Kuikuti takdir,
terserah ia akan bawa aku ke mana.___
“Sekarang kamu percaya, kan?” Swara menatap iris mata itu dengan seksama, barangkali ia bisa melihat kebohongan di dalamnya.
Siang ini seorang wanita datang ke tempatnya bekerja. Ia mengaku sebagai mamanya dan ingin mengajaknya untuk pulang. Sama halnya dengan pria yang mengaku mengenalnya kemarin.
Ia kembali menatap bingkai foto yang ada digenggamannya. Di sana terlihat dirinya, wanita ini, pria kemarin yang mengaku adiknya, serta pria paruhbaya yang katanya adalah papanya. Swara tak bisa mengingat mereka sama sekali, membuat gambaran orang asinglah yang memenuhi kepalanya, bukan sosok keluarga.
“Jika kamu masih belum yakin, setidaknya pulanglah selama satu minggu lebih dulu. Lalu kamu bisa memutuskan sendiri keputusanmu. Tapi mama yakin kamu akan percaya bahwa itu memang rumahmu dan kami keluargamu. Mama akan memanggil dokter terbaik agar bisa mengobatimu hingga sembuh … Selama itu kamu harus pulang.” Sintya berujar dengan yakin, tak ada nada ragu di dalamnya.
Ia memperhatikan Swara yang masih diam sambil terus memperhatikan bingkai foto, lalu saat Swara mendongak. Mereka saling bersitatap, sorot mata tak terbaca membuat Sintya penasaran apa yang sedang Swara pikirkan.
“Aku yakin pria kemarin sudah mengatakan padamu bahwa aku sudah menikah … Aku tidak ingin meninggalkannya.” Ujar Swara.
Ia mengepal kuat, berusaha menahan amarah, lantas menarik napas dalam. “Baiklah, kamu boleh mengajak istrimu itu ke rumah.”
“Nanti malam mobil jemputan akan datang. Tidak usah membawa satu pakaian pun dari rumah lusuhmu itu.”
Swara ingin membalas, namun tak jadi karena perempuan itu langsung pergi dari ruangannya. Ia hanya bisa menatap kepergiannya dalam diam. Memandangnya dengan sorot mata yang sulit diartikan.
***
“Aku tidak akan ikut. Itu keputusanku.”
“Lalu kau ingin sendirian di sini, begitu?” Swara menatapnya kesal.
“Ya, kenapa tidak. Aku bisa menjaga diriku sendiri.”
“Kau akan ikut. Itu perintah! Bukankah kau sendiri yang bilang agar tidak akan meninggalkanmu sendirian.”
Kalinda nampak tergagap ingin menjawab, “ya, i-itu memang benar. Tapi bukan berarti aku harus ikut ke rumah itu, kan. Mas tau aku tidak mengenali siapa pun di sana. Bahkan aku punya kesan pertama yang kurang baik dengan mama Mas. Lebih baik aku tinggal sendirian di sini.”
Helaan hapas terdengar, tatapan Swara mulai melunak, “Dengar, aku juga tidak ingat siapa pun di sana. Jadi jika kamu tidak ikut. Tidak akan ada orang yang bisa kupercayai nantinya.” Ia menatap sorot mata itu dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Batas (End)
ChickLitSebuah pernikahan yang tak pernah terbayangkan. Membuat Kalinda harus menghadapi semuanya dengan tegar. Ia tak menyangka, menikah dengan pria yang asal usulnya tak ia ketahui membuat hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat. Apalagi ketika sat...