mengalihkan tatapannya pada suatu titik di sudut tempat. Bulu kuduknya seketika berdiri saat merasakan ada sepasang mata yang memerhatikan setiap gerak-geriknya. Dengan gerakan terburu-buru, Sakura mengeluarkan kunci rumah cadangannya, membuka pintu, lalu masuk ke dalamnya tanpa lupa untuk menguncinya kembali.
Dan, Sakura berharap bahwa sepasang mata berwarna semerah darah yang memerhatikannya tadi hanyalah sebuah khayalan belaka.
.
.
.
───────────────────
chapter i will be uploaded on thursday, 21st october, 2021.
───────────────────
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Serenade
Hayran KurguDia terkutuk. Sesuai dengan apa yang diucapkan oleh wanita itu, bayi laki-lakinya terkutuk. Fugaku tidak tahu apa yang harus dirinya lakukan pada bayi laki-laki tersebut. Haruskah ia membunuhnya? Tapi, ramalan berkata bahwa bayi ini akan membawa kes...