Chapter 6

181 16 0
                                    

Pratinjau : Kamu pada awalnya terlihat sangat mencintai dan perhatian ke aku tapi waktu itu kamu tiba-tiba jadi orang yang nggak peduli sama sekali dengan perasaanku.

***

"Kamu habis cerita soal hubungan kita ke siapa?" Rama memicingkan matanya.

Alea menatap Rama tanpa berkedip. "Kenapa?" Alea mencoba menenangkan hatinya yang mulai tidak nyaman dengan situasi mereka sekarang.

"Jawab aja! Kamu habis cerita soal hubungan kita ke siapa? Kamu jadi ambil keputusan sebodoh ini." Rama memundurkan tubuh dan menyugar rambutnya.

Alea tersenyum tipis. "Aku nggak cerita soal kamu yang jalan dengan Nada ke siapapun, aku masih menjaga nama baik kamu," Alea menjawab dengan sangat tenang karena memang itulah adanya. "Hanya saja maaf, soal hubungan kita yang nggak dapat restu dari mama kamu, beberapa orang sudah tahu." Alea mengambil napas sejenak. "Memang usul dari seseorang tapi langkah ini murni aku yang mengambil keputusan," katanya.

Rama nampak mengerutkan keningnya dalam. "Kamu egois," dia berkata dengan sangat lirih.

Alea membola. "Aku?" Alea menunjuk dirinya sendiri. "Aku nggak egois," Alea menahan getaran pada suaranya. "Tapi aku bodoh, aku sangat sadar kalau aku sudah terlalu dalam mencintai kamu, Ram," lanjut Alea. "Sampai aku sadar perubahan kamu." Alea tersenyum kecut.

"Katakan sekarang, di mana letak perubahan diriku? Aku bahkan nggak ngerasa berubah sama sekali." Rama menatap Alea dengan tajam. "Aku tetap di sini, nunggu kamu nyari aku, nunggu kamu tenang dengan semua emosimu." Rama mengeratkan rahangnya kembali.

Alea mengangguk. "Oke!" Alea mengambil napas sejenak. "Ketika di Bandung, kamu memilih diam di balik kemudi dan sama sekali nggak berusaha menenangkan aku atau bahkan menahanku sebelum masalah kita waktu itu selesai," kata Alea. "Hati aku kayak kamu tarik ulur, Ram!" Alea menekankan kalimatnya.

"Aku nggak pernah narik ulur hati kamu!" Rama menyanggah dengan cepat.

"Kamu pada awalnya terlihat sangat mencintai dan perhatian ke aku tapi waktu itu kamu tiba-tiba jadi orang yang nggak peduli sama sekali dengan perasaanku." Alea mencengkeram ujung meja.

"Karena aku ingin kamu tenang dulu!" sahut Rama cepat.

Alea tertawa dan membuang wajahnya ke samping. "Tenang yang bagaimana?" tanya Alea. "Tenang saat tahu kamu nggak bilang jujur ke aku kalau kamu dan Nada pergi berdua, begitu?" Alea bersedekap.

"Bukan seperti itu, Le." Rama mulai terlihat sedikit tidak tenang.

"Lalu?" Alea menaikkan satu alisnya tinggi. "Kamu bahkan langsung menyetujui ketika aku bilang kalau kita tidak bisa sering bertemu, kamu menerimanya tanpa beban di saat kamu tahu kalau masalah di Bandung waktu itu belum selesai." Alea tertawa sumbang. "Kamu udah nggak seteguh dulu dalam mencintai aku, Ram." Rahang Alea mengerat.

"Bukannya kamu bilang kalau sedang ada audit di kantor?" Rama kembali memajukan tubuhnya.

"Ya, memang ada audit di kantor tapi selain itu juga karena aku masih sangat kecewa dengan sikap kamu." Alea membenarkan ucapan Rama yang belum lengkap. "Dan yang paling bikin aku kecewa adalah karena kamu udah nggak mau bersikap jujur sama aku." Mata Alea berkaca-kaca. "Kamu pergi bersama gadis pilihan mama kamu." Alea mengusap matanya yang mulai basah.

Rama membeku di tempat duduknya menatap Alea. "Le..." Rama berusaha meraih tangan Alea namun gagal karena Alea langsung menarik tangannya dari atas meja.

"Aku tahu kamu lama-lama pasti lelah dengan hubungan kita dan mulai tertarik dengan Nada." Alea menunduk untuk menyembunyikan air matanya. "Kamu sudah mulai nyaman dengan hubungan kalian yang lebih memiliki masa depan yang jelas daripada hubungan kita yang cuma jalan di tempat ini." Alea kembali mengusap air matanya dengan punggung tangan.

"Aku nggak tertarik sama dia! Please... jangan bawa-bawa dia dalam hubungan kita!" Rama seperti tidak terima.

Alea tersenyum meskipun hatinya berdenyut nyeri. "Dia sudah masuk ke dalam hubungan kita, Rama. Kalau kamu nggak tertarik kenapa kamu seperti nggak terima begini?" Alea menarik satu ujung bibirnya ke atas dan menatap Rama dengan sinis. "Kamu bahkan sudah bilang ke dia kalau kamu sudah punya aku." Alea tidak sanggup lagi, air mata kembali jatuh ke pipinya.

Alea buru-buru menghapusnya dengan gerakan kasar. Rama seperti patung yang tidak bicara sepatah katapun. "Kita rehat ya, Ram? Kita tinjau lagi hubungan ini." Alea menatap mata Rama. "Kita introspeksi diri masing-masing dulu, selain karena mama kamu yang nggak pernah ngrestuin hubungan kita juga karena hati kamu." Alea mengamati perubahan raut wajah Rama.

"Kamu sudah pasti tahu kalau hati aku cuma untuk kamu, apalagi yang kamu inginkan, Le?" Rama mengerutkan dahinya.

"Aku mau hati kamu beneran untuk aku, kalau dengan disodorin perempuan lain kamu tertarik, apa kabar hati aku? Aku nggak sekuat itu, Rama!" Alea sedikit menekankan kalimat terakhirnya.

"Berapa kali aku harus bilang kalau aku nggak tertarik dengan Nada?!" Rama menggeram.

Alea mengangkat bahunya. "Aku nggak tahu." Alea menghela napas dalam. "Yang perlu kamu tahu, sampai saat ini doaku masih ada nama kamu, kalau jodoh pasti kita nemuin jalannya." Alea terlihat lega dan lebih tabah setelah mengeluarkan semua.

"Le, please! maafin aku," Rama mengiba.

"No, Rama! Jangan kayak gini!" Alea menegakkan tubuhnya. "Aku bahkan nggak pernah cerita perubahan kamu dan hal lainnya sama siapapun karena aku masih peduli sama kamu." Mata Alea menyiratkan bahwa Rama masih sosok yang dia cinta. "Aku nggak mau kamu terlihat menyedihkan, jadi kamu seharusnya tahu dengan pasti gimana stresnya aku." Alea kemudian tersenyum.

"Aku nggak ngerti!" Rama melotot. "Aku nggak peduli kalau aku akan terlihat menyedihkan atau enggak! Yang pasti aku masih berat dengan keputusan kamu ini!" Rama sudah tidak bisa menahan emosi di dadanya.

"Please, jangan memohon lagi! Ini keputusan yang mau nggak mau harus kamu terima." Alea sudah sangat keras terhadap hatinya kali ini.

Rama melemparkan tatapannya ke arah lain. Alea bisa melihat gerakan Rama menelan salivanya dengan berat hanya dengan melihat jakun pria itu yang naik turun dengan pelan. Alea menghela napas dalam.

"Oke!" Rama kembali menatap Alea. "Kalau memang ini keputusan kamu," suara Rama sudah kembali tenang.

Alea tersenyum meskipun ada sedikit rasa kecewa yang bersarang di hatinya. "Terima kasih," hanya itu yang mampu Alea ucapkan.

"Aku begini karena aku nggak mau maksa kamu, aku tahu kamu terluka and it takes time but..." Rama menghela napasnya dalam. "Aku juga mau kamu tahu kalau aku juga sangat menderita dengan semuanya ini," kata Rama yang membuat hati Alea terasa dicubit.

"Maaf ya." Alea merasa bersalah. "Aku nggak pernah tanya tentang hati kamu." Alea menelan salivanya. "Aku terlalu sakit hati sampai aku nggak sadar kalau kamu mungkin bisa juga ikut terluka." Alea mengalihkan perhatiannya sejenak ke arah lain. "Semoga kita masih sama-sama kuat mempertahankan hubungan ini dan semoga kita masih sama-sama bisa menyimpan perasaan yang sama di hati masing-masing ketika kita bertemu lagi besok." Alea tersenyum.

RehatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang