Chapter 10

162 12 0
                                    

Pratinjau : Pasti banyak banget perempuan yang pengen bersanding dengan Bhara.

***

"Woah! Kalian berdua sama-sama keren!" Alea kagum mendengar cerita Bhara. "Kamu dan kakakmu sama-sama cerdas, bisa kuliah di tempat yang dulu aku impikan tapi gagal." Alea terkekeh geli jika teringat masa lalunya itu.

"Gagal?" Bhara menaikkan satu alisnya.

"Hmm." Alea mengangguk. "Aku termasuk orang dengan otak yang biasa aja." Alea tertawa.

"Nggak masalah!" Bhara tersenyum. "Lo akhirnya tetap kuliah dan berhasil lulus, kan?" Bhara membuat senyuman Alea kembali terbit.

"Ya, aku kuliah di universitas swasta, aku bersyukur karena bisa lulus dan langsung dapat kerjaan." Alea kembali terkekeh.

Bhara melirik ke arah Alea sejenak kemudian ikut terkekeh. "Gue masuk sana karena cita-cita orang tua juga, Al," kata Bhara.

"Oh." Alea menganggukkan kepalanya. "By the way, kamu anak orang kaya, ya?" Alea menyipitkan matanya.

Bhara tertawa. "Siapa yang bilang?" tanya Bhara.

Alea mengangkat bahunya. "Nebak aja," jawabnya.

"Keluarga gue biasa aja, gue bersyukur karena kedua orang tua gue termasuk dalam kategori orang tua yang harmonis sejauh ini, gue dan kakak gue di besarkan dengan kasih sayang yang luar biasa." Bhara tersenyum.

"Ah, I know!" Alea menatap Bhara yang masih fokus dengan kemudinya. "Kelihatan dari pembawaan kamu," lanjut Alea.

"Emang pembawaan gue kayak gimana?" Bhara melirik Alea.

"Eumm..." Alea terlihat berpikir. "Kamu orangnya baik dan juga menghormati orang lain." Alea menganggukkan kepalanya.

"Terima kasih!" sahut Bhara cepat.

"Ckh! Merasa aku puji." Alea terkekeh.

"Usaha orang tua kamu pasti udah sukses banget ya sekarang, aura kamu aura anak orang kaya." Alea menebak sambil tertawa.

"Usaha orang tua gue cuma toko bangunan dan toko roti di ruko yang sama, jadi berjejer gitu, rukonya deket banget dari rumah cuma 5 menit, kalau orang tua gue kaya, nggak mungkin mobil gue cuma sekelas honda jazz, pasti gue minta mercy." Bhara tertawa lagi.

Alea hanya menatap datar Bhara. "Ya... aku nggak tahu, aku cuma nebak-nebak doang." Alea mengerucutkan bibirnya.

"Lo tahu nggak, gue punya mobil itu dari jerih payah gue sendiri dan gue bangga nggak bebanin orang tua gue dengan minta mobil dan segala macamnya." Alea mendengarkan setiap ucapan Bhara dengan seksama. "Gue lebih suka usaha sendiri kalau pengen sesuatu." Bhara menoleh ke samping sekilas.

"Kamu anak yang mandiri ternyata." Alea tersenyum dengan mata yang tidak lepas mengamati setiap lekuk wajah Bhara.

"Hmm." Bhara mengangguk. "Dari dulu gue SD, gue kadang bawa kue-kue buat dijual ke teman-teman gue terus uangnya gue kasih ke nyokap dan gue dapat bagian buat jajan." Bhara terkekeh. "Tapi biasanya gue tabung buat beli sesuatu yang gue pengen," lanjut Bhara.

"Kamu hebat, ya, aku nggak ngerti harus ngomong apa, anak SD udah bantuin jualan kue." Alea tersenyum kemudian menepuk pundak Bhara pelan sebanyak dua kali.

Bhara tersenyum menanggapi ucapan Alea tepat setelah mereka sampai di tempat makan yang diinginkan oleh Alea. Bhara dan Alea segera turun dari mobil dan masuk ke dalam restoran cepat saji.

"Kamu sering ke sini?" Alea bertanya setelah berhasil menelan burgernya.

Bhara berhenti mengunyah dengan ekspresinya yang tidak bisa Alea tebak. "Eumm... dulu," jawab laki-laki itu singkat.

"Sama siapa?" Alea menggigit kembali burgernya yang masih tersisa setengah.

Bhara menelan burgernya dengan sedikit paksaan. "Sama teman biasanya," Bhara menjawab tanpa menatap Alea.

Alea hanya menganggukkan kepalanya kemudian dia mengganti topik pembicaraan mereka sambil meneruskan makan. Sampai tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul setengah 3 sore. Alea dan Bhara menuju parkiran untuk melanjutkan wisata yang Bhara janjikan setelah bertemu dengan kliennya.

Mereka menuju ke Garuda Wisnu Kencana (GWK). Tempat wisata yang belum sempat Alea kunjungi karena kalah bermain suit dengan Bhara. Disana Alea berfoto menggunakan kamera DSLR milik Bhara.

"Bagus-bagus semua fotonya!" Alea berdecak kagum.

"Iya jelas soalnya gue jago kalau soal kamera," kata Bhara bangga.

"Tapi nggak apa-apa kamera kamu banyak fotoku?" tanya Alea.

"Hmm, nggak masalah!" Bhara menoleh ke samping sambil tersenyum. "Biar hasilnya lebih bagus, Al," kata Bhara.

Alea tidak menyangka kalau Bhara memiliki keahlian dalam bidang fotografi. "Pasti banyak banget perempuan yang pengen bersanding dengan Bhara," Alea sempat membatin ketika menatap Bhara yang sedang melihat-lihat hasil jepretannya.

Dan Alea harus menahan malu yang luar biasa sampai wajahnya memerah karena Bhara mengetahui bahwa Alea sedari tadi tengah menatapnya dengan intens. Alea ingin lari saja saat itu.

***

Alea dan Bhara makan malam di rumah makan langganan Bhara. Nasi panas yang mengepul dengan sate lilit yang menggiurkan bagi Alea. Bhara tampak sangat lahap menikmati makan malamnya. Di tempat makan ini menyajikan menu komplit, disajikan dengan cara prasmanan. Meskipun sudah malam, tapi masakan di sana selalu baru dan masih hangat. Pemilik tidak membuka cabang dan juga selalu memasak secukupnya supaya tidak terlalu lama disajikan di etalase tempat makannya.

Bhara memesan ikan gurame bakar kecap yang memang menjadi kesukaannya. Laki-laki itu mencuil daging ikan gurame dan menaruh di piring Alea.

"Ini makanan kesukaan gue, jangan lupa ya." Bhara menampilkan ekspresi biasa saja.

Sementara itu, wajah Alea merona. "Oke, terima kasih," jawabnya.

Bhara dengan santainya kembali melahap makanannya. Sedangkan Alea di buat bingung dengan sikap Bhara. Alea tidak mau salah tafsir. Di tempat makan itu dia berjanji tidak akan menjadi gampangan dengan tertarik pada Bhara hanya dalam hitungan hari.

"Enggak! Tertarik boleh, tapi bukan dengan jatuh hati," batin Alea sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian dia kembali ikut hanyut menikmati makan malamnya.

Setelah perut mereka kenyang, Bhara berniat mengantar Alea kembali ke hotel. Laki-laki itu terlihat sedang sibuk dengan ponselnya saat berjalan menuju ke tempat parkir. Bhara kemudian tiba-tiba berhenti dan menoleh ke arah Alea.

"Al, sorry kayaknya gue mesti ke kontrakan bentar deh, habis dari hotel gue mau langsung cabut ke rumah temen balikin barang." Bhara mulai mengemudikan mobilnya.

"Aku balik sendiri nggak apa-apa kali Bhar, masih jam delapan kok," kata Alea sambil melihat ke arah erloji yang berada di pergelangan tangan kirinya. "Aku bisa pesan taksi online," lanjutnya Alea kemudian menatap Bhara.

"Jangan Al! Gue kesannya kayak cowok nggak bertanggung jawab kalau lo pulang sendiri," sahut Bhara dengan cepat.

"Terus mau kamu gimana?" Alea mengerutkan keningnya dalam.

"Tetap gue anterin sampai hotel, gue nggak setuju kalau lo pulang sendirian naik taksi online, gue yang ajak lo jadi gue yang harus anterin lo pulang ke hotel dengan selamat," kata Bhara sambil kembali berjalan dan diikuti oleh Alea.

RehatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang