Chapter 29

135 11 2
                                    

Pratinjau : Bhara terlalu dungu untuk mengakui bahwa dirinya cemburu dan sudah jatuh cinta kepada Alea. Bhara hanya tidak ingin kecewa lagi.

***

Bhara kembali ke rumah Tania untuk memastikan kondisi perempuan itu. Tania terlihat jauh lebih baik sekarang. Bhara hanya sekedar mampir dan memberikan buah-buahan serta kue kesukaan Tania, tiramisu. Bhara langsung pamit pulang karena ada pekerjaan. Bhara mengemudikan mobilnya kembali ke rumahnya setelah mampir sebentar ke café temannya hanya untuk sekedar mencari teman mengobrol.

Bhara tidak ingin menghubungi Alea. Hatinya tidak menentu saat ini. Daripada hanya memantik pertengkaran lebih baik dia diamkan saja Alea terlebih dulu. Bhara hanya membalas pesan sekedarnya dari Alea. Dia merasa sangat malas untuk kembali ke Jogja. Mood-nya berantakan sejak semalam. Entahlah, Bhara tidak yakin apakah dia benar-benar sedang cemburu kepada Alea.

Bukankah aneh bila perasaan Bhara saja masih membingungkan, kenapa mesti cemburu? Bhara merasa ego dirinya sebagai laki-laki kembali terlukai. Dia tidak terima Alea jalan dengan laki-laki lain di saat dirinya kembali ke Bali. Alea bahkan tidak mengatakan apapun sampai saat ini. Bhara terlalu dungu untuk mengakui bahwa dirinya cemburu dan sudah jatuh cinta kepada Alea. Bhara hanya tidak ingin kecewa lagi.

Tapi, lihatlah sekarang dia sudah terlanjur kecewa dengan Alea karena perempuan itu tidak jujur kepadanya.

***

Alea menghentikan motornya di depan rumah kontrakan Bhara sepulang bekerja. Kosong. Mendadak Alea merasa takut kalau Bhara tiba-tiba menghilang dan meninggalkannya. Ini sudah hari kamis dan Bhara masih belum kembali ke Jogja. Oh ayolah Alea bahkan sudah lupa akan tekadnya untuk tidak lagi banyak berharap pada Bhara. Hanya saja dia sudah terlanjur cinta. Cinta yang membuatnya takut kehilangan.

Alea menghembuskan napasnya dengan keras. Dia duduk di kursi teras depan rumah Bhara. Memandangi meja di samping kiri kursinya, Alea kemudian tersenyum. Alea ingat sekali, ketika Alea sedang menunggu Bhara mengerjakan pekerjaan laki-laki itu di teras ini, Alea mencoba pena milik Bhara dengan menuliskan nama Bhara di pojok meja kayu tersebut. Ketika Bhara tahu. Laki-laki itu juga menulisakn hal yang sama di samping nama Bhara. Laki-laki itu menuliskan nama Alea. Seperti anak SD. Namun hal kecil tersebut seolah adalah memori indah bagi Alea.

Alea mengusap air matanya dengan kasar. Dia memang sedikit cengeng. Saat mengingat memorinya dengan Bhara dan kondisi mereka saat ini, Alea ingin menjerit saja. Alea sempat ingin menanyakan perihal kenapa Bhara lupa hari ulang tahunnya, kenapa laki-laki itu menunda kembali ke Jogja, kenapa laki-laki itu lupa bahwa ada acara makan malam keluarga Alea dimana Alea ingin mengenalkan laki-laki itu sebagai pacarnya kepada orang-orang yang dia sayangi, dan juga Alea ingin sekali menanyakan apakah Bhara masih mencintai Tania serta apakah benar Alea hanya sekedar pelarian mengingat sekarang Bhara tidak peduli kepadanya.

Bahkan Rama yang sudah mantan saja masih sempat mengiriminya pesan selamat ulang tahun dan mengirimkan Alea bunga serta kue ke rumahnya. Rama juga berkata akan menunggu Alea kembali. Sedangkan Bhara? Laki-laki itu bahkan seperti ada dan tiada. Alea sadar konsekuensinya ketika menjalin hubungan dengan Bhara. Hanya saja dia ternyata tidak sesiap itu untuk menghadapi kehilangan seorang Bhara yang sudah terlanjur terukir namanya di lubuk hati.

Alea harusnya bisa mengantisipasi semua ini. Kalau saja bisa diputar, Alea ingin Bhara mendekatinya layaknya laki-laki yang tertarik kepada perempuan sebagai lawan jenis. Alea ingin Bhara memintanya untuk menjadi pacar ketika laki-laki itu sudah jatuh cinta kepadanya. Ternyata mencintai lebih menyakitkan daripada dicintai. Kalau bisa memilih Alea ingin dicintai saja bukan malah menjadi pihak yang mencintai. Sebab Alea sadar jika mencintai tanpa dicintai, maka Alea harus siap kehilangan.

Suara adzan maghrib berkumandang. Alea tersadar dari lamunannya. Air matanya sudah membanjiri pipi mulusnya. Dia menghapus air matanya kemudian bersiap pulang ke rumah. Sebenarnya Alea merasa sedikit pusing akibat pola makannya yang tidak menentu beberapa hari ini. Makannya juga tidak sebanyak biasanya.

Ketika Alea sudah sampai disamping motornya tiba-tiba saja pandangannya mengabur. Alea mendadak lemas dan terjatuh begitu saja. Dia tidak ingat lagi apa yang terjadi pada dirinya selanjutnya. Hanya samar-samar terdengar suara perempuan memanggil-manggilnya kemudian semuanya terasa kosong.

***

Aji berjalan tergesa-gesa di koridor rumah sakit. Dia baru saja dikabari Ibunya bahwa Alea masuk ke rumah sakit. Orang tua Aji sudah sampai terlebih dulu. Dia membuka pintu rawat inap kakaknya dengan hati-hati. Ternyata Alea sedang mengobrol dengan Ibunya. Aji mencium punggung tangan Ibu serta Alea.

"Kok bisa pingsan sih, Mbak?" Aji langsung memberondong Alea dengan pertanyaan yang pada umumnya ditanyakan ketika sesorang mengalami musibah.

Alea memutar bola matanya malas. "Sini, nih kupasin mangga!" Alea tidak menjawab Aji namun malah meminta Aji mengupas buah untuknya.

"Di tanya malah suruh ngupas mangga! Oh iya Bapak udah balik rumah, Buk? Tadi aku lagi di Gramedia beli komik langsung kesini, untungnya dekat," kata Aji.

"Iya, Bapakmu udah pulang, kamu sama Ibu jatah nunggu Mbak dulu, ya." Ibu Alea nampak sedang merapihkan Rosario ke dalam wadahnya.

Sepertinya Ibunya tadi berdoa. Hal yang biasa dilihat Aji dan Alea, Ibunya memang sangat rajin berdoa Rosario.

"Udah kupasin mangganya, Ji! Nggak nanya kamu dari mana juga," Alea sewot.

"Lagi sakit bukannya anteng, tetep aja galak!" Aji dengan cekatan segera mengupas mangga untuk Alea.

Aji duduk di kursi samping ranjang Alea. Sementara ibunya pamit ke toilet untuk membasuh tubuhnya yang sudah lengket karena belum sempat mandi. Alea mengambil handphone-nya dan membuka aplikasi WA untuk membuat story. Biarlah sekali-kali dia melakukan hal yang sering sekali bahkan selalu Ajeng lakukan di media sosialnya.

Ketika membuka aplikasi WA, Alea kecewa sudah seharian tidak ada pesan apapun dari kekasihnya. Alea tertawa dalam hati. Kekasih yang mana? Bahkan Alea ternyata belum mengenal sosok Bhara dengan baik. Alea menjepretkan kamera kearah Aji.

"Harus kelihatan ganteng lho, Mbak, aku disitu." Aji menyempatkan diri membenarkan rambutnya yang berantakan karena helm yang dipakainya ketika menuju ke rumah sakit.

Alea hanya berdehem malas kemudian menuliskan caption, "Thanks, terbaikku <3."

RehatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang