Chapter 4

172 13 0
                                    

Pratinjau : Secara cowok doyan ngerayu.

***

"Kok berhenti, Beb?" Rama tersenyum penuh arti.

"Eh?" Alea tersadar dan segera memundurkan wajahnya.

Namun, tangan Rama lebih dulu menahan kepala belakang Alea. Laki-laki itu menarik kepala Alea dan mencium gadis itu dengan lembut dan penuh perasaan. Ciuman singkat yang terasa sangat manis di bibir Rama membuat laki-laki itu tidak bisa bersabar lagi ingin memiliki Alea seutuhnya.

"Kamu bikin aku gila, Beb!" Rama mengerang frustasi.

Alea tertawa. "Tahan dulu! Belum waktunya," kata Alea sambil mengedipkan mata.

Mereka berdua memang hanya dua manusia yang sedang mencoba meraih asa di tengah kemelut hati karena restu yang belum berhasil di raih. Ide bodoh Rama untuk tetap melanjutkan hubungan mereka yang diaminkan dalam hati oleh Alea.

***

"Putuskan Rama! Memang awalnya akan terasa berat, tapi seiring berjalannya waktu kamu pasti bisa melupakannya, Ndhuk." Ningsih mencoba memberi pengertian kepada Alea.

"Tapi, Bu! Alea masih cinta sama Rama." Alea menghela napas berat.

"Semua tetap kembali pada keputusanmu, Ibu hanya tidak mau anak gadis satu-satunya Ibu sakit hati lagi." Raut wajah Ningsih tampak muram.

Alea kembali menghela napas lelah, dia sudah menduga bahwa Ibunya akan berkata demikian. "Nanti akan Alea pikirkan lagi baiknya gimana, Bu," jawab Alea akhirnya. "Yang penting bagi Alea saat ini, Alea merasa jauh lebih lega karena Ibu sudah tahu hubungan macam apa yang Alea jalani," lanjutnya dengan senyum kecut.

***

"Jadi nonton nggak nih?" tanya Ajeng yang sudah menenteng tasnya untuk bersiap pulang.

"Semangat banget, Buk! Jam 5 tepat langsung angkat tas, awas di depan kantor ada Doni mati kutu, lho!" Alea menakut-nakuti Ajeng.

Sudah jadi rahasia umum ketika jam pulang kantor tiba selama seminggu ini, Doni selalu menunggu Ajeng tepat di angkringan depan kantor mereka. Mau tidak mau Ajeng meladeni Doni dengan terpaksa.

"Tahu deh, Le! Makin galau aku kalau sikap Doni gini terus." Ajeng bersedekap. "Jadi tambah pengen nerima dia!" Ajeng menghentakkan kakinya kesal. "Baru ini ada cowok yang segitu kekeuhnya deketin aku." Ajeng bimbang dengan hatinya.

"Apapun keputusan kamu, aku selalu dukung kok." Alea bangkit berdiri. "Yang penting kamu harus berdamai dengan diri kamu sendiri dan memaafkan masa lalu." Alea menatap wajah muram Ajeng. "Buat aku sebagai sahabat kamu, itu udah lebih dari cukup bikin aku bangga sama kamu." Alea tersenyum manis di akhir kalimat.

"Leaaaa!" Ajeng langsung memeluk Alea dari samping.

"Udah! Nggak usah berlebihan! Aku mau pakai tas jadi susah nih kalau kamu ngalangin aku gini!" Alea menggerutu yang sontak memancing senyum Ajeng.

Sepasang sahabat itu berjalan keluar ruangan dengan wajah sumringah. "Mau nonton dimana?" tanya Alea.

"Eumm..." Ajeng nampak berpikir keras. "Kita nonton di mall aja, ya?" tanya Ajeng.

"Oke!" Alea mengangguk. "JCM?" Alea menoleh.

"Boleh," jawab Ajeng.

Doni kali ini tidak menunggu Ajeng lagi. Meskipun ada sedikit rasa kecewa yang timbul tapi Ajeng berusaha menampiknya. Padahal mereka sudah merencanakan sebuah skenario dimana Doni akan diajak sekalian supaya Alea bisa ikut menilai ketulusan Doni.

***

"Sumpah filmnya keren banget!" Alea berdecak kagum. Mereka berjalan keluar bioskop yang ada di salah satu mall di Jogja tersebut. "Cuma karena nonton bioskop, aku jadi lupa masalahku sama Rama," Alea melanjutkan.

"Filmnya emang keren, Le, dan kamu perlu tahu kalau lupa sama masalahmu itu cuma sesaat doang." Ajeng menjulurkan lidahnya.

"Ckh!" Alea bersedekap.

"Eh, kamu masih kontak-kontakan sama Rama nggak sih, Le?" Ajeng bertanya sambil menolehkan kepala ke kiri untuk melihat perubahan raut wajah Alea.

"Nggak usah begitu lihat wajahku, Jeng!" Alea berdecak sebal.

"Iya iya tahu deh! Nggak usah dibahas 'kan maksud kamu? Dari raut wajahmu udah kelihatan jawabannya." Ajeng terkikik geli. "Yang pertama, kamu lupa emang cuma sebentar doang, yang kedua kamu masih kontak-kontakan sama Rama cuma nggak seintens dulu, yang ketiga kamu masih males buat ketemu sama Rama tapi rasa kangen nggak bisa kamu hindari, Am I right?" Ajeng bersedekap sambil berjalan mundur dengan badan menghadap Alea supaya dia bisa melihat perubahan wajah sahabatnya.

"Iya kamu bener semua! Udah! males bahas itu lagi." Alea mengerucutkan bibirnya.

"Nanti sampai rumah pasti kamu telepon aku buat cerita kalau kamu kangen Rama," celetuk Ajeng.

"Jalan yang bener, Jeng! nanti nabrak orang baru tahu rasa!" Alea bersungut sebal dan sama sekali tidak mau membalas ucapan Ajeng.

"Hahaha! Ini udah bener jalanku sekarang, lagian kenapa nggak ambil cutimu aja yang numpuk di catatan HRD biar berkurang?" Ajeng menatap Alea.

Sedangkan Alea nampak mengerutkan keningnya dalam. "Maksud kamu?" Alea bertanya.

"Pergi kemana gitu, Traveling sendiri buat menjernihkan pikiran kamu yang menurutku super duper bodoh itu," Ajeng berkata dengan santai.

Mereka sedang berjalan ke arah motor mereka diparkir.

Alea tiba-tiba berhenti sambil menarik tangan kiri Ajeng yang mengakibatkan Ajeng juga ikut berhenti dan berbalik ke samping, menatap Alea dengan raut bertanya.

"Kenapa aku nggak kepikiran, ya? Padahal mungkin dengan traveling sendirian aku bisa mikir lebih luas lagi, bisa menemukan jalan mana yang harus aku pilih," ucap Alea dengan wajah bodohnya.

"Nah! Itulah kenapa aku bilang kamu bodoh, Le." Ajeng menjentikkan jarinya. "Menurutku kalau kamu nggak ambil waktu buat me time dan masih terus chat-an sama Rama, nggak akan bisa kamu mikir lurus sampai kuda beranak singa." Ajeng melanjutkan jalannya disusul Alea.

"Kok gitu?" tanya Alea.

"Emang begitu! Secara cowok doyan ngerayu, gimana kamu bisa ikhlas milih jalan mana yang sesuai keinginan hatimu kalau kamu masih terus aja dengan sukarela ditahan sama Rama, tanpa sadar ya." Ajeng memberi saran lebih luas kepada Alea.

"Kenapa kamu nggak ngomong dari kemarin, sih?! Aku udah nangis-nangis di depan Ibu." Alea menepuk bahu Ajeng dengan keras.

"Aduh! Tenagamu kayak badak, Le!" Ajeng mengelus bahunya.

"Aku dari kemarin bingung harus gimana." Alea kemudian memasang masker dan duduk di atas motornya begitu juga dengan Ajeng.

"Aku juga baru kepikiran tadi tiba-tiba, Le. Otak aku emang suka spontan jadi jenius!" Ajeng terkikik geli. "Yaudah ayo kita pulang! capek banget, pengen rebahan," ucap Ajeng.

Mereka berdua kemudian mengendarai motor masing-masing dan berpisah di lampu merah Jalan Magelang.

RehatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang