Chapter 6

571 55 1
                                    

Percikan itu mulai ada, namun bisakah apinya  menyala?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Percikan itu mulai ada,
namun bisakah apinya
menyala?

___


Kalinda menyerngit, matanya menyipit melihat rumahnya sedang kedatangan tamu. Sebuah mobil mewah yang terparkir rapi di depan rumah, lalu terlihat dua orang pria yang berdiri di depan pintu dengan memakai pakaian serba hitam, seolah sedang mengawasi keadaan di depan.

Kakinya melangkah mendekat, lalu dua orang itu melihat kehadirannya dan hanya menatap dirinya dalam diam. Saat masuk ke dalam Kalinda tak mampu menahan keterkejutannya saat melihat Sintya tengah duduk di sana. Wanita itu menatap ke arahnya, “kamu, pegawai yang waktu itu, kan?”

Dengan kaku Kalinda menjawab, “i-iya… Ada perlu apa ya, bu?” sebisa mungkin ia bersikap normal. Namun dalam benaknya sudah banyak sekali pertanyaan yang ingin ia utarakan, salah satunya, bagaimana bisa wanita itu masuk ke dalam rumahnya yang sudah dikunci? Ia bahkan tidak melihat kehadiran Swara di rumah.

Sintya menatapnya tajam, seolah ingin memakannya hidup-hidup, “nggak, saya salah rumah. Saya pergi dulu.” Kalinda hanya mengangguk tanpa berniat mengantarkan tamunya ke depan, kakinya seolah enggan untuk beranjak, namun samar-samar ia mendengar Sintya yang memaki orang yang sejak tadi menunggunya di depan.

“Bodoh, kalian salah rumah!”

“Tidak mungkin, bu. Saya sudah melacaknya dengan benar, dan ini memang rumahnya.”

“Tapi itu rumah perempuan tadi!”

Kalinda mendengar suara pintu mobil yang tertutup. Lalu suara mobil menyala terdengar.

Kalinda tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, ia masih berdiri mematung. Lalu, seketika tubuhnya menegang, teringat akan suatu hal. Apakah mungkin, Sintya telah menemukan keberadaan Swara, lalu dia mencarinya sampai ke sini.

***

Suara gelas pecah menggema hingga seisi rumah yang berukuran kecil itu. Orang yang tak sengaja memecahkannya lantas mengambil serpihannya satu persatu sambil merutuki dirinya sendiri. Gelas itu terasa licin saat di genggamannya tadi, hingga tanpa aba-aba gelas itupun meluncur begitu saja.

“Ada apa?” Tiba-tiba Swara muncul di ambang pintu.

“Aww,” Kalinda meringis saat merasakan jarinya tergores pecahan kaca, lalu ia mendongak, mendapati Swara yang berdiri di hadapannya.

“Gelasnya pecah.”

Swara menghela napas, “kok bisa?”
Kalinda tak langsung menjawab, ia kembali melanjutkan aktifitasnya mengambil sisa pecahan kaca, namun membiarkan jarinya yang menganga karena tergores begitu saja. Hingga darah ketal terlihat jelas di jarinya, “ya gitu,” jawabnya.

Garis Batas (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang