14

155 33 0
                                    


"kok disini sih jir?" keluh meisha saat jeje memarkirkan motornya.

"emang disini nyet, emang mau dimana lagi. lapangan depan penuh semua."

"tapi ini kan tongkrongan kating..."

pertandingan futsal antara fakultas teknik dan seni berlangsung di lapangan belakang kampus.

lapangannya besar, lebih besar dari lapangan yang lain dan tempatnya nyaman. namun disamping lapangan ini terdapat warung yang dijadikan tempat berkumpul oleh kakak tingkat mereka.

semacam tongkrongan anak hits dan preman kampus.

sebenarnya tidak masalah, kalau saja mei tidak punya masalah dengan salah satu kakak tingkat yang duduk di depan warung itu.

seorang pemuda yang mengibarkan bendera perang kepada meisha ketika gadis itu menolak cintanya.

padahal bukan salah meisha, toh cinta siapa yang bisa memaksa. betul kan?

"udah lo pegangan sama gue aja, kalo si janu macem macem entar gue yang maju."

mei mencibir, "gaya."

setelah memastikan motor dan helm mereka aman, mei dan jeje berjalan kearah tribun lapangan. dan otomatis melewati warung tersebut.

dan seperti yang mereka perkirakan. kakak tingkat mereka— panggil saja janu, menghadang langkah mei dan jeje dengan tubuhnya.

"permisi kak." kata jeje sopan.

sebenarnya enggan, namun ia muak jika harus beradu argumen dengan kakak tingkatnya yang keras kepala ini.

"lo pergi aja, gue butuh temen lo doang kok."

mei yang merasa dibicarakan pun menoleh.

"ada apa kak?"

ketika mei membuka suara, seketika segerombolan pemuda yang duduk disana menjadi riuh.

"gila suaranya merdu banget, man."
"pantes aja si janu kebelet macarin."
"diem lo entar dihajar janu."

dan suara suara lainnya yang membuat mei juga jeje menjadi risih.

"makin cantik aja lu aurora." kata janu sambil memegang kedua bahu mei.

mei menepis tangan yang tidak sopan itu agar menjauhinya.

"apa sih kak? minggir gue mau lewat."

namun bukannya menurut, kakak tingkat nya itu malah semakin jadi. tangannya mengusap wajah mei. mulai dari pipi, dagu, dan bibir.

mei terkejut, tidak menyangka kakak tingkatnya itu berani menyentuh wajahnya seperti ini.

baru saja ia akan menampar wajah tengil itu namun sebuah tangan lebih dulu meninju rahang senior yang kurang akhlak itu.

bruk

"kurang ajar lo!"

buk
buk
buk

"jangan mentang mentang lo senior jadi seenaknya!!"

buk

"gue matiin lo!"

buk
buk

mei mematung di tempatnya berdiri.

pemuda yang menghajar seniornya itu, mei jelas tahu siapa dia. pemuda yang belakangan ini menjadi alasannya susah tertidur karena wajahnya yang terus melintas di pikiran mei.

aska savero.

pemuda yang bahkan masih mei ragukan nyata atau tidaknya.

tetapi saat ini jelas terlihat pemuda itu menghajar senior gila di depan puluhan pasang mata yang melihat.

berlari dari dalam lapangan dan bahkan keluar dari pertandingan saat matanya tidak sengaja menangkap presensi mei yang sedang dilecehkan.

lantas mei, masihkah kamu meragukan pemuda di hadapanmu ini?

tbc~

unreal || Hamada Asahi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang