13| A Daring Truth

246 50 12
                                    

Riuh rendah murid-murid bersemangat. Teriakan guru-guru lewat pengeras suara. Bunyi derum mesin bus. Lagu upbeat untuk menunjang atmosfir yang membangkitkan semangat. Seharusnya itu semua cukup untuk meningkatkan suasana hati seorang Moon July. Akan tetapi kali ini tidak.

Sedari tadi kepalanya celingak-celinguk. Entah sudah berapa kali ia membuang napas dalam 30 menit. Kalau mendengus itu bayar, mungkin July sudah melarat. Super melarat.

Bagaimana tidak? Sampai saat ini bangku sebelahnya kosong. Soya ditempatkan di barisan depan karena gadis jangkung itu adalah anak cerdas yang dibutuhkan para guru untuk bantu memandu murid lain. Dan tahu apa? Semua teman kelas sudah mendapat tempat duduk. Jadi, bangku empuk di sebelahnya ini sudah dipastikan milik Taehyung. Tapi kejutan—yang agak tidak mengejutkan—adalah Taehyung tidak datang.

Hebat. Seharusnya July tadi tidak menyerah saat memencet bel rumah Taehyung dengan bar-bar. Seharusnya July memencet tombol itu sampai berlubang. Siapa tahu itu bisa membuat Taehyung keluar dari rumah.

Lagipula, tidak mungkin anak itu lupa bahwa pagi ini murid-murid harus berkumpul 2 jam lebih awal, bukan? Seharusnya mustahil lupa. Sebab tadi malam mereka sempat menelepon satu sama lain. Dan July ingat betul bahwa ia sudah mengingatkan Taehyung sekitar 3 kali mengenai tur studi wisata ini.

Satu kali lagi gadis itu menyambungkan koneksi telepon. Gagal. Tapi ia pantang menyerah. Kembali lagi menempelkan ponsel di telinga dan kakinya hendak beranjak kembali ke rumah jika saja tidak dibatalkan oleh satu perawakan yang tiba-tiba duduk dengan santai di sebelahnya, menghalang gerakannya.

"Oho! Mau kemana?"

Itu Seokjin dan cengiran lebarnya. July menganga setengah hati. Astaga. Kenapa bisa Seokjin duduk di sini? Belum sempat July bertanya, Seokjin sudah menjelaskan seolah bisa membaca pertanyaan July di dahi.

"Aku datang terlambat supaya bus kelasku terlanjur penuh. Lalu aku pun bisa dipindahkan ke kelasmu yang jumlah muridnya paling sedikit. Bagaimana? Jenius sekali ya aku ini?" Seokjin terkekeh bangga.

Wah, orang gila dari mana lagi ini, ya? Lagi-lagi July harus terjebak dengan semacam makhluk asing dari Planet Mars.

"Tantangan sukses! Jadi apa kita berteman dekat sekarang, hm?" Seokjin terlihat menawan saat menyunggingkan satu senyuman. Damn. Tapi ini bukan waktunya untuk memuji makhluk aneh ini, sebab jika Taehyung tidak datang dalam waktu kurang dari 15 menit maka dia akan ditinggal dan dinyatakan tidak mengikuti study tour. Dan itu bukan kabar baik sebab Taehyung harus tetap membayar biaya yang sama dengan peserta yang ikut. Itu merugikan sekali.

July menepuk pelan bahu Seokjin. "Ayo minggir, Jin. Aku mau cari Taehyung."

"Serius? Dia belum datang?" Seokjin malah menutup jalan dengan menyenderkan sisi pelipisnya di sandaran bangku di depannya. Sengaja.

"Minggir, Kim Seokjin." Mata July melotot, bibirnya mencebik gemas. Ia berencana memutilasi Seokjin menjadi dua bagian lalu menendang tiap potongan ke kutub utara dan selatan. Oke. Cuman bercanda. July benar-benar hampir mencubit lengan Seokjin kalau ia tidak segera mendengar dehaman serak familiar tengah berkicau pelan sembari menyentil belakang kepala Seokjin.

"Kim Seokjin, kurasa kau duduk di tempatku."

July merasakan bulu kuduknya merinding. Tidak tahu kenapa. Mungkin karena kombinasi suara serak dan wajah bantal sang pelaku terlihat menarik. Ah, gila. Imut sekali.

Tunggu. Apa?! Imut? Wah, gila. Kau gila, Moon July. gadis itu menepuk pipinya berkali-kali sebelum menghembuskan napas pendek sementara Taehyung sudah menggeser agar Seokjin sudi menggerakan bokong untuk semakin masuk. Itu cukup membuat bahu kiri July menempel penuh pada jendela dan terhimpit kasihan.

The Moon I Met in July | salicelee.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang