Bisa dibilang Moon July itu lumayan ekstrim. Satu minggu setelah insiden itu, ia kembali ke sekolah dengan kepala diangkat lurus. Jantungnya sedikit berdegup saat mengingat keputusannya di Daegu.
July memilih kembali ke Busan dengan pengawasan. Meskipun Papa dan Mama mati-matian membujuk ia untuk tetap dirawat di rumah sakit, tapi gadis itu menolak keras dan hanya berkata kalau ia tak sudi menyisakan hari di rumah sakit. Lagipula semua syaraf motoriknya berfungsi baik. Dia juga tidak ingin ada satu selang pun menyembul dari balik nadi.
Peralatan medis darurat dibawa oleh Dokter Hwang dengan anjuran di bawah Dokter Lee. Suasana di mobil juga tidak mengenakkan. Hanya ada Taehyung dan Soya. Tidak ada Seokjin. Dan July tahu ada ketidakberesan. Hanya saja, ia terlalu lelah untuk berpikir.Dari dalam hatinya, ia ingin sekali tidur. Tapi ia takut jika ia tak bisa terbangun lagi. Ia takut jika rantai kegelapan itu mengikatnya dalam tidur. Jadi gadis itu berulang kali minum air agar matanya tetap terjaga. Ia jadi sadar, ternyata mimpi buruk tak harus datang setelah mata yang terpejam.
Moon July tahu bahwa segalanya akan berubah sejak hari itu.
Segalanya telah berubah. Tak ada lagi opera sabun remaja normal sehat yang menikmati hidupnya.
Tak ada lagi kepalsuannya menjadi salah satu pemain tersebut.
Yang tersisa hanya drama remaja yang pura-pura sehat.
Ia hanya bisa meminta tolong agar kepalsuannya terjaga rapat untuk sementara.
"Tolong rahasiakan dari teman-teman di sekolah, ya?"
Dagunya dipangku dan netranya menatap langit. Ia mengeluarkan lengan lewat celah jendela dan hanya ingin memastikan bahwa ia masih bisa merasakan sepoi angina dengan kulit pucatnya.
"July?" panggil Taehyung membuat July menarik masuk lengannya dan melanjutkan catatan dari Soya. Pria itu mengingatkan July untuk tidak berpikir terlalu banyak supaya tidak lelah. "Aku bisa bantu mencatatnya untukmu."
Tapi July hanya menggeleng. Ia lalu menyentuh luka di dahi Taehyung dengan khawatir. "Kau baik?"Pria itu menepis tangan July dengan lembut. "Tentu."
Meski bibir Taehyung mengulum senyum untuk meyakinkan July, gadis itu tak bisa untuk tidak ragu, Pikirannya masih hinggap di tempat lain. Hatinya merasa tak enak dan janggal.
"Sini, berikan padaku." Taehyung mengambil alih buku dan pen dari tangan July.
Gadis itu tersenyum tipis lalu melipat tangan dan menyandarkan pelipisnya di sana. Irisnya menikmati pahatan wajah Taehyung dari samping. Ini mengingatkannya pada saat pertemuan pertama mereka. Jeon Taehyung sama menawannya. Tidak ada fakta yang berubah, kecuali bahwa July baru sadar kalau Taehyung punya tanda lahir di dekat pelupuk mata dan pria ini adalah manusia paling hangat di dunia.
"Berhenti memandangiku."
"Kenapa?" July terkekeh pelan, "Kau akan mencolok mataku dengan ranting pohon?"
Taehyung tersenyum, "Kau masih mengingatnya.""Kurasa semua orang akan mengingatnya jika diperlakukan seperti itu, Tae. Kau orang yang menyebalkan."
"Aku tahu." Pria itu mengaku salah dengan satu endikkan bahu. Lalu ia menggeser buku catatan, "Mungkin Seokjin butuh."
Gadis itu mengangguk setuju tanpa mengetahui apapun. July pikir ia juga harus membawa catatan ini untuk Seokjin karena pemuda itu pasti membutuhkannya, meskipun July tahu kalau mungkin Seokjin tidak terlalu peduli soal ini. Sekaligus ia juga ingin meminta maaf karena telah merepotkan dan melibatkan Seokjin dalam kerunyaman beberapa hari yang lalu.
Lantas saat bel istirahat menyebabkan murid-murid berhamburan ke kantin, July menunggu kekosongan untuk menghampiri Seokjin di kelasnya. Tapi gadis itu ternganga saat melihat wajah Seokjin terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Moon I Met in July | salicelee.
FanfictionJeon Taehyung terlihat berbeda. Matanya jadi suram dan sikapnya dingin. Yang sama hanyalah, dia masih punya banyak bekas luka pukulan. Sebagai teman kecil, Moon July mencoba membuka hati Taehyung, namun ia sendiri malah berusaha menutupi sesuatu di...