15 | I Love Fish

167 37 11
                                    




Barangkali mengenakan kaos hitam pada momen ini adalah desisi yang paling bisa July banggakan selama hidupnya. Meskipun panas karena menyerap terik mentari, setidaknya pakaian dalamnya aman terlapis dan tidak mendadak transparan dilihat mata lantaran terguyur ombak pantai yang tak punya rasa ampun.

Gadis itu masih tidak paham pada beberapa cewek yang memakai baju putih demi menghindari panas dengan taruhan pakaian dalam diintip lelaki remaja kelebihan hormon yang tidak pernah melihat ranumnya kulit anak gadis.

"Moon! Moon!" sahut Kim Seokjin nyaring sementara July yang terkejut karena mendadak dipanggil menoleh secepat kilat dan mendapati ikan besar—suatu hal tak terduga yang bisa diperoleh dari pesisir pantai. Pemuda itu berseru girang. "Gila! Apa aku belok cita-cita jadi nelayan saja, ya?"

July meringis sebal. Ingin sekali mengait bibir Seokjin supaya tidak banyak bicara omong kosong. "Baru dapat seekor sudah begitu. Bikin malu klub futsalmu saja."

Para nelayan berangkat bersama beberapa anak. Karena muatan kapal terbatas, maka para guru dan nelayan setuju membagi regu. Tim satu—termasuk Soya sang nona teladan—ikut berlayar ke laut. Tim kedua mencari hewan di pesisit pantai, atau mempelajari cara para penjual mengolah bahan tangkapan menjadi sesuatu yang lezat dan bisa dimakan—sebenarnya lebih mirip tim hore-hore belaka, tapi yah, sudahlah. Tidak buruk juga. Setidaknya tidak perlu kepanasan di siang bolong.

    "Ey, Moon. Kau tidak tahu betapa sukanya aku pada ikan goreng buatan ibuku."

    July tertawa kecil. Agak mengejutkan. Seokjin pribadi yang dekat dengan keluarga, rupanya. Bukannya menghaParki. Hanya saja Seokjin punya image bocah nakal yang bokongnya suka ditepuk oleh ayah ibunya gara-gara berbuat onar di sekolah atau sekadar menjahili saudaranya (jika pria itu punya satu) di rumah. "Kalau begitu minta dimasakkan saja."

    Senyum Seokjin perlahan pudar, berganti menjadi kabut sendu di pupil yang menatap langit. "Ibuku ada di tempat yang jauh."   

Napas July sempat tertahan sejenak. Ia tidak tahu harus merespon seperti apa agar Seokjin merasa lebih baik setelah membuat pria itu teringat pada kehilangannya untuk sekali lagi.

Tapi Seokjin itu aktor ulung. Pria itu bisa saja melanjutkan dengan cengiran lucu seolah-olah ia tidak sempat merasa pedih beberapa saat tadi, "Pokoknya tempat itu tidak ada dapurnya. Sayang sekali memang."

    "Uh... Kau boleh mampir ke rumahku dan makan ikan goreng buatan ibuku." ujar July cepat. "Dia lumayan pintar masak." Lalu ia merasa seperti orang idiot sekaligus remaja genit yang sedang berusaha menggoda teman sebayanya. Ia tidak bermaksud begitu. Demi Tuhan.

Soya, Soya, dimana Soya wahai tamengku? Oh, sial. Soya tinggal di kasta berbeda dengan dirinya yang terbilang kasta rata-rata. Dia anak kebanggaan sekolah dan Soya sedang repot mencari ikan di laut. Duh. Bisa-bisanya ia menjadi si sahabat pandir yang terlupakan.

Secara refleks ia melirik Taehyung yang berada di sebelahnya, menambahkan dengan urat malu—yang mau tak mau—dibuat putus. "Apa kau juga suka ikan goreng?"

    Taehyung menunjuk diri dengan ekspresi datar. "Apa? Aku?"

"Tidak. Aku lebih suka ikan bakar," Taehyung menyahut. Kemudian lanjut merapikan jala tanpa sedikitpun terlihat tertarik pada percakapan dua manusia—Moon dan Park—yang mirip bintang laut merah jambu dengan sponge kubus kuning. Terlihat idiot. Konversasi bodoh. Oke. Sekarang ia merasa seperti si gurita penggerutu yang terobsesi dengan klarinet dan diam-diam membangun haters club di atas jidatnya.

    Gadis itu cemberut, tapi dalam sepersekian sekon singkat kilat matanya berubah. Pantang mundur. Kalau kau lupa, informasinya adalah; Moon July itu tak boleh ditolak. Ia suka memberontak.

The Moon I Met in July | salicelee.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang