Marry My Own Teacher-09

8.3K 1.2K 267
                                    

Minimal 390 votes, minimal 200 komen. (17:30-19:30 WIB) ➡️ UP!

👩🏻‍🏫

Jika biasanya mereka datang dengan rasa malas yang menyelimuti, kini seluruh murid-murid Archie School datang dengan raut cerah karena hari ini adalah perayaan ulang tahun sekolah. Mereka hanya perlu bersenang-senang tanpa perlu menyibukkan diri mengerjakan PR di sekolah.

Morgan datang dengan hanya mengenakan celana training berwarna abu-abu, kaus berwarna hitam, dan sandal sambil membawa tas yang berisi seragam basketnya. Hanya Morgan sajalah yang berpakaian seperti itu, murid-murid yang lain tetap memakai seragam sekolah.

Morgan mengacungkan jempol sambil tersenyum kepada pemilik sekolah yang menatapnya dengan jengah.

"Kamu harus tetep pake seragam sekolah, Morgan." kata sang pemilik sekolah sambil memperhatikan pakaian Morgan.

"Udah nggak zaman, Uncle." balas Morgan sambil menguap di mana murid-murid lain tampak iri dengannya yang bisa berpakaian bebas seperti itu walaupun hal tersebut bukan yang pertama kalinya untuk Morgan.

Morgan pergi ke kelasnya yang sudah ramai di mana pertandingan basket antar kelas berlangsung di pukul 09:00 pagi sedangkan sekarang masih pukul 08:00. Selain basket, akan ada banyak pertandingan juga perlombaan yang berlangsung dengan hadiah yang menggiurkan.

"Ini orang sebenernya keponakan apa anak pemilik sekolah sih?" Natta menatap penampilan Morgan.

"Gue anak raja, King Dexter of Voxeoston." Morgan sedikit melebarkan kedua tangannya.

"Widih, lancar bener ye kehaluan lo." cibir Ben.

Morgan tertawa. "Gue yakin lo pada bakal kejang-kejang bagai tersengat listrik kalo lo tau gue yang sebenernya."

"Kelamaan digantung sama Aiko, lo jadi makin gila kayaknya." kata Vincent.

"Gue apresiasi lo yang masih mau hidup abis ditolak sama Gwen." balas Morgan.

"Bu! Morgan sebut nama ibu tanpa ada embel-embel bu nih tadi." lapor Natta pada Gwen yang baru saja masuk ke kelas.

Gwen menatap sekilas Morgan dan hanya tersenyum. "Ibu mau nanya, di kelas kalian yang ikut tanding basket siapa-siapa aja, ya?"

"Kita, Bu!" Ben mengangkat tangan.

Gwen memberikan pulpen dan selembar keras pada Ben. "Silakan tulis nama juga kelas kalian, ya."

"Bu, ini kira-kira yang menang dapet apa?" tanya Natta.

"Pihak sekolah udah sediain paket liburan untuk pemenang, ada uang tunainya juga." jawab Gwen.

"Menurut saya, Vincent nggak tertarik sama hadiahnya." Ben menatap Vincent di mana Vincent memberikan sorot penuh peringatan agar temannya itu tidak berbicara yang macam-macam.

"Vincent mau hadiahnya itu Ibu Gwen, bener, Vin?" tanya Natta.

"Morgan." panggil Aiko.

Mereka menoleh ke arah Aiko yang baru saja datang, Gwen juga ikut menoleh tetapi hanya sekilas.

"Kamu kapan tandingnya?" tanya Aiko.

Morgan menatap Gwen karena ia sendiri tidak tahu. "Kapan, Bu?"

"Jam sembilan nanti, lawannya anak dua belas IPS satu." jawab Gwen tanpa menatap Morgan.

"Udah siap aja nih kasih semangat ke Abang Morgan. Berani nggak lo, Ai, kasih semangat pake kata-kata semangat Abang Morganku sayang! Berani nggak lo?" tanya Ben di mana Aiko tampar tersipu malu.

"Ben, udah selesai belum, ya?" tanya Gwen.

"Oh iya! Bentar, Bu. Satu nama lagi. Morgan anak dari King Dexter of Voxeoston belum saya tulis." Ben segera menulis nama Morgan lalu ia serahkan kertas itu pada Gwen.

👩🏻‍🏫

Gwen berdiri di tribun khusus untuk panitia acara dan tribun lainnya sudah penuh diisi oleh murid-murid yang tampak antusias karena pertandingan basket antar kelas akan segera dimulai. Suara sorakan kian terdengar begitu dua tim yang akan bertanding berjalan ke tengah lapangan, pertandingan dan perlombaan lainnya akan terus berlangsung di dalam sekolah, di lapangan basket indoor lebih tepatnya.

Mata Gwen tertuju pada Morgan yang ia akui terlihat semakin tampan dan maskulin dengan baju tanpa lengan sehingga memperlihatkan lengan Morgan yang terlihat seksi di mata kaum hawa.

Pertandingan sudah di mulai, semua orang yang ada di sana tampak semakin antusias, tidak henti-hentinya memberi semangat untuk jagoan yang berasal dari kelas mereka.

Baru 1 menit berlalu, Morgan berhasil memasukkan bola ke ring. Bukan penghuni kelas XII IPA-1 saja yang tampak senang, penghuni kelas lain juga tampak semakin antusias dan memang murid-murid yang antusias itu adalah murid perempuan.

Morgan berjalan ke arah komentator lalu merebut alat pengeras suara. "Yang tadi itu untuk Aiko."

Keadaan yang sempat hening kembali ricuh dengan mata mereka yang tertuju pada Aiko dengan sorot menggoda. Aiko sedikit menundukkan kepala karena ia malu sekaligus senang.

"NGGAK USAH GANJEN, WOI!" teriak Winnie di antara sorakan membuat keadaan kembali hening.

"Mati gue." gumam Morgan yang baru sadar jika ibunya itu sedang berdiri di sebelah Gwen.

"Bener-bener, ya, itu anak. Minta dimasukin lagi ke dalem perut." Winnie benar-benar tidak suka dengan tindakan Morgan tadi. Winnie bosan di rumah dan ia datang ke sekolah untuk menyaksikan setiap acara yang ada. Winnie datang bersama Driz.

"WOI! MOLGAN ANJE*G!" teriak Driz sekuat mungkin sambil mengacungkan jari tengah.

"Drizella!" seru Winnie sambil memukul tangan dan mulut anak itu di mana mereka yang melihat ataupun mendengar teriakan Driz langsung tertawa.

"Ih! Kok mulut Dliz dipukul? Mami duluan yang bilang anje*g, 'kan?!"

"Ganjen! Udah diem, jangan sampe mami tabok lagi mulutnya." Winnie mengangkat tangan dengan telapak tangan yang terbuka.

Driz menghentakkan satu kaki lalu balik badan setelah sebelumnya berdiri berhadapan dengan Winnie. Driz melipat kedua tangan di depan dada dengan jari tengah yang mengacung.

"HA-HA-HA! BELEGUG SIA!" Driz tertawa keras sampai membungkukkan badan melihat salah satu pemain terjatuh di depannya.

Gwen menatap Winnie dan Winnie menggeleng-gelengkan kepala karena wanita itu sendiri heran melihat anaknya.

👩🏻‍🏫👩🏻‍🏫👩🏻‍🏫

Qotd: di keturunan Nia, Driz persis kayak siapa nih?

Marry My Own Teacher [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang