Chapter 20

136 14 0
                                    

Pratinjau : Iya, sejak kita putus aku lebih pilih dibawa pulang, takut keinget kamu terus.

***

"Lo udah makan, Al?" Bhara bertanya dari seberang telepon.

"Udah," jawabnya. "Euummm Bhar? Aku mau nanya sesuatu." Alea menggigit bibir bawahnya.

"Mau tanya tentang apa? Tanya aja kali! Bebas deh hehehe." Bhara terkekeh pelan.

"Saat kita di rumah kamu waktu itu, aku lihat ada foto kamu sama cewek, siapa?" Alea memelankan suaranya di akhir kalimat.

Terdengar helaan napas dari Bhara. Alea membenarkan letak selimutnya dan mencoba menetralisir debar jantungnya yang tidak karuan. Dia harus siap mendengarkan apa yang akan Bhara sampaikan.

"Mantan gue," hanya itu yang Bhara katakan.

"Terus?" Alea mencoba mencari tahu lebih dalam.

"Penasaran banget sih, Al?! Cemburu ya?" Bhara terkekeh pelan.

"Kalau iya kamu mau apa?" Alea memberanikan diri menantang Bhara.

Terdengar helaan napas berat lagi dari Bhara. Alea tahu pasti berat untuk Bhara menceritakan masa lalunya.

"Ya nggak apa-apa, Al, hak lo kalau mau cemburu." Bhara terkekeh. "Cewek gue sekarang elo bukan dia." Bhara seperti tahu bahwa Alea sedang galau saat ini.

"Ciee masih sayang ya sama mantan?" pernyataan Alea disertai dengan kekehan hambar.

"Siapa yang bilang?" Bhara bertanya.

"Nggak ada," jawab Alea. "Cuma... kenapa masih dipajang fotonya?" Alea kembali ingin tahu.

"Al, gue nggak larang kalau lo mau tanya banyak hal tentang gue, lo berhak kok." Bhara menghembuskan napasnya pelan. "Cuma kalau masa lalu gue sama mantan, gue belum bisa cerita sekarang, gue pengen lo ngerti, ada beberapa hal yang emang sebaiknya nggak gue bagi sekarang ini." Bhara mencoba meyakinkan Alea.

Karena Alea hanya diam tidak menjawab sepatah katapun, Bhara melanjutkan pembicaraannya. "Gue harap lo percaya sama gue, Al, tunggu gue ya?" Bhara kembali mengatakan hal yang selama ini membuat bingung Alea.

"Aku bingung, Bhar," sahut Alea. "Nunggu apa? Aku bahkan belum mengenal kamu dengan baik." Alea menahan suaranya supaya tidak bergetar.

"Udah dulu ya, Al, gue harus pergi, nanti gue chat, Bye, Al!" Bhara kemudian memutus teleponnya.

Alea menangis. Minggu paginya dimulai dengan perasaan yang buruk.

***

Alea memakan bubur ayamnya tanpa selera.

"Kenapa, Le? Nggak usah drama nggak mau makan! Inget masih banyak orang yang nggak bisa makan enak kayak kita." Ajeng menyendokkan buburnya sambil mengomel.

"Kalau kamu jadi aku, pacarmu masih memajang fotonya sama mantan gimana?" Alea bertanya dengan pandangan lurus ke jalan.

"Wait! Bhara?" Ajeng menebak.

"Hmm..." Alea hanya berdehem untuk menjawab tebakan Ajeng.

Spontan Ajeng sedikit menggebrak meja yang membuat Alea berjenggit kaget.

"Nggak usah pake nggebrak-nggebrak meja kaliiii!" Alea memperingati Ajeng.

"Apa aku bilang! Pasti ada rahasia yang sengaja disembunyiin sama Bhara? Gini ya, Le..." Ajeng meminum teh panas di depannya kemudian melanjutkan kalimatnya. "Aku nggak mau langsung nyuruh kamu putusin Bhara, tapi ada dua kemungkinan yang mau aku bilang ke kamu," kata Ajeng terlihat sangat menggebu.

Alea nampak serius menyimak apa yang dikatakan Ajeng.

"Yang pertama, Bhara minta kamu jadi pacarnya hanya sebagai pelampiasaan dan yang kedua, dia minta kamu jadi pacarnya karena dia mau berusaha move on dari sang mantan," kata Ajeng.

Alea nampak berpikir sambil menyendokkan bubur ke mulutnya.

"Kalau aku bilang kayaknya nih, aku ngerasa hubunganku sama dia di tengah-tengah antara kedua kemungkinan itu, gimana?" Alea membuat kemungkinan yang selama ini seperti terjadi di antara dia dan Bhara.

"Ya semua tergantung sama keputusan kamu lah! Kamu ikhlas nggak kalau jadi pelampiasaan tapi ada niat buat sekalian move on?" Ajeng mengembalikan pertanyaan Alea.

"Kalau ikhlas?" tanya Alea.

"Kalau ikhlas, yaudah berarti kamu harus nerima dengan lapang dada kemungkinan buruk dia berhasil move on kemudian ninggalin kamu, 'kan kamu cuma pelampiasaan," jawab Ajeng dengan nada santai. "Kalau bosen biasanya sih, ditinggalin kecuali dia jatuh cinta sama kamu, kalau cuma sekedar lupa sama mantan, dia masih bisa tuh kemana-mana cari cewek baru," lanjut Ajeng.

Alea manggut-manggut memahami maksud Ajeng. "Kalau aku nggak ikhlas berarti putusin sekarang gitu?" Alea kembali bertanya.

"Iyalah! Itupun kalau kamu belum jatuh cinta sama si Bhara dan menurutku kayaknya sih kamu udah jatuh cinta sama dia? Hayo ngaku!" Ajeng memicingkan matanya.

Alea meringis. Tebakan Ajeng benar. Bagaimana tidak jatuh cinta dengan sosok Bhara yang dewasa dan tidak pernah lupa mengabarinya meskipun sedang sibuk sekali. Bhara juga sering membuatnya tertawa ketika video call.

"Hai!" Alea dan Ajeng yang sudah selesai makan dan sedang minum spontan menoleh ke sumber suara.

Rama. Alea menelan minumannya dengan kaku.

"Hai, Rama! Apa kabar?" Ajeng yang duluan membalas sapaan Rama.

"Baik." Rama tersenyum. "Masih suka makan disini ya, Le?" Rama kemudian memfokuskan pandangan ke arah Alea yang belum tersenyum sama sekali kepadanya.

"Iya." Alea akhirnya tersenyum.

Senyum tulus yang dia berikan pada Rama setelah perpisahan mereka yang begitu membuat Rama hilang akal. Alea pikir sudah tidak ada rasa sakit hati lagi dan rasa cinta yang dulu dia rasakan. Dia masih menganggap Rama teman.

"Hmm... nanti malam aku boleh main ke rumah kamu, Le?" Rama bertanya.

"Duh, Ram! Nanti malam aku mau pergi sama Alea cari baju, lain kali aja, ya?" Ajeng yang menjawab namun disetujui oleh Alea dengan cara menganggukkan kepalanya cepat.

Ajeng beranjak untuk membayar makanan mereka. Dia malas sebenarnya bertemu dengan Rama kalau teringat apa yang dia dan Mamanya lakukan pada Alea.

"Kamu apa kabar?" Rama duduk di depan Alea.

"Baik, Ram. Beli buat dimakan di rumah?" Alea tidak ingin menanyakan kabar Rama.

Dia tidak ingin berbasa- basi. Toh, sudah tidak ada yang tersisa dari masa lalunya dengan Rama kecuali pertemanan biasa.

"Iya, sejak kita putus aku lebih pilih dibawa pulang, takut keinget kamu terus." Rama berubah sendu.

"Udah yuk, Le, pergi!" Ajeng datang di waktu yang sangat tepat.

Mereka berdua berpamitan pada Rama yang terus menatap Alea rindu. Alea tidak tahu bahwa Rama tidak lagi menemui Nada karena berpikir masih ada harapan untuknya. Namun dia salah. Alea masih sama seperti dulu. Teguh dalam pendirian.

RehatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang