Jan lupa vote, komennya okayy 😉
Enjoy reading~ 💞Sepi. Itulah yang Rose rasakan saat dia kembali ke rumahnya setelah pulang dari sekolah. Seluruh ruangan kamar yang biasanya penuh dengan barangnya semakin lama semakin menghilang, menyisakan banyak tempat lapang yang menyadarkan Rose kalau ternyata kamarnya lumayan besar juga.
Cuma tersisa meja, lemari, dan kasur dengan beberapa bantal yang akan tetap disini sementara sisanya sudah dipindahkan jauh-jauh hari.
Rose duduk dipinggiran kasur, menatap kosong iPhone di tangannya, sedaritadi ponselnya dia matiin karena kakeknya terus-terusan menelfon. Rose menggeram. Kakeknya itu benar-benar bikin dia emosi.
Dia menidurkan tubuhnya perlahan, pandangannya terarah ke langit-langit. Di Ausiie nanti, mungkin dia bakal sangat sibuk dan hari-harinya pasti bakal membosankan karena gak ada wifeynya yang jadi mood booster dia.
Dan soal Ashley... Rose menghela nafasnya. Apa mereka benar-benar harus pura-pura tunangan? Sampai kapan? Lalu gimana dengan perasaan Jennie? Apa dia beneran baik-baik aja dengan hal ini? Rose gak mau kehilangan Jennie hanya karna hal gak penting kaya gini.
"Nona, ada yang mencari anda."
Rose bangkit dan ikut keluar dengan seorang maid yang datang ke kamarnya.
"Ah.. Nayeon? Lia?" Rose terkejut saat pasangan--paling mengejutkan abad ini-- itu datang ke rumahnya tiba-tiba. Masih makai seragam pula. "Kalian ngapain disini? Duduk duduk"
"Kita kesini mau ngomongin sesuatu sama lo!"
"Ne? Mau ngomongin apa?"
"Acara pertemuan special lo sama Jennie empat hari lagi."
"M-mwo?"
.
.
Jennie baru saja pulang ke rumah tapi gak nemuin adeknya disana. Padahal anak itu kan udah minta izin pulang lebih dulu. Jennie meletakan tasnya di kamar lalu duduk mengistirahatkan kakinya yang masih pegal.
"Sebentar lagi, Jennie.." bisiknya pada dirinya sendiri kemudian menatap ke langit-lagit. "Sebentar lagi ya..."
Jennie paham kalau dia gak boleh egois. Rose ngelakuin ini semua kan demi dia juga. Jennie yakin, hubbynya pasti akan kembali ke Korea dan menepati janjinya.
Tapi...gimana dengan Ashley? Kalaupun Rose beneran udah gak ada perasaan apapun dengan cewek itu, tetep aja Jennie ngerasa was-was. Ashley itu cantik, pintar, kaya, sexy lagi. Sedangkan dia? Belum lagi cewek2 bule yang ada disana. Arghhh! Nyebelin! Kok aku jadi galau lagi sih?? Batin Jennie.
Jennie menggelengkan kepalanya. Tidak. Dia harus percaya sama pacarnya. Rose gak akan macam-macam, apalagi setelah mereka ngelakuin 'itu'--hal yang harusnya dilakuin pasangan yang udah menikah--. Rose gak mungkin ninggalin Jennie setelah dia nyerahin semuanya, kan?
.
.
Makan malam tiba, Ibu dan ayahnya sudah pulang setelah Jennie selesai mandi. Adeknya juga pulang tak lama kemudian, beralasan kalau dia sedang jalan sama si kelinci.
Di meja makan yang hanya berisikan empat orang itu, suasana yang biasanya bisa sangat hangat mendadak menjadi sedikit suram. Alasannya ada di anak sulung mereka, Jennie.
"Jen, kenapa? Makanan buatan mama enggak enak ya?"
Jennie menggeleng, "enggak kok ma, aku cuma lagi gak pengen makan aja."
"Bukannya kamu harus banyak makan? Kata Yeji kamu ikut berpartisipasi untuk pementasan nanti." Timpal sang ayah yang hanya diangguki oleh si kucing.
"Papa cuma ngingetin kakak? Aku juga ikut loh!" Seru Lia yang berusaha meningkatkan suasana sekarang ini.
"Iya. Adek juga makan yang banyak ya."
"Aku selesai," ucap Jennie tiba-tiba, mengejutkan semua yang duduk di meja itu. Apalagi waktu dia naik ke atas dengan wajah ditekuk begitu.
"Pa..-"
"B-biar aku aja yang ngomong sama kakak," ucap Lia yang kemudian ngikut kakaknya ke atas.
"Kak?" Panggil Lia lembut. Ia melihat Jennie berbaring di kasurnya, mukanya masih suram kaya kuburan baru. "Emangnya makanan mama segitu ga enak, ya?"
"Ck, nggak gitu."
"Lalu?"
"Aku cuma lagi gak ingin diganggu, tolong ngertiin kakak."
Lia mengulum bibir, "kak Rose pasti bakalan marah kalau tau kakak bersikap kaya gini loh,"
Mendengar nama Rose malah membuat perasaan Jennie makin berkecamuk. Gadis bermata kucing itu mendengus kesal, dan mendorong Lia keluar dari kamarnya.
"Jangan ngomongin dia lagi! Sana, kakak mau tidur!"
"E-eh. Tapi kak..."
Brakk
Lia menggerutu kecil, "gak usah banting pintu juga kali. Huff."
Di balik pintu, Jennie langsung rebahan lagi sambil pukul-pukul bantalnya. Ngebayangin kalau bantal itu si Rose. Gak lama orang yang dia bayangin nelfon.
"Apa?!"
"Mwo? Gak ada halo atau apa gitu?"
Jennie mendengus.
"aku lagi sebel"
"Sama?"
"Sama kamu! Kamu nyebelin!"
"Kok gitu? Emang aku ngelakuin apa, baby?"
"Kamu... Hiks kamu ninggalin aku... Hiks kamu jahat."
Di seberang, terdengar suara helaan nafas Rose.
"Maafin aku, wifey. Kamu tau kan kenapa aku harus pergi?"
"Hiks hiks aku tau... aku coba ngerelain kamu ke Aussie. T-tapi aku takut kalo di Aussie kamu bakal kepincut sama bule-bule disana."
"Jadi karna itu..? Astaga, baby. Dengerin aku ya. Mau secantik, se sexy apapun cewek-cewek disana, percuma aja kalo gak ada yang bisa bikin aku nyaman. Bagi aku, kamu tetap cewek paling cantik dan sexy di dunia. Dan cuma kamu yang bisa bikin aku ngerasa nyaman banget."
Jennie udah nggak nangis lagi sekarang.
"Do you really meant it?" (Kamu serius?)
"Of course, baby. You're always be number one for me." (Tentu saja, sayang. Kamu akan selalu jadi yang satu-satunya--dihatiku--)
.
.
.
.
TBC
You're the one you're my only one~
Kata si buaya YSL :v
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days Of Summer (Chaennie 🔞🔞)✅
FanfictionGxG futa topsé 🔞⚠️ Rose nembak Jennie di atas podium saat penerimaan siswa baru. Jennie membenci Rose karena telah mempermalukannya di depan banyak orang. "AKU AKAN MENUNGGU JAWABANMU SAMPAI SEBULAN!" "Dasar seme gila!" Lihat warning sebelum baca...