Selalu ada yang pertama untuk segalanya. Baru pertama kali July mengundang lelaki ke rumah. Dua orang, malah. Dan hal-hal pertama seperti itu sering membuatnya cemas lantaran ia yakin pasti ia kikuk sekali.
July masih menempelkan layar ponsel di telinga. Ia menggeleng ragu tatkala Soya tetap meyakinkan July bahwa makan bersama tadi tidak canggung sama sekali dan cukup menyenangkan.
"Tak kusangka ternyata Jeon Taehyung itu seru, lho!" balas Soya semangat. "Dia pintar tapi tidak banyak membual."
"Tidak membual, tapi mem-bully. Geez. Menang tampan saja," July serius. Keluhan dan pujiannya itu jujur dalam lubuk hati terdalam. Saking jujurnya, Soya sampai tak bisa jika tidak tertawa geli, apalagi saat mendengar July berceloteh soal Seokjin dan Taehyung yang memperdebatkan tarifnya saat di sekolah tadi.
"Seokjin juga oke, lho. Dia keren," puji Soya. "Wah, wah. Kau beruntung juga, ya."
"Apa maksudmu?"
"Yah, begitu. Wajahmu pas-pasan. Tapi kau dekat dengan dua lelaki tampan."
July mengernyit. "Kok kurang ajar, sih? Aku cantik tahu."
"Iya di antara kentang," Soya terkekeh bahagia. Ia jelas tidak serius saat mengatai July.
Lelaki yang mendapatkan jiwa murni seperti July hanyalah mereka yang beruntung. Jadi, tentu saja yang beruntung itu adalah Jeon Taehyung dan Kim Seokjin yang bisa berdekatan dengan sahabatnya, Moon July. "Hawa kesirikanku mencuat. Aku bisa apa?"
"Ih, ambil saja satu, kalau suka. Aku malah bahagia kalau tidak diganggu mereka lagi."
"Ya sudah. Begini saja, deh. Aku bantu memutuskan. Yang lima-puluh-satu-persen kausukai yang mana? Aku ambil si lelaki empat-puluh-sembilan-persen saja. Hehe."
July pura-pura berpikir keras. Jarinya mengusap dagu. "Bagaimana, ya? Mereka sama-sama nol di mataku." Jelas itu dusta. Di kepalanya hanya ada satu sosok saat ini.
"Jadi ucapanmu di tur kala itu ditujukan kepada siapa? Bintang di laut?"
"Oh!" Mendadak July terperanjat. "Bintang!" Gadis itu menepuk dahi seolah baru saja melewat hal yang sangat penting. Sulit dipahami. Sampai-sampai bintang kelas seperti Park Soya sekali pun jadi mengernyitkan dahi dengan linglung di ujung sana.
"Apa, sih?"
"Bintang jatuh! Tadi aku baca di berita katanya akan ada bintang jatuh malam ini!" July berguling cepat segera turun dari kasur. Meraih sweater dan mencuatkan kepala dari rajutan merah dengan renda sheer berwarna putih di bagian kerah, sebelum akhirnya melangkah dengan tergesa-gesa. "Aku pergi dulu! Aku harus melihatnya."
"Hei! Sadarlah! Situs berita mana yang kehabisan kisah sampai harus merilis artikel bintang jatuh—"
Pip. Sambungan diputus.
***
"TAEHYUNG!"
Suara gedoran pintu entah telah keberapa kali dibuat oleh July. Gadis ini benar-benar tak bisa menahan diri. Ia dikejar waktu yang terus menipis. Tenggorokan keringnya berkali-kali berteriak, "JEON TAEHYUNG!" Semakin bar-bar, bahkan.
Taehyung itu benar-benar master tukang tidur. July sudah sambil menyelam minum air—melakukan 2 hal dalam sekali jalan, menelepon dan menggedor pintu—tapi nihil. Ia malah merasa seperti mau tenggelam karena hampir kehabisan napas.
Tapi tak boleh menyerah. Jangan sampai bintang jatuhnya itu terlewatkan. Maka mempersiapkan tenaga perut, gadis itu membuka mulut lagi.
"Jeon—"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Moon I Met in July | salicelee.
FanfictionJeon Taehyung terlihat berbeda. Matanya jadi suram dan sikapnya dingin. Yang sama hanyalah, dia masih punya banyak bekas luka pukulan. Sebagai teman kecil, Moon July mencoba membuka hati Taehyung, namun ia sendiri malah berusaha menutupi sesuatu di...