01| Recounter in September

1.2K 202 109
                                    

MOON JULY.

          Bukan satu dua kali sekolahku secara mendadak menerima murid transfer di tengah semester. Aku tidak tahu apa isi kepala sekolah sekaligus wali kelasku—Pak Min Yoongi. Tapi kalau dihitung-hitung, sampai kelas 11 semester genap ini, sudah 3 murid baru yang ditambahkan. Itu baru kelasku, belum kelas lain.

          Bukannya aku membenci teman baru. Hanya saja, kalau mau menambahkan murid baru, sebaiknya tambahkan bangku baru juga. Bukankah begitu dasar seharusnya? Setidaknya aku tak perlu mengorbankan bokongku sampai pegal-pegal karena berbagi bangku dengan murid baru di sebelahku.

          "July, wajahmu merah!" sahut Soya, sahabatku yang duduk di barisan kedua paling depan, "Senang berbagi duduk dengan cowok tampan?"

          "Soya! Tutup mulutmu!" dari sudut kelas aku mengomel malu.

           Aku harus mengakui bahwa pemuda di sebelahkuㅡyang juga duduk dengan setengah bokong melayang di udaraㅡini memang cukup tampan. Tapi tidak begini caranya, duh. Membuatku malu saja.

          Dia punya lipatan mata yang lumayan keren untuk membingkai pupilnya yang legam, tulang hidungnya tinggi, bibirnya juga mengkilap (tapi aku yakin itu bukan lip gloss atau semacamnya). Oh, dan ini bagian terhebat! Rahangnya yang tegas itu benar-benar memesona, lalu dahinya sedikit terekspos karena rambutnya dibuat naik dengan gel rambut. Pasti dia ini tipikal cowok tampan yang memperhatikan penampilan.

          Tapi aku berani bersumpah, pipiku bersemu bukan semata-mata karena ia tampan. Oke, sedikit terpengaruh karena ia tampan, tapi bukan sepenuhnya. Serius. Percayalah. Ini semua karena raut wajahnya yang dingin dan tidak bersahabat sama sekali.

          Aku tahu sekolahku berada di ujung pelosok Busanㅡbisa disebut desa, bahkan. Jumlah sekolah kurang dari satu tangan. Bangku terbatas. Pendingin ruangan kelasku bermodalkan kipas angin. Alat tulis pakai kapur—Duh, padahal ini sudah tahun 2010. Double duh.

         Tapi berikut ini adalah poin inti dari keluhanku;

          Satu, dari sekian total peluang, kenapa harus bangku milikku yang dikorbankan? 

          Dua, kenapa Pak Yoongi harus menyuruh anak ini duduk di sini?

          Dan pertanyaan lainnya, kenapa ia benar-benar duduk? Kenapa dia tidak sungkan sedikit jadi manusia?

         "Anak baru," panggil Pak Yoongi yang sedang berdiri di depan podium kelas sukses membuyarkan lamunanku. "Sembari menunggu kursi dan mejamu dibawa kemari, ayo perkenalkan diri."

          Tanpa banyak bicara, pemuda itu berdiri di podium kelas, membuatku sadar bahwa ternyata tingginya termasuk di atas rata-rata kelas. Dan... bahunya lebar. Juga surai hitamnya yang berkilau karena bias cahaya putih matahari pagi itu sukses membuat wajahku memanas.

           Aku menelan air liur. Astaga Tuhan, dia jadi tampan sekali.

          "Halo."

           Belum selesai penerbanganku ke alam imajinasi, mendadak suara berat itu menarikku kembali ke realita—membuat kepala bekerja secara paksa tatkala ia berkata dengan ekspresi datar.

           "Namaku Jeon Taehyung."

           Jeon Taehyung.

          Aku rasa dia ini orang yang benar-benar tidak ramah. Tapi wajah menawan miliknya ramah di mata. Jadi bisa ditoleransi anak kelas, kurasa. 

           Perkenalannya sangat singkat dan tidak berkesan bagiku. Tapi namanya cukup familiar. Ia mengingatkanku pada seseorang.

          "Permisi." Suara Taehyung yang tiba-tiba muncul membuatku berjengit.

           Saat mendongak, dia sudah ada di samping mejaku, wajah tampannya—(Maaf kalau kuulangi, tapi dia benar-benar tampan. Aku juga sampai muak mengulangnya)—oke, jadi wajah tampan miliknya menatapku dengan ekspresi sinis seolah-olah berkata; 'Minggir, Idiot. Aku mau lewat.'

           Satu kerlingan mata darinya mendadak membuat wajah Si Jeon ini jadi familiar. Bulu kudukku meremang karena kilasan balik wajah Jeon Taehyung cilik terlintas dalam benakku.

            Ini Jeon Taehyung yang 5 tahun lalu dirawat di rumah sakit denganku, 'kan? Anak aneh yang kursi rodanya dipasangi klakson norak itu?

           Kalau aku benar dan tidak salah mengingat, kenapa Si Jeon ceriwis malah tumbuh menjadi pemuda dengan tatapan dingin nan menusuk begini?

          "Moon July, ya?" tanyanya tanpa arti, tapi cukup untuk membuat teman-teman sekelas menyoraki kami.

           Aku sibuk mendesis, terutama kepada sang ketua onar, Kang Euigoon dan kelompoknya untuk diam. Kedua tangan milik anak baru bernama Taehyung itu disemat ke dalam saku. Pokoknya congkak sekali posenya.

           Selang sekon singkat tersebut, mata dinginnya tidak berhenti memindaiku dari atas sampai bawah. Asal kau tahu, itu tidak sopan sekali, Jeon Taehyung.

          Tapi pria itu nampaknya tak ambil banyak peduli meski aku balik melototinya. Pria itu langsung duduk di bangku miliknya yang baru saja datang. Dari sisi samping aku bisa lihat ada jejak luka di mata. Masih sama seperti waktu itu.

           Ya Tuhan. Tidak salah lagi. Ini memang si Jeon Taehyung itu. Teman kecilku di rumah sakit. Siapa sangka kami bisa bertemu lagi?

           Aku tidak ingat seperti apa yang kurasakan kala itu. Tapi setelah aku melihat semuanya yang telah berlalu, sejak musim gugur bulan September ini, kehidupanku berubah.

          Sejak Jeon Taehyung kembali. []

Notes:
I will be very glad if you guys kindly love it dearly ㅠㅠ thank you.

Notes:I will be very glad if you guys kindly love it dearly ㅠㅠ thank you

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

The Moon I Met in July | salicelee.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang