Masih jernih terbayang di benak Moon July kala pertama kali ia melihat sosok Jeon Taehyung. Saat itu bulan Juli, musim panas baru berakhir, daun maple mulai menguning dan musim gugur akan segera datang.Waktu itu raut wajah Jeon Taehyung yang menghampirinya juga agak aneh. Bukan dalam kutipan buruk. Hanya saja July tidak mengerti kenapa anak sekecil itu punya mata sendu dan tatapan sedalam samudera; kelam, dalam, dan misterius.
Tapi itu hanya satu kali. July tidak pernah melihat wujud samudera itu lagi, karena Jeon Taehyung menjelma menjadi setan kecil nakal yang suka menganggunya setiap hari.
Dan lebih anehnya lagi, mereka jadi teman baik sampai akhirnya Ibu Taehyung bangun dari koma dan menjemputnya pulang. Setelahnya... hanya kabut dalam kabut. Seperti terpampang jelas, tapi begitu buram, berkabut, dan suram.
Gadis itu juga ingat bagaimana Jeon Taehyung kembali datang dan mengacak-ngacak rencananya di semester genap ini saat muncul menjadi laki-laki paling tampan dengan iris dingin menyebalkan yang hobi duduk di sudut kelas menatap jendela. Sangat tidak ramah dan tidak ceria, berbeda jauh apabila dibandingkan dengan Jeon kecil sinting yang memasang klakson di kursi roda sambil berteriak-teriak di rumah sakit dan menciptakan lautan manusia yang terbelah rapi.
Dari sana mungkin July jadi tergerak mengenal pemuda itu kembali. Ia rindu sosok hangat yang menemani hari kosongnya di rumah sakit. Ia rindu bagaimana hanya pria itu yang mengisi sisa kenangan masa kecilnya yang sempat terhapus. Barangkali tergerak mencari tahu soal file tersisa yang tertinggal di otaknya.
Akan tetapi, siapa sangka ia malah jadi tahu terlalu banyak dan terjebak di lingkaran menyesakkan tatkala pria yang paling ingin ia lindungi di dunia ini sedang duduk di hadapan figura neneknya dengan pandangan seakan-akan oksigen pun tak penting lagi.
Punggung lebar itu terlihat begitu rapuh. Barangkali senyuman dan kehangatan yang ditunjukkan Jeon Taehyung selama ini hanya manifestasi kalau pria ini kesepian. Seorang pria kesepian yang lagi-lagi harus kehilangan.
Bersama harapan yang ingin ia salurkan, gadis itu mengambil lima langkah kecil sebelum akhirnya menekuk lutut dan memeluk Taehyung dengan erat. Tidak ada kalimat. Hanya ada rasa hangat yang dibalas dengan Taehyung yang membelai rambut panjangnya. Pemuda itu mendekap lembut sampai ia ada sesuatu yang seolah berjentik tepat di telinga, menyadarkannya bahwa mungkin ini bukan solusi yang baik.
"Moon July, kau sakit? Kau terlihat pucat."
Taehyung melepas pelukan. July mendongak pada Taehyung yang tahu-tahu sudah berdiri. Tangan pria itu mencengkeram lengan sementara bibirnya berbicara tegas, "Kurasa lebih baik kau pulang saja."
Ia juga yakin kalau suaranya sudah terdengar cukup serius dan tidak boleh dilawan. Mata Taehyung di sana seolah meneriakkan jangan sampai gadis itu berani masuk ke dunianya. Meski hanya satu langkah pun. Tapi July tak bisa. Waktunya tak banyak. Jadi sekalipun iris Taehyung seolah berseru bahwa itu adalah peringatan terakhir untuknya, July tak mau gentar karena mungkin saja itu memang yang terakhir kali untuknya.
Lagipula Moon July memang bukan gadis yang penurut. Dia benar-benar tidak patuh. Moon July telah memutuskan. Dan itu akan menjadi mutlak tak terelakkan. Gadis itu memutuskan untuk maju. Satu langkah ke dalam dunia yang selama ini telah Jeon Taehyung pijak sendirian. Bibir kering dan pucat gadis itu bergerak lemah.
"Tidak mau. Matamu menyuruhku untuk tetap berada di sini."
Jeon Taehyung hanya bisa mematung saat ia merasakan July mengeratkan pelukan.
Kerongkongan pria itu serasa tercekat. Likuid bening di pelupuk matanya hampir saja tumpah. Tapi ia masih berusaha menguatkan diri meski kepalanya sedang bertengkar meminta pertanggung jawaban atas segala pahit yang menimpanya. Di tengah gemetar yang terbuat tanpa rencana, Taehyung mengeratkan pelukan dan membisikkan kalimat yang mencekik perasaan Moon July.
"Kau tidak akan pergi dariku juga, 'kan?"
Otaknya seperti dihajar dengan palu. Sakit sekali. Lututnya bergetar. Gadis itu tak bisa menjawab bahwa ia tidak akan pergi. "Kumohon ... Jangan, ya, July?"
Di sana, Moon July dengan kepingan kekuatan tersisa yang ia punya hanya bisa mengangguk, melirih, "Jangan khawatir," ia mengucapkan hipokrit tulus yang mengoyak hati dan pelupuk matanya berair.
"Aku juga tak ingin pergi darimu juga, Taehyung."
July sedikit lega karena telah berhasil menyelesaikan kalimatnya meskipun secara perlahan penglihatannya memburam serta menghitam dalam hitungan sekon mengerikan. Gadis itu hanya bisa merasakan tubuh ringkihnya membentur lantai dan samar-samar mendengar ketakutan Taehyung mengisi ruangan.
Barangkali jika mata Taehyung yang punya kekuatan untuk menyuruhnya tinggal itu bisa dilihatnya lagi, ia ingin agar keajaiban itu bisa dipakainya untuk sekali lagi menetap di dunia.
Sungguh, July masih ingin sekali tinggal di sini. []
Notes
Ramein dong biar masih pada baca Vrene hehe :) Base Vrene di twitter masih ada gak sih?
![](https://img.wattpad.com/cover/180678178-288-k852214.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Moon I Met in July | salicelee.
FanfictionJeon Taehyung terlihat berbeda. Matanya jadi suram dan sikapnya dingin. Yang sama hanyalah, dia masih punya banyak bekas luka pukulan. Sebagai teman kecil, Moon July mencoba membuka hati Taehyung, namun ia sendiri malah berusaha menutupi sesuatu di...