-Bagian Terakhir
Titt…titt…titt
Itu suara pertama yang masuk dalam gendang telingaku. Perlahan mataku mulai terbuka, berat, serta nyeri di sekujur tubuh, terutama area perut. Sinar lampu ruangan menyilaukan mata, di mana aku sekarang? Aku menoleh ke kanan, nihil, tak ada orang. Lalu menoleh ke kiri, di sana hanya kudapati pintu ruangan, apakah aku sedang bermimpi? Tapi rasa sakitnya terlalu nyata jika hanya untuk sekedar mimpi.
Ceklek …
Pintu ruangan terbuka, bertepatan saat itu juga aku melihat keterkejutan dalam raut wajahnya. Dia Clara, segera menutup pintu lantas berjalan mendekat ke arahku. Mukanya berbinar, juga berkaca-kaca, senyuman tulus tak lepas dari bibirnya. “Akhirnya kamu bangun.”
Akhirnya?
Apakah aku terlalu lama tidur.
Mulutku sulit untuk bertanya demikian.
Kulihat Clara menekan tombol di samping bangkar, mungkin untuk memanggil seseorang. Dan benar, tak butuh waktu lama seorang dokter masuk ke dalam ruangan, mereka memeriksaku dengan cekatan, lalu menghela napas lega.“Teman anda akan baik-baik saja, masa kritisnya sudah lewat, kami akan segera memindahkannya.”
Senyum Clara semakin lebar. “Baik, terima kasih banyak dok.” Dokter itu tersenyum sebagai tanggapan, kemudian keluar.
Aku meringis saat merasakan nyeri yang luar biasa di perut, Clara yang mendengarnya segera mendekat. “Kenapa? Apa yang sakit? Aku akan panggil dokter.” Ia bergegas pergi namun terhenti saat aku memegang tangannya, aku menggeleng pelan, kurasa memang tak perlu memanggil dokter.
“A-apa yang sudah terjadi?” Tanyaku beberapa saat kemudian.
Clara termenung sejenak, lalu duduk di samping ranjang, memegang tanganku yang masih terhubung selang infus, kemudian menggengamnya dengan kedua tangan.
“Tunggu sampai keadaan kamu pulih dulu, setelah itu akan aku ceritakan semunya. Yang pasti sekarang semua baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”“Tidak, ceritakan sekarang. Sudah berapa lama aku tak sadarkan diri?”
Clara menarik napas panjang, “empat belas hari.”
Apa?! Selama itukah?
“Sudah kubilang kita tunggu sampai kamu pulih, jadi jangan tanyakan apapun, fokus saja pada kesehatan kamu.” Entah karena melihat raut mukaku yang berubah setelah mendengar jawabannya atau karena hal lain sehingga ia mengatakan itu. Tapi yang pasti aku terdiam setelahnya, menurut, tak ingin menanyakan apa-apa.
Jika sudah selama itu aku koma, pasti banyak hal yang sudah terjadi.
Tapi mengapa sejak tadi aku tak melihat kehadirannya di sini, apakah dia baik-baik saja atau hal buruk menimpanya?
“Suamimu dan Alex belum tau kalau kamu sudah sadar, mereka pulang untuk mengambil beberapa keperluan, aku yakin mereka akan sangat terkejut, terutama kak Karan, dia benar-benar kacau selama empat belas hari ini.”
Aku tersenyum tipis, “tolong bantu aku duduk.”
“Tidur saja, jangan terlalu banyak gerak ….”
Aku tak menurut, melihatku yang malah berusaha bangun sendiri Clara bergegas membantu, ia mengotak-atik agar bangkarnya bisa untuk duduk dengan nyaman. “Terima kasih.” Ucapku padanya.“Sebentar lagi mungkin mereka datang,” kalimatnya terhenti, seolah memikirkan sesuatu. Aku tau siapa yang di maksud Clara.
“Kenapa?” tanyaku saat melihat tingkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Batas (End)
Literatura FemininaSebuah pernikahan yang tak pernah terbayangkan. Membuat Kalinda harus menghadapi semuanya dengan tegar. Ia tak menyangka, menikah dengan pria yang asal usulnya tak ia ketahui membuat hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat. Apalagi ketika sat...