Sakura tahu dirinya sudah menjadi gila.
Benar-benar gila.
Uchiha Sasuke telah menjebaknya, dan ia sudah kalah dalam permainan.
Sakura masih belum memahami perasaan apa yang kini tengah dirasakannya. Ia terlalu awam untuk mengenalnya lebih jauh, apalagi sesuatu di relung hatinya terus menyangkal setiap saat.
Perasaan ini terlalu asing baginya. Dia butuh bantuan. Apa ini? Bagaimana cara mengatasinya? Ia harus belaku seperti apa? Haruskah ia menerima? Atau justru menampiknya?
Sakura merasa hilang. Semua yang terjadi belakangan waktu ini mengguncang dunianya. Dunia yang aman, tenang, dan berisi orang-orang tersayangnya telah hilang. Kini, ia mendapatkan sesuatu yang baru, yang asing dan menegangkan.
Bertemu dengan Sasuke membuatnya secara otomatis keluar dari zona nyamannya. Bersama dengan Sasuke membuatnya gila; ia kehilangan kendali atas dirinya sendiri.
Sasuke pernah berkata bahwa dia akan mendapatkan semua yang diinginkannya, bagaimana pun caranya. Dan, Sakura sangat yakin dirinya dapat menggagalkan niat pria itu, dulu. Tapi, lihatlah apa yang terjadi sekarang?
Sakura mengembuskan napas panjang.
Oh, dia tidak boleh banyak pikiran seperti ini. Tensi darahnya bisa naik lagi.
"Ada apa?"
Sakura terperanjat mendengar pertanyaan dari Sasuke. Ditatapnya pria yang duduk di sampingnya itu, kemudian menggeleng, "T-tidak ada."
Manik hitam Sasuke memicing, "Baiklah," lalu menyugar rambut hitamnya ke belakang. "Tapi, kau tidak bisa menyembunyikannya dariku Sakura, wajahmu mengatakan segalanya."
Sakura mengerjap, memegang pipinya sendiri. Apa ada yang salah dengan wajahku?
Sasuke menyeringai, "Ceritakan tentang dirimu, aku ingin mendengarnya."
"Bukankah kau sudah mengetahui semua hal tentangku?" balas Sakura dengan sindiran andalannya.
Sang Uchiha terkekeh kecil, ia menyenderkan tangan kanannya pada pintu mobil, kemudian menumpukan kepalanya di telapak tangan. "Ya, aku memang sudah tahu segalanya tentangmu. Tetapi, sekarang aku ingin mendengarnya langsung dari sumbernya."
Sakura memutar bola matanya bosan, "Kau ingin tahu mengenai apa?" tanyanya masam.
"Semuanya."
Napas perempuan itu berhela kencang. Ia menyenderkan tubuhnya pada punggung kursi, menatap kosong langit-langit mobil yang mereka tumpangi. "Hmm ... dari mana aku harus memulainya, ya ...?"
Sasuke diam tak menjawab, sebab ia tahu jika Sakura tidak membutuhkan jawaban dari pertanyannya.
"Aku ... terlahir sebagai anak tunggal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Ayahku, sebelum beliau sakit, bekerja di sebuah toko reparasi. Sementara, ibu meninggal ketika melahirkanku. Tidak banyak kejadian spesial saat aku kecil dulu, hanya saja masa-masa itulah aku merasa benar-benar bahagia. Keluarga kecil kami bahagia, meski hanya berdua. Kami hidup cukup tanpa adanya drama yang berarti."
Cerita Sakura terhenti kala dirinya merasakan sebuah usapan di pipi.
"Lanjutkan," ujar Sasuke pelan.
Sakura menelan ludah sebelum kembali melanjutkan kisahnya, "Kemudian aku bertemu Gaara. Aku mengenalnya karena kami masuk ke sekolah dasar yang sama. Dia lebih tua setahun dariku. Tidak memiliki teman, pendiam, sementara aku justru tidak mau diam," ia terkekeh kecil mengingat masa kanak-kanaknya dulu. "Aku selalu berusaha keras agar dia mau bermain denganku, dan saat Gaara bersedia, dia justru terluka. Pergelangan tangannya retak sebab aku mengajaknya bermain adu pedang menggunakan balok kayu. Lucunya, bukan dia yang menangis kesakitan, justru akulah yang menangis paling kencang, merasa bersalah sudah melukai Gaara. Dia sendiri jadi sibuk menenangkanku yang sesengukkan, lupa dengan lukanya sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Serenade
Fiksi PenggemarDia terkutuk. Sesuai dengan apa yang diucapkan oleh wanita itu, bayi laki-lakinya terkutuk. Fugaku tidak tahu apa yang harus dirinya lakukan pada bayi laki-laki tersebut. Haruskah ia membunuhnya? Tapi, ramalan berkata bahwa bayi ini akan membawa kes...