Chapter 33

576 53 1
                                    

Semilir angin menerpa kulit wajahnya yang lembut. Matanya terpejam merasakan setiap sentuhan angin yang bergesekan secara langsung dengan kulitnya. Cukup lama Kalinda terpejam, lalu kembali membuka matanya. Ia menatap jalanan kota yang semakin ramai seiring dengan matahari terbenam. Ia duduk sendirian di bangku taman, pikirannya tak henti-hentinya memikirkan keadaannya sekarang.

Seharusnya ia sudah menduga semua ini akan menimpanya setelah mengetahui identitas asli suaminya. Sejak saat itu ia menyiapkan diri untuk menghadapi segala masalah yang akan datang dengan tetap bertahan. Hanya dengan alasan dia sudah tak punya siapa-siapa lagi sekarang, ia hanya mengenal Swara, orang-orang yang ia kenal berada sangat jauh dari keberadaannya. Tapi barangkali itu bukan alasan yang paling utama, mungkin saja ia memang tidak ingin kehilangan Swara karena ia sudah terlalu berharap lebih padanya.

"Tidak. Aku tidak mau hubungan kita berakhir begitu saja!"

Suara dari seberang bangku mengalihkan perhatiannya. Kalinda memperhatikan sepasang kekasih yang sepertinya sedang bertengkar. Dari posisinya ia hanya bisa melihat raut wajah sang pria yang terlihat tak terima. Kalinda mengalihkan perhatiannya, ia kembali menghadap ke depan.

"Ini yang terbaik untuk kita berdua." Setelah mengatakan itu sang wanita pergi begitu saja, ia berjalan melewati Kalinda.

Bagaimana bisa mereka menjadikan tempat umum ini sebagai tempat menyelesaikan masalah. Apalagi jika dengan teriak-teriak seperti tadi. Kalinda tak habis pikir dengan hubungan anak muda zaman sekarang. Namun satu hal yang menarik perhatiannya, setelah perempuan itu pergi ia melirik sekilas sang pria yang nampak kacau. Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Terlihat sekali bahwa dia merasa sangat kehilangan. Apakah mungkin keadaan Swara juga akan seperti itu jika ia pergi?

Lalu setelahnya pria itu berdiri dan pergi meninggalkan bangku yang tadi ia tempati.

"Sedang apa di sini?" Hampir saja Kalinda berteriak mendengar suara orang yang tiba-tiba berdiri di sampingnya. Bagaimana bisa dia ada di sini.

Dengan setelan jas yang masih rapi Swara berdiri menatap Kalinda yang mengatur napasnya.

"Sedang apa mas di sini?"

"Justru seharusnya aku yang bertanya begitu, sedang apa kamu di sini sendirian?"

Kalinda melihat sekitar dan menemukan mobil pria ini yang terparkir tak jauh dari posisinya sekarang. Bagaimana bisa mereka bisa bertemu di sini, membuat Kalinda bingung harus bersikap seperti apa.

"Hanya ingin keluar." Dahinya mengerut mendengar jawaban Kalinda, lalu setelahnya ia mengambil duduk di sampingnya. Pria itu yakin Kalinda ke mari bukan tanpa alasan, dia pasti menemui seseorang. Namun ia tak bisa menanyakannya langsung.

Melihat itu Kalinda hanya diam, jantungnya kembali berdebar setiap kali Swara berada dekat dengannya. Ia tak tau apakah harus tetap diam atau menyuruhnya pergi dari sini. Saat ini ia sedang ingin sendiri, tapi sulit menyuruhnya untuk pergi.

"Kenapa diam saja?" Perkataan Swara itu menghilangkan kesunyian di antara mereka berdua.

"Aku hanya ingin sendiri."

Swara menatap wajahnya dari samping, ia tau istrinya ini sedang tidak baik-baik saja. Tapi ia tak tau apa penyebabnya, padahal kemarin saat ia datang menemuinya untuk meminta maaf sikapnya tidak sedingin ini padanya.

"Kamu mengusirku?"

"Tidak. Aku hanya mengatakan apa yang aku mau."

Sudah jelas jika Kalinda menginginkan dirinya untuk pergi. Seketika perasaannya menjadi tak karuan mendengarnya, apakah ia sudah membuat kesalahan?

Garis Batas (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang