1.9

13 4 0
                                    

sunwoo memasuki rumahnya disana dia disambut dengan pemandangan yang selalu dia sukai saat pulang kerumah. wangi masakan khas ibunya tercium di hidungnya.

ada ayahnya juga disana duduk di depan tv sambil membaca sebuah koran. dengan langkah mengendap ngendap dia menganggetkan ayahnya dan kemudian tertawa.

"kebiasaanmu kim sunwoo.." ucap sang ibu.

"hehe."

"ayah baca apa??" tanya sunwoo sembari mengintip koran yang di baca ayahnya.

"ini pencurian berlian yang di museum." jawab sang ayah yang langsung membuat sunwoo diam tepat setelah duduk di sebelahnya.

selama ini kedua orang tuanya menganggap sunwoo itu anak baik yang selalu berprestasi. kadang saat melihat kedua orang tuanya sunwoo merasa menyesal telah membohongi mereka berdua.

apalagi dia tidak punya saudara, dan itu artinya kedua orang tuanya hanya mengharapkan keberhasialan melalui dirinya.

"loh kasus itu balum selesai?" ujar sang ibu ikut bertanya.

"hm."

"ibu masak apa??" tanya sunwoo mengalihkan pembicaraanya.

"sup ayam kesukaanmu, cepat ganti baju kemudian makan." jawab sang ibu.

"iyaaa." ujar sunwoo tersenyum kemudian lari masuk ke kamarnya.

di dalam dia berfikir, langkah yang dia ambil terlalu jauh. tidak dia sangka kenakalan isengnya membawanya ke jalan yang berbahaya.

kalau sudah begini bagaimana caranya dia mengakhiri ini?

setelah ikut kedalam komunitas ini dia tidak bisa seenaknya keluar dengan mudah. sunwoo memegang kepalanya dan menjambak rambutnya, dia kelihatan frustasi.

"ayah, ibu... maafkan aku.." gumamnya pelan kemudian mentup matanya seraya menahan air mata yang sebentar lagi akan jatuh.

tapi airmatanya tetap jatuh akibat rasa penyesalannya.

sunwoo membuka dompetnya disana ada banyak uang yang baru saja dia ambil dari atm. dia berfikir bolehkah dia memberikan uang ini untuk kedua orang tuanya?

"sunwoo!!!!!! cepat kemari dan makan!!" teriak sang ibu yang langsung menyadarkan sunwoo.

setelah berganti pakaian sunwoo segera menghampiri keduanya dan duduk tepat di sebelah sang ibu.

"setelah akhir tahun ini kau akan kuliah kan..?" tanya sang ayah.

sunwoo mengangguk.

"tapi ayah aku tidak mau mengambil jurusan hukum."

"lalu?"

"kenapa? kau tidak lihat ayahmu sangat keren saat jadi hakim dulu?"

sunwoo tersenyum menampilkan giginya kemudian mengacungkan jempolnya.

"tentu saja ayah sangat keren! tapi ibu aku hanya ingin menjadi diriku."

"memang kau akan jadi apa?"

"apa aku boleh mengatakannya?"

"tentu, sunwoo kau boleh menjadi apapun. dan kau boleh melakukan apapun jika itu membuatmu bahagia." ujar sang ayah yang membuat sunwoo jadi sedikit canggung.

"ayah.. maaf jika aku belum bisa membuatku bangga."

"ada apa ini? kenapa suasananya jadi melow???" tanya sang ibu sambil tertawa.

"tidak, kau sudah menjadi putra ayah yang paling hebat. ayah bangga punya sunwoo." jawab ayahnya sambil tersenyum.

sunwoo yang melihatnya jadi ingin menangis.

"kau berhati hati ya sunwoo!"

"kenapa ibu?"

"ibu khawatir karena banyak pembunuh berkeliaran disekitar sini..."

"haha, tenang saja aku akan jaga diri kok. ibu gak usah cemas.. oke??"

ibunya tersenyum menatapnya "baiklah, aduhh pangeran kecilku sudah besar rupanya.. hmm."

pukul 2 lebih sunwoo terbangun dari tidurnya karena mendengar gelas jatuh dari dapur. segera dengan cepat dia lari ke bawah.

itu adalah pemandangan yang tidak pernah terbayangkan dan dia inginkan selama hidupnya.

ayahnya yang kelihatannya baik baik saja kini berbaring tak beradaya di lantai. setelah ibunya keluar dan berteriak minta pertolongan, sunwoo jadi ingat kalau akhir akhir ini ayahnya sering batuk batuk.

namun jika di tanya dia selalu menjawab ayah hanya flu. begitu katanya, mengingat itu membuat hatinya sakit kembali. harusnya saat itu dia tahu kalau ayahnya sedang berbohong.

selang beberapa menit akhirnya ambulan datang dan membawa ayahnya ke rumah sakit. sunwoo yang berada di samping ibunya menatap ayahnya.

"ayah.."

dia tidak mengira akhirnya akan berujung seperti ini, dia tidak menyangka kalau takdirnya sangat kejam kepadanya. beginikah jalan dia kehilangan keluarganya?

apakah dia sanggup menerima kenyataan pahit ini? kebahagiaanya adalah saat berada di rumah dengan ayah dan ibunya, jika salah satunya menghilang apakah masih bisa di sebut kebahagiaan yang utuh?

"ayah maafkan aku..."

dirumah sakit wajahnya semakin terlihat pucat begitupun ibunya yang sekarang masih pingsan karena syok. berada di posisi ini membuat sunwoo ingin melampiaskan amarahnya.

2 jam berlalu ibunya kini sudah siuman dan dokter juga keluar dari ruangan ayahnya.

"dokter bagaimana kondisi suami saya?" tanya ibunya.

"sekarang kondisinya sudah sedikit membaik, ah iya apa ibu bisa ikut saya sebentar? ada yang harus saya sampaikan."

"baiklah."

"dokter apa saya boleh menemui ayah saya??" tanya sunwoo.

doker itu mengangguk kemudian berjalan pergi diikuti ibunya dari belakang.

sunwoo memasuki ruangan tersebut disana ayahnya sedang berbaring dan tersenyum kearahnya.

"sunwoo.. kemari nak.."

"ayah, ayah baik baik saja??" tanya sunwoo sambil mendudukan dirinya di kursi samping ranjang ayahnya.

ayahnya mengangguk sambil terus tersenyum.

"sejak kapan ayah tahu ini? kenapa ayah merahasiakannya???"

"ayah baik baik saja, sunwoo. kau tidak perlu khawatir."

"ayah, kalau ayah baik baik saja ayah tidak akan berada disini."

"ayah takut kalian akan cemas kalau ayah bilang.."

"tetap saja ayah salah sudah berbohong."

"penyakit ayah sudah parah, sunwoo ayah percaya kepadamu... kau anak lelaki ayah satu satunya, kau bisa menjaga ibumu kan...?"

mendengar ayahnya berbicara seperti itu membuat hati sunwoo sakit. kenapa harus sekarang, sunwoo tidak bisa menyaksikan ini, melihat ayahnya menjadi sakit begini membuatnya ingin menangis.

"kenapa ayah berbicara seperti itu."

"ayah tau hidup ayah tidak lama lagi sunwoo.. kau anak baik."

"cukup, kenapa ayah akan pergi. apa ayah tega meninggalkan kami?"

"sunwoo kau sudah dewasa sekarang, kau akan terbiasa saat ayah tidak lagi bersamamu."

"kim sunwoo yang ayah kenal tidak pernah mengecewakan ayah dan ibunya..."

THE STEALER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang