Chapter 2

815 57 8
                                    

"Bisikan itu menambah beban

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bisikan itu menambah beban.
Aku tak ingin mendengarkan.
Namun, dalam lubuk hati terdalam,
aku sedang menunggu kebenaran tentang suara yang kudengar."
___

Sekarang adalah hari pertama Swara bekerja. Segala hal yang perlu dipelajari sudah ia dengarkan dari pelayan pria yang lebih senior darinya. Mulai dari bersikap ramah kepada setiap pengunjung, berhati hati saat membawa pesanan, dan bagaimana menuliskan pesanan yang benar. Itu semua ia pelajari hanya dalam sehari, tapi bagaimana pun teori dan praktek memang selalu berbeda.

Seperti saat ini, ia hanya diam menunggu reaksi pemilik pesanan yang tak sengaja Swara tumpahkan minumannya di atas meja beberapa detik yang lalu. Dan itu mengundang perhatian beberapa orang yang duduk tak jauh dari mereka.

"APA-APAAN INI!? KAMU GAK LIHAT ATAU GAK BISA LIHAT! MINUMAN SAYA TUMPAH!!!"

Swara diam mematung, bukan karena takut, melainkan terkejut dengan nada keras itu. Rasanya tidak asing.
"CEPET BERSIHIN! Dasar pelayan bodoh. Saya akan suruh manager restorant ini memecat kamu!"

Kali ini keributan itu menjadi pusat perhatian, seorang ibu ibu yang berpakaian glamor itu terus saja memaki Swara tanpa henti. Emosinya bertambah saat mendapati orang yang dia marahi hanya diam dan menatap lurus kearahnya.

"Berani kamu ya menatap saya seperti itu!? Kamu tidak tau saya ini siapa, hah?"

Melihat Swara tanpa reaksi membuat ibu ibu itu kembali melanjutkan ucapannya. "Suami saya itu berkerja di perusahaan terbesar di kota ini. Dia bisa membuat kamu kehilangan pekerjaan dengan sekali perintah. Dan juga membuat kamu tidak diterima berkerja di semua lowongan pekerjaan. MAU KAMU JADI GELANDANGAN!?"

Swara naik pitam mendengar kalimat terakhir yang ia dengar. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal kuat.

"Kenapa hah? Tidak suka dengan perkataan saya?" Wanita itu mengerti jika Swara tengah menahan amarah, ia tersenyum remeh melihatnya.

"Maaf, ada apa ini?" Seorang berpakaian rapi membelah kerumunan yang menjadi pusat perhatian.

"Nih pelayan anda," telunjuknya tepat mengarah di wajah Swara, "tidak becus bekerja. Sebaiknya anda memecatnya sekarang juga jika tidak ingin dia membuat masalah lagi!"

Matanya menatap tajam kuku panjang mengkilap yang masih mengarah kearahnya, bahkan begitu dekat. Dengan yakin ia tepis tangan menjijikkan itu dari wajahnya dengan keras, lalu rintihan kesakitan terdengar jelas setelahnya, tanpa bertanya pun semua orang tau siapa yang sedang merintih kesakitan.

"KAMUU!!!"

"Apa, hm?" Dingin, datar, namun begitu tegas. Suara bariton itu mampu membuat keheningan beberapa saat.

Wanita itu terkejut, matanya melebar, ia pikir pelayan itu tidak akan berani kepadanya. Namun ia salah, suara bariton itu mampu menciptakan keraguan dalam nada bentakannya barusan.

Garis Batas (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang