Penulisnya difollow dulu, yuk! Biar semakin semangat update-nya ~
Selamat membaca, guys!
________________________________________________________________________________
Pratinjau : ...melupakannya, menghapus namanya dari hati perempuan tangguh itu. Alea sudah merelakan semua memori mereka. Rama kalah.
***
"Teras rumah Bhara?" Ajeng mengerutka kedua alisnya.
Alea menggeleng dengan cepat. "Teras rumah cewek itu," jawabnya.
"Kamu udah ngapain aja?" Ajeng langsung menembak Alea dengan pertanyaan yang membuat Alea sedikit merasa malu, lebih tepatnya merasa rendah diri sekarang.
Untungnya, staff lain ada yang masuk dan mengatakan bahwa akan ada briefing dari manager mereka.
"Masih utang banyak cerita ya sama aku!" Ajeng menudingkan jari telunjuknya ke depan wajah Alea.
Alea hanya mampu menghela napas dalam sambil menggelengkan kepala.
***
Alea membuka chat dari Rama. Entah kenapa Alea sama sekali tidak merasakan kerinduan pada Rama. Hatinya hanya merasakan kekosongan terhadap Rama. Dia sudah ikhlas, dia sudah sangat rela sekarang. Dia tidak akan memperjuangkan Rama lagi. Terlalu berat kalau hanya seorang diri. Dia sudah memikirkan semuanya dengan baik selama ini. Sepertinya memang jalan terbaik mereka adalah berpisah.
Mereka akan baik-baik saja. Setelah mengetikkan balasan 'Ok', Alea mengemasi barang-barangnya dan melesat keluar kantor karena jam pulang sudah tiba. Ajeng belum kembali ke kantor karena masih pergi ke bank yang bulan lalu menggunakan jasa hotel mereka untuk menginapkan tamu dengan pembayaran kredit. Jadi, Ajeng harus mengambil setoran tersebut sekarang karena pihak bank tidak ingin melakukan transfer.
Alea keluar rumah sekitar pukul tujuh malam. Alea melarang Rama untuk menjemputnya di rumah. Dia ingin ke tempat mereka bertemu sendiri saja, dia tidak ingin merasa mengkhianati Bhara yang sampai saat ini masih berkomunikasi dengannya. Akan sangat susah kalau Rama menjemputnya. Dia tidak ingin merasa canggung ketika mereka pulang nantinya, karena Alea akan memperjelas status mereka nanti. Suka tidak suka, Rama harus menerimanya.
"Leaa, please! Maafin aku, aku janji nggak bakal kayak gini lagi," kata Rama.
Rama berusaha menggapai tangan Alea yang dengan cepat Alea tarik. Mereka bertemu di kafe dekat rumah Alea yang pernah mereka kunjungi sebelum Alea pergi ke Bali. Kafe tersebut tidak begitu ramai, jadi mereka masih bisa mendengar satu sama lain dengan suara pelan.
"Aku maafin kamu, bahkan selalu maafin kamu 'kan, Ram? Dari dulu sampai saat ini." Alea tersenyum kecut ketika mengingat sudah berapa kali Rama membuatnya sakit hati. "Bahkan ketika kemarin kamu ke Bali bersama Nada, dan aku yakin kalian nggak cuma saling menatap tanpa minat di saat diri kalian sama-sama lapar akan hasrat gila itu." Hati Alea tercubit.
Ini sudah kali ketiga Rama membuat ulah. Alea tidak bisa lagi. Hatinya tidak bisa lagi menerima Rama. Dia akan egois saat ini. Dia ingin hatinya bahagia. Dia akan melepaskan Rama atau bahkan sudah melepaskan Rama sejak di Bali kemarin?
"Beb, aku bisa jelasin!" Rama memohon. "Aku nemenin dia pergi ke pernikahan sepupunya di sana, Beb." Alea mendengus mendengar penuturan Rama.
"Bahkan sudah dibawa ke acara keluarga yang nggak cuma di dalam kota loh!" Alea bersedekap. "Kalian ke Bali! Semenjak aku lihat kalian waktu itu, aku sudah memikirkan ini baik-baik." Alea menghela napas dalam. "Terima kasih ya, Ram, buat semuanya, maaf kalau aku sering ngerepotin kamu, terima kasih atas rehat yang udah kamu sanggupin meskipun kamu nggak suka dan nggak setuju." Alea memaksakan senyumnya. "Kalau kita nggak rehat kemarin, entah harus berapa lama aku dibodohi." Alea kemudian dengan cepat mengubah ekspresi wajanya, dia menatap Rama datar.
"Kamu nggak akan ninggalin aku, Lea! Aku sayang banget sama kamu! Oke maafin aku kalau aku udah nyakitin kamu lagi, kasih aku kesempatan, aku janji nggak akan melakukan kesalahan lagi," Rama mengiba.
Alea justru tertawa hambar, "kesempatan kamu udah habis, Ram, nggak perlu janji-janji lagi sama aku, janji sama cewek kamu aja, sejak aku tahu ini semua, aku udah beneran memantapkan hati buat udahan sama kamu." Alea menaikkan satu alisnya.
"Leaaaa," Rama merajuk.
"Kamu tahu, sejak saat itu aku udah menganggap kalau kita nggak ada hubungan apa-apa lagi, sekarang aku cuma mau bikin hubungan ini semakin jelas, aku nggak mau nanggung ini sendirian lagi." Alea menggelengkan kepalanya.
"Maksud kamu apa?!" Rama menaikkan nada bicaranya. "Kita masih bisa mulai semuanya lagi!" Rama mengerang frustasi.
"Udah cukup!" Alea menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Ini yang terbaik buat kita, kamu nggak perlu lagi berselisih sama mama kamu karena aku dan juga..." Alea mengambil pasokan oksigen sejenak. "Kamu nggak perlu sembunyi-sembunyi lagi sama cewek itu, aku udah ikhlas banget melepaskan kamu untuk dia dan demi mama kamu, aku udah lega sekarang." Alea kemudian tersenyum tipis.
"Lea, kamu nggak bisa mutusin aku kayak gini!" Rama terlihat emosi. "Oke aku ngaku salah, maafin aku! Aku kayak gitu juga gara-gara kamu sibuk kerja tapi nggak juga naik jabatan!" Rama menunjuk Alea. "Paling enggak jadi SPV jadi mama aku bisa mempertimbangkan lagi soal hubungan kita, kamu juga sempat cuek sebelum kita ambil rehat, dan rehat sialan itu yang bikin aku tambah hilang arah! Aku tambah nggak ngerti kamu ini siapa aku, kamu terlalu jauh Lea, dan..." Rama berkata dengan gusar kemudian mengusap wajahnya frustasi.
"Dan dia datang Lea, dia datang dan itu bikin aku sejenak lupa sama kamu dan kerumitan hubungan kita, dia bisa bikin aku jadi laki-laki yang benar-benar dibutuhkan, sedangkan kamu? Kamu kayak udah nggak butuh aku lagi, Le!" Rama akhirnya mampu menyelesaikan kalimatnya dengan nafas memburu.
Hati Alea kembali tercabik. "Oh, good! Kamu nyalahin aku karena aku masih staff? Kamu malu punya pacar kayak aku makanya nggak pernah sekalipun kamu bawa aku ke acara keluarga besar kamu." Alea menahan suaranya supaya tidak bergetar. "See? Kita berbeda, kamu yang terlalu jauh untuk aku gapai." Sorot mata Alea semakin meredup. "Bagi kamu dan keluargamu, apalagi mama kamu, aku ini nggak sederajat, Ram." Alea semakin merasa sedih.
Dia tidak menyangka Rama akan berkata seperti ini. Kalimat-kalimat pedas dan menyakitkan yang keluar dari bibir Rama mampu menusuk dadanya hingga terasa perih dan sesak.
"Aku bukan cuek, aku hanya sedang memberi kamu ruang supaya bisa berpikir lagi tentang hubungan kita sejak aku tahu kamu jalan sama Nada." Alea menegakkan tubuhnya sambil berpegangan pada pinggiran meja. "Dan rehat kemarin harusnya sama-sama kita gunakan untuk introspeksi diri, tapi sepertinya aku salah." Alea tertawa sinis. "Kamu bahkan lebih egois dari yang aku pikirkan, aku nggak menjauh, Ram, tapi kasta kamu yang bikin aku terlihat jauh." Alea akhirnya meneteskan air matanya.
Rama membeku. Dia tidak bisa membantah apa yang diucapkan Alea.
"Kamu tahu aku udah terbiasa mandiri, kalaupun aku butuh bantuan pasti aku akan langsung datang ke kamu, aku pasti nyari kamu," suara Alea bergetar. "Tapi, kayaknya pengaruh cewek itu ke kamu terlalu kuat sampai kamu melupakan fakta sebenarnya, kamu sudah memilih, Ram." Alea yang semula menatap ke arah lain kembali mengatap mata Rama dengan berani. "Kamu merasa lebih jadi laki-laki yang diharapkan karena Nada, apalagi yang kamu beratkan dari keputusan aku saat ini?" Alea tersenyum kecut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rehat
RomanceAlea, gadis biasa yang memilih kabur ke pulau Dewata setelah hubungannya dengan Rama mulai tidak stabil. Dia bertemu dengan Bhara, laki-laki dengan sejuta pesona yang mampu membuat Alea melupakan sosok Rama. "Aku tahu semuanya, selama ini kamu nggak...