One year later ....
Biasanya, bagi sebagian orang, akhir minggu akan menjadi hari menyenangkan untuk bermalas-malasan. Tidak ada masuk kelas. Tidak ada masuk kantor. Tidak ada suasana pengap karena berdesak-desakkan di dalam kereta. Akhir minggu akan menjadi hari yang seru untuk pergi bermain bersama kawan, ataupun bersantai ditemani segelas kopi panas dari kedai.
Namun hari santai itu tidak akan berlaku bagi Sakura, Hinata, dan sebagian orang nolainnya karena akhir minggu justru akan menjadi medan perang mereka di tempat kerja.
AM Coffee hari ini sedang sangat ramai oleh pengunjung. Dari golongan anak muda hingga lanjut usia—mereka yang memiliki waktu luang, memilih untuk menghabiskan waktu di café milik Chouza Akimichi itu.
Sakura mengusap keringatnya yang bercucuran melewati dahi. Dia sudah datang ke café sejak tadi pagi, dan sejak ia menginjakkan kakinya di tempat ini, piring-piring kotor dan segala macam alat makan lainnya tidak berhenti berdatangan, meminta dibersihkan. Tidak hanya Sakura, koki yang bagian mengurus makanan pun sudah terlihat pucat dengan tubuh bersimbah keringat. Tapi, tidak apa. Kelelahannya itu akan terbayar dengan sejumlah nominal bonus yang bertambah di uang gajinya.
"Sepertinya hari ini lebih ramai dari akhir pekan biasanya," seorang waitress yang sedang menunggu hidangan dari koki berujar.
"Ya, kau benar," jawab waitress satunya.
Tak lama setelah itu, sang koki menaruh beberapa piring makanan di atas nampan, "Untuk meja nomor 22," ujarnya. Salah satu waitress mengambil nampan tersebut, dan dengan cekatan memberikannya kepada pelanggan yang dituju.
Waitress itu berjalan mencari meja dengan penanda bernomor 22. Ia menyajikan makanan dengan senyum ramah khas yang sudah menjadi kebiasaan. "Pesanan Anda, Tuan-tuan. Selamat menikmati," kemudian waitress tersebut berlalu meninggalkan mereka.
Sang waitress kembali ke dapur sembari menahan pekikan. Dia mendekat ke salah satu temannya, dan bercerita mengenai hal yang baru saja terjadi dengan menggebu-gebu.
Akan tetapi, tanpa waitress itu sadari, ada seseorang yang turut memasang telinga mendengarkan ceritanya. Sakura dengan fokus menyerap seluruh informasi dari para waitress yang berdiri tak jauh darinya. Ia jadi penasaran bagaimana sosok pelanggan itu. Setampan itu 'kah?
"Ah, seharusnya tadi kau menyelipkan nomor ponsel di piring mereka."
"Sial, kau benar. Aku lupa."
Sakura mendengus geli mendengarkan percakapan keduanya. Belum tentu dia mau menghubungimu, balasnya dalam hati. Ia lalu kembali fokus pada pekerjaannya membersihkan gundukan-gundukan piring dan peralatan memasak yang kotor.
Perempuan berambut merah muda itu mendongak menatap jam yang terpasang di dinding. "Satu setengah jam lagi ...." gumamnya. Sakura mengusap keringat yang ada di dahinya menggunakan punggung tangan. Napasnya berembus lelah, "Sebentar lagi, Sakura ... sebentar lagi."
***
"Sampai kapan aku harus menunggu di sini?" suara bernada datar itu membuat Naruto memalingkan mukanya, dan menatap wajah berekspresi tak kalah datar milik sahabat sekaligus atasannya.
"Ayolah, Sasuke, tunggu sebentar lagi saja," Naruto melirik jam yang ada di pergelangan tangannya, "Tiga puluh menit lagi tempat ini tutup dan aku bisa segera menemuinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Serenade
FanficDia terkutuk. Sesuai dengan apa yang diucapkan oleh wanita itu, bayi laki-lakinya terkutuk. Fugaku tidak tahu apa yang harus dirinya lakukan pada bayi laki-laki tersebut. Haruskah ia membunuhnya? Tapi, ramalan berkata bahwa bayi ini akan membawa kes...