Chapter 17

510 49 0
                                    

Dari fajar hingga senja, rasanya ingin kuhabiskan waktu bersamanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dari fajar hingga senja,
rasanya ingin kuhabiskan waktu bersamanya.

___

Untuk kedua kalinya, Swara memasuki ruangan yang katanya adalah tempat khusus untuknya mengurus segala urusan perusahaan. Tiga hari yang lalu ia menerima tawaran Alex untuk kembali ke sini, itupun karena laki-laki yang mengaku adiknya itu meminta dengan sangat sopan, tidak seperti pertama kali mereka bertemu dan langsung mengajaknya untuk pulang. Kemarin Alex sudah menjelaskan semua padanya tentang keadaan perusahaan ini. Ia juga mengatakan bahwa selama dirinya pergi, Alex benar-benar stress menangani ini seorang diri, sebab memang ia tidak suka menghabiskan sepanjang harinya hanya berkutat di depan layar laptob maupun mengecek berkas-berkas.

Lalu sekarang, ia benar-benar disibukkan dengan berkas-berkas yang harus segera ia cek dan tanda tangani, Alex memang benar, pekerjaan ini bisa membuat seseorang semakin stress. Ia menutup berkas yang barus saja selesai ia baca, tangannya memijat ujung pelipisnya. Lalu beranjak dari tempat duduk, ia berjalan ke luar ruangan entah mau ke mana. Kakinya terus melangkah masuk ke dalam lift dan turun ke lantai bawah.

Ketika pintu lift itu terbuka, ia melihat seseorang barus saja melewatinya. Swara melihat punggung gadis itu dari belakang, dahinya menyerngit, ia kenal betul siapa pemiliknya. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana, ia berdiri sembari memperhatikan gadis itu yang tengah kesusahan membawa sebuah kotak kardus di tangannya. Senyum tipis tersungging di sana, ia melihat tubuh kecil Kalinda yang tenggelam karena kardus itu lebih besar dari kepalanya. Namun senyumnya seketika luntur saat melihat Kalinda yang hampir jatuh karena matanya terhalang oleh benda yang ia bawa.

Dadanya seolah berdebar, pikirannya membayangkan bagaimana jika sampai gadis itu benar-benar jatuh. Ia berdehem, menormalkan raut wajahnya, lalu berjalan mendekati istrinya. Tentu saja, itu semua tak luput dari penglihatan orang-orang yang ada di sana, tak terkecuali Adi yang melihatnya. Ia yang sedang sibuk menata kardus seketika berdiri tegak saat Swara sudah ada di sana. Namun dahinya mengerut, saat atasannya itu mendekat ke arah Kalinda.

“Ekhm, ikut aku.”

Kalinda tersentak, ia berbalik, seketika matanya melebar mendapati tubuh laki-laki yang jauh lebih tinggi darinya tengah menatap dirirnya. Ia menoleh sekitar, sekarang ia sedang menjadi pusat perhatian beberapa orang. “A-ada apa, pak?”

Sekilas kedua alisnya terangkat, “ikut saya.” Setelah mengatakan itu ia berbalik dan berjalan pergi.

Kalinda menatap Adi yang juga tengah menatapnya, raut wajah itu nampak bertanya-tanya. Namun ia hanya tersenyum tipis lalu pamit pergi.

***

Bosan, satu kata yang ia alami sekarang. Sudah hampir setengah jam ia hanya duduk sambil menunggu Swara yang sibuk dengan berkas-berkas di tangannya. Ia bingung mengapa laki-laki ini repot-repot menyuruhnya ke sini jika hanya di suruh menunggu, Ia menghela napas, “saya boleh pergi?”

Garis Batas (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang