Chapter 11

29 9 4
                                    

Playlist : Red Velvet - Pscyho


"Cerita ini adalah fiktif belaka jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita artinya kamu sedang berhalusinasi juga sama sepertiku."



****


Pagi-pagi sekali saat Ara akan menggulingkan badannya ke sisi kasur yang lebih lebar dia mendengar panggilan dari suara yang beberapa hari ini masuk ke telingannya. Suara pria yang sangat menyebalkan untuknya, apalagi diwaktu pagi hari. Ara membuka matanya dengan perlahan, dengan pelan kelopak matanya terbuka menyesuaikan dengan cahaya yang sangat terik masuk ke dalam kamarnya. Benar, sekarang ini adalah kamar dia seorang.

Lebih tepatnya Ara yang selalu tidur di ranjang ini karena Adi selalu menyibukkan diri di ruang kerjanya, ruang kerja yang sangat tertutup. Hanya Adi, Tuhan dan pekerja interior saja yang tahu ada apa didalam ruangan itu, bahkan Bimo saja tidak pernah masuk ke sana. Ara curiga mungkin saja di dalam ruang kerjanya terdapat kamar hingga dia betah berada disana. Kalau ada, seharusnya Adi tidak berdebat dengannya tentang kekuasaan kamar ini.

Apartemen seluas 1258 m2 ini mempunyai 3 kamar, satu kamar yang saat ini Ara gunakan, satu kamarnya lagi sebagai gudang dan satunya lagi dijadikan Adi sebagai ruang kerjanya, ruang kerja yang selalu terkunci. Ara curiga ada sesuatu yang berbahaya di dalam sana hingga Adi sangat menjaganya, apa Adi menyembunyikan barang terlarang seperti Narkoba atau dia menyimpan organ tubuh manusia untuk diperjual belikan, dilihat dari kekayaan yang dia miliki di usianya sekarang bisa jadi bukan.

Ara mengacak-acak rambutnya kesal kemudian dia meraih hp nya di atas nakas, layar ponsel yang menampilkan Lockscreen sebuah tokoh fantasi itu menyala dan membuat mata Ara membola. Rasa ngantuknya seketika hilang saat mengetahui sekarang pukul berapa. Ara melihat ke arah tirai jendela yang terbuka lebar.

"Baru jam enam," keluhnya.

"Ayara," panggil Adi lagi dari luar kamar.

Ara menghempaskan selimut tebal nyamannya dan berdiri, tanpa memakai alas kaki Ara berjalan keluar kamar. Ara menaikan alisnya saat mendapati Adi sudah mengenakan setelan jas rapi sedang mengoleskan selai pada roti.

"Bukankah penerbangan di tunda jadi jam 11 siang," Ara mengitari meja makan lalu menghidupkan kran bak cuci piring lalu membasuh wajahnya yang berminyak.

Adi yang melihat itu hanya geleng-geleng kepala, bahkan dia sudah tutup mata apa yang akan Ara lalukan setelah itu.

Ara sekarang menggosok giginya dan berjalan ke samping Adi," ini baru jam 6." Keluhnya, tidak memperdulikan Adi yang meletakan rotinya yang baru saja dia gigit.

Selera makan Adi hilang.

"Kenapa tidak dilanjutkan makannya," ucap Ara ketika Adi menyapukan tisu ke mulutnya.

"Bagaimana bisa aku makan," jawab Adi.

Ara menahan tawanya, dia sengaja menggosok gigi didepan Adi yang sedang makan.

" Siapa suruh sangat menyebalkan, gue baru aja tidur setengah 5." Ucapnya setelah berkumur lalu tersenyum lebar menampilkan deretan gigi rapinya," bagaimana apakah sudah bersih?" tanyanya.

Adi menghela napas lalu turun dari kursi makan," setengah jam lagi kita berangkat ke bandara."

" Setengah jam lagi baru setengah 7, masih lama. Gue mau tidur sebentar lagi." Protesnya.

"Nanti kita ketinggalan pesawat." Adi melihat jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya," sudah lewat lima menit." lanjutnya sambil menyeringai.

BitterSweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang