20 | Five Second Rainbow

94 23 12
                                    

"Kim Seokjin," panggil Soya lantang dari daun pintu kelas.

    Seokjin yang tadi melamun spontan mendongak dan berdiri dengan gelagapan. "Eh? Ya?"

    "Santai saja. Kenapa tegang begitu, sih?" Gadis berkepang dua itu mengerutkan hidung dengan gemas. "Kau tahu kemana perginya Taehyung dan Moon Joojoo-ku?"

    Seokjin menggeleng kosong.

    "Apa mereka diam-diam liburan berdua, ya?" Park Soya mengusap dagu. "Aku tak bisa menghubungi Joori sejak semalam. Dan kudengar Taehyung sudah bolos 2 hari?"

    Seokjin, lagi-lagi, hanya bisa menggeleng. Ia benar-benar tidak tahu kemana Taehyung pergi. Kepalanya sudah cukup sakit usai menyetujui apa yang July minta semalam. Seokjin akan pergi mencari Taehyung. Meski ia sendiri tidak punya destinasi dan hanya bermodalkan nekat.

    Sebelum Soya keluar dari kelas usai berterima kasih padanya, Seokjin hanya berusaha meringankan rasa gelisah Soya, "Moon July akan segera menghubungimu. Dia baru saja membaca pesanku," ujarnya serius, meski kalimat terakhirnya hanya dusta.

    Tapi siang hari sehabis istirahat, Ibu Choi, wali kelasnya, masuk ke kelas dan menginformasikan tentang kabar Taehyung.

    Nenek Taehyung meninggal.

    Kemudian Seokjin menemukan destinasinya saat Ibu Choi melanjutkan, "Yang ingin mengunjungi secara pribadi, Jeon Taehyung sedang menetap di Geochang untuk beberapa hari."

    Geochang. Daegu.

.

***

    Pagi ini Seokjin berdandan rapi dengan seragam sekolah, seperti biasanya ia keluar setelah membuatkan sarapan untuk ayahnya yang masih tertidur sebelum berangkat kerja. Tapi rencananya sedikit berubah.

    Dengan tas tersampir di satu bahu, Seokjin berdiri di depan rumah usang yang sederhana. Meskipun terhalang jendela yang terbentang dengan kasa kotak-kotak, Seokjin yakin kalau sosok berbalut jubah hitam yang terduduk lesu di sudut adalah sahabatnya, Jeon Taehyung.

    Seokjin tak langsung masuk. Ia mengambil dua langkah kecil ke samping untuk melihat-lihat rumah yang ditinggali Taehyung saat kecil. Kemudian satu batu sampai pada tembok rumah Taehyung yang penuh coretan abstrak.

"Mati saja!"

Seokjin menoleh cepat pada asal suara yang menghilang entah kemana dan baru menyadari kalau tulisan yang ia lihat di tembok rumah Taehyung sama dengan apa yang didengar telinganya.

"Pembunuh!"

"Pembawa sial!"

Jantung Seokjin seperti berhenti berdetak. Ada apa ini? Otaknya masih berusaha mencerna situasi sampai seorang pemuda sebaya berbahu lebar menghampirinya dan berteriak kepada langit seperti orang gila.

"Pergi sana, Bajingan Tolol! Kalian yang bawa sial! Jangan lempar batu ke rumah orang! Idiot!" pemuda desa itu melipat lengan di dada, lalu membuang ludah sembarangan.

"Maaf, jorok. Itu ramuan anti binatang tolol seperti orang-orang yang melempar batu tadi," Pemuda itu tersenyum ramah.

Kening Seokjin berkerut canggung. Pria ini bicara padanya, 'kan? Oh, ya, tentu saja. Hanya ada Seokjin di sini.

    "Jeon Jungkook," pemuda yang lebih tinggi beberapa senti darinya mengulurkan tangan. "Kau teman Taehyung, 'kan?"

    Oke. Jadi pria ini juga mengenal Taehyung. Seokjin merasa sedikit aman. Lalu menjabat tangan Jungkook, sebelum tiba-tiba Jungkook mencetus, "Aku bukan adik Taehyung. Hanya karena marga kami sama, tapi tak berarti kami saudara. Oke? Jangan tanya itu padaku."

The Moon I Met in July | salicelee.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang