14| A Truthful Dare

189 39 10
                                    

           Coba renungkan. Sudah berapa kali memberi seseorang kebohongan selama hidup?

           Jawabannya adalah tidak tahu, tidak bisa dihitung. Semua orang akan memberi jawaban yang sama. Termasuk Seokjin sendiri. Seharusnya ia tahu reaksi macam apa yang akan July berikan. Masih jadi misteri mengapa ia pusing-pusing mencari tahu.

           Mendadak pria itu tersenyum lega saat July hanya terkekeh kecil, lalu menjawab dengan santai setelah terdiam sejenak. "Sama banyaknya seperti kau membohongiku."

            Jawaban yang jenius. Seokjin mendapati gadis itu tersenyum penuh kemenangan.

           Setelah bola mata Seokjin seolah menerawang dan menganalisa banyak hal. Taehyung dapat merasakannya. Itu adalah tatapan yang sama, yang diberikan Seokjin, beberapa minggu lalu saat menemuinya.

            Seokjin itu sedang mencari sesuatu di antara July. Dan tentunya Taehyung sedikit banyak merasa terusik dengan itu.

            "Aku agak terkagum dengan jawabanmu, Moon." Seokjin
diam-diam merasa kecewa.

             "Nah, Taehyung, sekarang giliranmu. Berikan pertanyaan pada July." Seokjin menepuk bahu kawannya, namun mendadak ia berseru saat bunyi rem berdecit nyaring. "Oh, sial. Sepertinya kita sudah sampai."

             "Sayang sekali, Taehyung. Kau melewatkan kesempatan," Seokjin berdesis meledek. "Jangan kecewa, ya."

             Taehyung mengendikkan bahu acuh tak acuh. "Lupakan. Aku bisa menanyainya kapan-kapan. Dia tinggal di sebelah rumahku, ingat?" Alisnya naik satu. Tersenyum penuh kemenangan pada kawannya yang bergeming. Ada tensi di wajah Seokjin.

             Yes. 1 poin untuk Jeon Tae.

             Taehyung mengembangkan satu senyum terakhir sebelum turun dari bis sambil bersiul gembira.

             "Jangan kecewa juga, ya, Seokjin."

***

             Kalau boleh jujur, ini bukan pertama kalinya July berkunjung ke sekitar Pantai Bada.

             Saat berusia 6 tahun, Papa pernah membawanya kemari sebagai hadiah penyemangat masuk ke sekolah dasar. Agak tidak penting kalau dipikir-pikir, tapi sangat berarti.

             Lagipula semua hal pada akhirnya akan menjadi sebuah memori, bukan? Jadi bagaimana kalau sejenak kita menarik napas dan mengingat betapa banyak hal berharga yang telah kita lalui?

              July masih ingat jelas hangatnya mentari kala itu sampai setang besi sepedanya terasa seperti panci Mama yang tengah mendidih. Panas sekali. Karena itu juga ia sampai terjatuh dan wajahnya sukses mencium hamparan pasir secara tanpa ampun. Mengesalkan, tetapi mengesankan.

             Sungguh, itu buruk sekali karena matanya terkena iritasi dan merah bukan main. Namun July rasa tidak ada yang lebih buruk dari detik ini. Ia lupa bawa handuk, pembalut, dan sikat gigi. Wow. Hebat. Pintar sekali Moon July. Orang tuamu pasti bangga sekali memiliki anak sepertimu.

             Setelah meletakkan koper, mengisi daya ponselnya yang tergeletak di kamar, dan meminta izin pada guru untuk membeli peralatan mandi, July bergegas sendirian dalam malam.

            Tangannya dengan cekatan mengambil item yang diperlukan dan melunasi pembayaran setelah struk dari mini market keluar. Akan tetapi sebersit penyesalan muncul di benak saat memandang hamparan langit kelam.

            July tidak takut gelapㅡbukan itu masalahnya. Ini lebih buruk. Dia buta jalan, kuadrat malah. Saking parahnya sampai ia benar-benar tidak punya ide soal jalan mana yang harus dilalui agar bisa sampai ke tempat penginapan.

The Moon I Met in July | salicelee.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang