"Kasih aku waktu, aku akan berusaha mencintaimu."
___
Swara berdiri di ambang pintu dengan tatapan tajam, lalu saat pandangannya bergeser menatap Kalinda, ia mendapati perempuan itu yang meringis kesakitan sembari memegangi pipinya yang merah. Rahangnya mengeras, ia berjalan mendekat. "Apa yang telah anda lakukan pada istri saya?!"
Sedikit saja, Sintya tak merasa gentar dengan pertanyaan maupun pandangan tajam Swara kepadanya. Sama sekali ia tak menyesal telah menampar wanita murahan yang merusak semua rencananya. Ia membalas tatapan Swara sama tajamnya, "kenapa kamu malah membela wanita murahan seperti dia, hah? Seharusnya kamu sadar Karan, buka matamu lebar-lebar! Dia hanya ingin memanfaatkan kamu!" telunjuknya mengarah tepat di depan wajah Kalinda.
Kedua telapak tangannya menggenggam dengan kuat, "keluar sebelum saya nekat menampar anda sekarang!"
Sekian detik bola mata Sintya membola, "lihat saja nanti, wanita ini cepat atau lambat akan menunjukkan wajah aslinya." Setelah mengatakan itu ia pergi dengan penuh emosi.
Mata Kalinda berkaca-kaca, siap kapan saja untuk tumpah. "Duduklah, akan aku ambilkan air es, tunggu di sini." Bersama kepergian Swara tangis Kalinda pecah. Ia memegangi dadanya yang sesak, bagaimana ia akan bisa bertahan dengan semua ini kedepannya. Ia percaya, cepat atau lambat Swara akan mengingat masa lalunya, ia akan mengingat kekasih lamanya. Dan jika saat itu tiba, ia tak tau bagaimana nanti nasibnya.
Setelah beberapa saat, pintu kamar kembali terbuka, Kalinda segera menghapus air matanya. Dan itu tertangkap oleh Swara, namun ia hanya diam tanpa bertanya. Ia berjongkok di depan Kalinda yang duduk di tepi ranjang, "tahan, mungkin akan sedikit sakit."
Sensasi dingin itu menyentuh pipinya yang merah dengan lembut.
Aww...
"Sudah." Ujar Swara beberapa saat kemudian, "kita akan keluar dari rumah ini." Ucapnya tiba-tiba.
"Kenapa? Ini masih belum satu minggu, kan? Apa mas sudah mengingat sesuatu?"
Swara menggeleng, "seharusnya kamu tau kenapa, ini semua demi keselamatanmu, Kalinda. Perempuan itu tidak suka dengan kehadiranmu, aku khawatir dia akan melukaimu lebih parah dari ini. Dia perempuan licik."
"Aku baik-baik saja."
Ia tersenyum miring mendengar perkataan Kalinda, "sering menangis sendirian, itu namanya baik-baik saja?"
Kalinda menunduk, "kurasa begitu ...."
Swara mengusap wajahnya frustrasi, "Kamu tau mas, sekarang aku merasa hubungan kita mulai berkembang, aku tidak menampik bahwa aku berharap kamu bisa mencintaiku. Tapi rasanya mama mas memang benar, aku egois, bahkan saat tau mas telah punya tunangan sebelum hilang ingatan, aku masih berharap pernikahan kita masih bisa bertahan." Kalinda mendongak, menatap Swara yang terdiam, "lalu aku ingin bertanya, tolong jawab dengan jujur. Pertanyaan ini sudah ada sejak lama. Apakah mas masih mengharapkan hubungan kita ini? Jika tidak sebaiknya kita akhiri hubungan ini sekarang, sebelum semuanya semakin kacau." Butir air mata itu jatuh bersamaan dengan pengakuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Batas (End)
ChickLitSebuah pernikahan yang tak pernah terbayangkan. Membuat Kalinda harus menghadapi semuanya dengan tegar. Ia tak menyangka, menikah dengan pria yang asal usulnya tak ia ketahui membuat hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat. Apalagi ketika sat...